ZUA CLAIRE, seorang gadis biasa yang terlahir dari keluarga sederhana.
Suatu hari mamanya meninggal dan dia harus menerima bahwa hidupnya sebatang kara. Siapa yang menyangka kalau gadis itu tiba-tiba menjadi istri seorang pewaris dari keluarga Barasta.
Zua tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam semalam. Tapi menjadi istri Ganra Barasta? Bukannya senang, Zua malah ketakutan. Apalagi pria itu jelas-jelas tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai musuh. Belum lagi harus menghadapi anak kedua dari keluarga Barasta yang terkenal kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 20 Berendam air panas atau berenang?
Perjalanan menuju puncak memakan waktu hampir satu jam. Di dalam mobil, suasana terasa agak canggung antara Zua dan Ganra. Karena pria itu lebih banyak diam sambil fokus menyetir, sementara Zua memandang keluar jendela, menikmati pemandangan yang mulai berubah menjadi pegunungan.
Zua tidak ingin memulai pembicaraan dengan Ganra karena dia masih sedikit trauma dan malu perkara tidak memakai bra kemarin. Belum lagi mulut pria itu yang mesum kalau sudah membahas hal-hal yang berbau dewasa begitu. Telinga Zua bisa panas. Kalau Ganra sudah membicarakan hal begituan, dia sebagai tentu langsung kalah telak.
Ketika sampai di puncak, udara dingin langsung menyambut mereka. Semua orang turun dari mobil dengan wajah antusias, kecuali Zua yang terlihat sedikit kedinginan. Gadis itu hanya mengenakan bahu berlengan pendek, agak tipis pula. Ganra memperhatikan hal itu dan tanpa berkata apa-apa, mengambil jaket kulitnya dari dalam mobil lalu menyampirkannya di bahu Zua.
"Pakai ini,"ucapnya singkat.
Zua terkejut sejenak, tapi akhirnya menerima jaket itu tanpa banyak protes. Cuacanya dingin sekali memang, mana dia tahan.
Narin, yang berdiri tidak jauh dari mereka, memutar bola matanya dengan kesal.
"Kenapa sih kak Ganra jadi perhatian gitu sama tuh cewek kampung?" gumamnya sebal. Ia berdiri di antara Dante dan Leon
"Udahlah Narin, kamu ini kenapa, sih?" tegur Leon.
"Dia calon istri Ganra. Wajar dong kalau Ganra kasih perhatian."
Narin mendengus. Tidak senang dengan ucapan kakaknya. Ia melangkah cepat ke depan, berusaha menjauhi sang kakak yang selalu membela Zua. Belum lagi Dante, si kakak sepupu yang diam terus kayak batu, tidak membelanya sama sekali.
"Kalian kalau masih mau liat-liat pemandangan, silahkan. Kalau ada yang ingin berendam air panas juga bisa. Di dalam ada kolam pemandian air panas juga." kata Lucky.
Dia tahu laki-laki lain pasti merasa gerah habis olahraga, jadi dia menawarkan mandi.
"Tapi kalau ingin mandi di kolam biasa, ada juga." kata Lucky lagi. Para cewek terlihat bersemangat. Terkecuali Zua. Dia tidak bisa berenang, pastilah dia tidak mau mandi kolam atau pemandian air panas. Kalau tenggelam gimana? Lagian dia juga tidak bawa baju ganti.
Zua mengambil kesempatan meninggalkan Ganra saat Leon mengajak lelaki itu bicara. Ia berjalan menuju sebuah gazebo kecil di dekat tepi bukit. Pemandangan dari sana tampak sangat indah, dengan awan yang menggantung rendah dan matahari yang mulai tenggelam di balik gunung.
"Kau suka tempat ini?" tanya Dante tiba-tiba. Ia tidak tahu kapan Dante berdiri di belakangnya, tetapi Zua merasa canggung. Dia masih ingat kejadian di malam Dante memergoki dia mau kabur.
Zua berusaha terlihat biasa dan menganggukkan kepalanya pelan.
"Iya. Menurutku tempat ini indah."
Dante ikut menatap lurus ke depan. Ekspresinya datar dengan tangan setia berada di saku celananya. Ia sempat menatap gadis di sampingnya dengan ekspresi yang sulit diartikan, namun memutuskan untuk tidak bicara pada gadis itu lagi. Mereka berdiri tak terlalu berjauhan, tapi bagi Zua rasanya canggung sekali.
"Bagaimana pemandangan di sini, indah bukan? Lebih indah dari wajahmu."
Air muka Zua berubah seketika. Tanpa perlu melihat, dia tahu siapa yang datang. Siapa lagi kalau bukan Ganra, laki-laki yang paling suka usil padanya hanya laki-laki itu. Ganra kini berdiri sampingnya, sangat dekat. Bahkan pria itu merangkul bahunya. Zua yang kesal berusaha menjauh, tetapi Ganra tidak membiarkan. Rangkulannya justru makin erat.
