Reno, adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Papanya memiliki jabatan yang tinggi di suatu instansi pemerintah dan mamanya seorang pengacara terkenal, kakanya jebolan sekolah kedinasan yang melahirkan Intel negara. Sementara dia anak tengah yang selalu dibanding-bandingkan dengan kesuksesan sang Kaka, berprofesi sebagai TNI berpangkat Bintara. Tapi Reno adalah anak yang penurut dan paling berbakti pada kedua orangtuanya.
Keinginannya menjadi seorang TNI karena kejadian luar biasa yang mempertemukan dirinya dengan sosok yang sangat dia kagumi, sosok idola yang merubah hidup dan cara pandangnya.
Hingga pada suatu hari takdir mempertemukan Reno dengan Kanaya yang membantu cita-citanya menjadi seorang TNI terwujud.
Kanaya menemani Reno dari nol karena Reno tidak mendapatkan dukungan dari kedua orangtuanya.
Apakah cinta kasih Reno dan Kanaya akan berlanjut ke pelaminan, atau Kanaya hanya dimanfaatkan Reno saja untuk mencapai cita-citanya?
Yuks ikuti kisah Reno di Cinta Bintara Rema
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 : Tidak ada waktu yang tepat untuk melupakanmu
Happy Reading 🔥
Seragam jumpsuit orange sebagai seragam siswa penerbang yang dikenakan Reno menambah kegagahan pemuda tersebut, Sinta menatapnya dengan takjub sosok pria yang sudah mengambil hatinya sejak masa pendidikan di TNI-AL bersama Arga.
"Mas Reno ganteng." pujinya dengan pipi bersemu merah saat Reno mengantarkan titipan Arga.
"Kalau sudah muji gini, ada maunya pasti." goda Reno
"Engga kok, Mas. Tapi kalau mas berpikir gitu, gak apa-apa juga. Ada yang aku mau... " ucapnya malu-malu.
"Apa? Katakan aja Sin, waktu ku gak banyak." Reno melirik Garmin Instinct 2S yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Minggu depan kalian mau main jetski di Seadoo Safari ya? Aku boleh ikut gak, Mas?" tanya Sinta
"Itu acara cowok, dan letting di Dikmaba semua ikut. Kurasa gak ada yang bawa cewek ke sana." ucap Reno
"Boleh ya mas, aku ikut." rengeknya
"Kamu tanya Arga dulu deh, aku gak bisa ambil keputusan, lagian panitia acara itu Arga bukan aku."
"Mas yang ngomong ke Arga, kalau aku, yakin deh dia gak akan kasih izin." siasatnya
"Nanti aku coba ngomong ke Arga. Sudah ya waktuku sudah menipis." pamitnya
"Mas ... " panggil Sinta lalu mendekat
"Apa lagi?" jawab Reno menautkan alisnya sebentar.
Cup ... !! Sinta mengecup pipi kanan Reno, "Hati-hati, penerbangan malam lebih beresiko." ujarnya khawatir.
"Sok tahu kamu, Sin." sanggahnya menutupi keterkejutannya karena dicium Sinta.
Lalu ia bergegas naik motor sportnya menuju Skuadron. Sejenak Reno memikirkan perasaannya saat mendapatkan ciuman dari Sinta tadi, ada perasaan asing yang tumbuh di hatinya, tapi segera ia menepis pemikirannya. "Ingat Ren, dia adik sahabatmu. Gak boleh main hati!" teguran yang ditujukan untuk dirinya sendiri.
Di atas ruang udara Surabaya, di saat senja mulai merayap hadir. Reno yang berperan sebagai co-pilot helikopter bertolak dari skuadron udara 400 Wing 2 Puspenerbal Surabaya, melakukan latih naluri tempur prajurit di langit gelap, ini adalah latihan kesekian kali baginya demi meningkatkan kualifikasi terbang di segala kondisi.
"The sun is going down, Reno!" seru Atasan yang saat ini menjadi instruktur terbang Reno.
"Very beautiful ... " balas Reno sebagai co-pilot
"Sertu Siswa Reno, kamu sudah punya pacar?" tanya Pilot yang berpangkat Mayor
"Ijin, belum Dan!" jawabnya tersenyum tipis.
"Mau aku kenalkan dengan Sertu Dita? Anak pindahan skuadron udara 200." ledek sang Mayor, pertanyaan atasannya hanya dia jawab dengan senyuman.
"Ijin Mayor, saya mendengar!" jawab Serda Dita yang bertugas jaga sebagai ATC
"Senyum artinya mau" ledek rekan kru yang duduk di belakang.
"Masih mau mengejar karier, Dan." sanggah Reno
"Ijin senior Reno, jangan kege-eran. Saya juga belum tentu mau dengan anda!" ketus Serda Dita dari alat penghubung pilot dengan menara penghubung ATC.