Dante yang berdiri di dekat situ hanya menggelengkan kepala, merasa Ganra agak berubah sifatnya akhir-akhir ini. Tapi hanya pada gadis itu. Dante memutuskan menjauh dari mereka. Dia ingin berada di tempat yang lebih tenang, bukan melihat perdebatan kecil pasangan yang tidak lama lagi menikah itu.
Setelah kepergian Dante, Zua langsung terang-terangan menatap lelaki di sampingnya dengan raut kesal. Ganra terkekeh.
"Kenapa menatapku begitu, kau kesal aku bilang pemandangan di sini lebih indah dari wajahmu?"
Zua mencoba menahan diri agar tidak menyerang Ganra. Walaupun mereka berdiri cukup jauh dari yang lain, tetapi kalau dia menyerang Ganra di sini, yang lain pasti akan lihat. Mereka akan bingung dan merasa dia aneh.
Tahan Zua, tahan.
Gumam gadis itu dalam hati.
"Jangan marah-marah, nanti cepat tua." kata Ganra kemudian, pria itu bahkan mencubit pipinya. Percayalah, Ganra sedang merasa gemas pada gadis di sebelahnya ini. Itu sebabnya dia tidak tahan dan mencubit pipi chubby Zua.
Zua memukul tangan Ganra pelan, berusaha melepaskan cubitan di pipinya.
"Jangan cubit-cubit pipi!" Kesalnya. Dia juga malu di lihat yang lain.
Ganra justru tertawa kecil.
"Kenapa? Memangnya pipimu akan hilang kalau aku cubit? Kalau aku makan baru pipimu bisa hilang."
Zua melotot.
"Jangan marah-marah Claire, kan sudah ku bilang nanti cepat tua. Nikmati saja pemandangannya.x
Zua menutup matanya dalam-dalam lalu mendesah pelan. Dasar cowok usil. Tunggu saja, pasti nanti akan dia balas.
Mereka berdua diam sejenak. Zua tidak bicara apa-apa lagi, Ganra juga. Angin dingin berembus pelan, membawa aroma pegunungan yang segar. Zua melirik ke arah Ganra yang tampak serius memandangi pemandangan. Di balik sikapnya yang sering menyebalkan, pria itu memang memiliki sisi lain yang ... entah kenapa membuat Zua merasa hangat bersamanya.
Ah, apa yang kau pikirkan Zua?
Ia cepat-cepat membuang pikirannya jauh-jauh.
"Ganra!"
Suara panggilan Lucky membuat Ganra dan Zua sama-sama menoleh ke laki-laki itu.
"Kau mau berendam air panas, atau berenang di kolam?!"
Ganra tidak langsung menjawab, ia menatap Zua.
"Mau berendam air panas atau berenang?" tanyanya santai. Bola mata Zua membulat lebar.
"Nggak dua-duanya!" sahutnya ketus. Ganra lalu berbisik di telinganya.
"Harus pilih satu."
Zua mendelik tajam ke pria itu. Dasar maksa.
"Gak bisa renang, gak mau, pokoknya gak mau, gak usah maksa. Lagian aku juga gak bawa baju." Zua tetap menolak. Namun semakin gadis itu menolak, semakin Ganra tertantang memaksanya.
"Gampang, pakai bajuku saja. Kau pendek, kaosku bisa jadi gaun di tubuhmu."
Okey, Zua benar-benar tidak tahan lagi ingin menyerang Ganra sekarang juga. Namun lagi-lagi tidak jadi karena laki-laki bernama Lucky itu masih berdiri di depan sana. Haishh, tahu-tahu begini Zua sudah tidak ikut dari awal.
"Apa di tempatmu ada pakaian renang wanita?" tanya Ganra. Dia sudah memutuskan akan berenang, dan Zua akan ikut berenang dengannya.
"Mm, sepertinya ada. Adik perempuanku sering datang ke sini, dia sering berenang di sini. Bentuk badannya juga seperti calon istrimu itu. Nanti akan aku cari. Mungkin saja ada pakaian renang yang masih baru, belum pernah di pakai."
Setelah mengatakan itu, Lucky berbalik pergi.
"Ayo, kau berenang denganku sore ini." Ganra menarik tangan Zua masuk ke vila Lucky.
"Aku nggak mau, kamu tuli?!"
Tolak Zua dongkol.
"Iya, aku tuli." balas Ganra.
Lelaki itu terus menarik Zua mengikutinya. Gadis itu pun pada akhirnya hanya bisa pasrah, karena dia tidak mau bikin drama berdebat dengan Ganra yang pemaksa di depan yang lain.
Hahhh ...
Ganra sialan, pemaksa, jelek, sinting!
Dia hanya bisa memaki dalam hati.