"Come on, Chill out ... Serda Dita" balas Reno, pemuda itu sampai menggelengkan kepala dengan respon Dita.
"Ren, ajak Serda Dita ngdate di cafe Sonora biar saling kenal." gurau Agus, kru di belakang.
Reno menjawab dengan menaikan jempol ke atas.
Semenjak dikhianati Kanaya, Reno sangat sulit membuka hati, ia lebih memilih fokus mengejar karier dan jam terbang di udara. Bukan satu dua orang yang berusaha menjodohkan, tapi selalu dia sikapi dengan datar dan membangun tembok tinggi agar tidak ada yang berani mendekatinya.
Percakapan terputus di situ, tidak ada yang berani lagi melanjutkan upaya perjodohan. Mereka fokus pada pelajaran penerbangan yang memakan waktu tiga jam.
Saat pesawat kembali mendarat di lapangan udara, Reno memastikan semua posisi panel berada sesuai dengan SOP. Reno turun dari helikopter dengan menenteng helm dan berjalan ke arah hanggar. Dari kejauhan Reno melihat ada sosok wanita bergaun hijau muda, berambut panjang dengan posisi membelakangi.
"Ren, ada yang cari." ucap seniornya sambil melirik ke arah gadis itu.
"Siapa, bang?!" Reno mengernyitkan dahi.
Siapa yang mencarinya malam begini. Langkah Reno makin mendekat ke arah sosok yang ditunjuk seniornya tadi.
"Permisi, mba cari saya?" sapa Reno, gadis itu berbalik.
"Ren... " sapanya dengan suara pelan
"Kanaya? Ngapain kamu malam-malam ke sini?" tanyanya heran
"Aku nunggu kalian dari siang, di rumah. Tapi papa maupun kamu gak pulang-pulang. Aku inisiatif ke sini." ucapnya dengan wajah sendu
Entahlah, sudah berapa lama kau tak tampak di mataku. Yang pasti, tidak pernah ada waktu yang tepat untuk melupakanmu. Rasa sakit di hati datang lagi, kini tatapan sendumu, Kanaya, tidak akan menggoyahkan hatiku.
Rahang Reno mengeras, menahan ucapan kasar yang rasanya ingin dia lontarkan di depan gadis itu. Reno bersikap tak acuh pada Naya.
Dia berjalan ke arah loker, dan menyimpan barang-barang ke dalam loker, sengaja ia memperlambat pekerjaannya demi tidak ingin berlama-lama bertatapan dengan Kanaya. Tangannya merogoh ponsel yang bergetar di saku celana, tertera panggilan Sinta.
Tidak dia hiraukan kehadiran Kanaya di sana.
"Hallo, iya Sinta." sapanya
"Owh jadi gitu, oke. Besok aku jemput kamu di kampus. Jangan tidur larut ya, selamat malam Sinta ... " ucapnya dengan suara dibuat selembut mungkin, berharap Kanaya mendengar obrolannya.
Tidak sampai di situ Reno mengabaikan Kanaya, dengan posisi membelakangi gadis itu, dia terus membuka chat yang masuk dan membalasnya satu persatu , lalu tertawa sendiri saat membaca obrolan grup lantas larut membalas pesan.
Kanaya mendekati Reno, dia mencubit ujung kaos Reno dan menarik-nariknya pelan, seperti anak kecil yang meminta perhatian. Masih dengan posisi membelakangi Kanaya, Reno memejamkan mata, menahan perasaannya yang berkecamuk, seketika hatinya ingin luluh dengan tingkah Kanaya barusan. Tingkah timid dan malu-malu Kanaya lah yang seringkali membuat Reno merindukan gadis itu.
"Ren ... " panggilnya sambil menarik-narik ujung baju Reno lagi.
"Hem ..." jawab Reno datar
"Apa boleh minta waktu kamu sebentar?" tanyanya takut-takut
"Ini udah malam, aku tugas jaga malam ini. Lebih baik kamu pulang aja." usir Reno
"Besok pagi aku harus pulang ke Jakarta naik kereta jam 8, aku hanya punya kesempatan malam ini." ucapnya penuh harap
"Kamu gak tahu orang lain juga punya urusan, bukan hanya kamu, Naya!" jawabnya dengan nada tinggi.
"Aku tahu, kedatanganku tidak tepat dan mengganggu waktu kamu. Tapi aku butuh bicara sama kamu." suara Kanaya mulai bergetar.
Reno membalik badannya menghadap Kanaya, wajah gadis itu terlihat lebih tirus dari terakhir mereka bertemu, wajah itu semakin sendu dengan genangan air mata yang nyaris tumpah. Hati Reno kembali luluh dan tersentuh.
"Apa yang mau kamu bicarakan." tanyanya dengan suara yang lembut.
Kanaya melirik ke kiri dan kanan, di hanggar itu ada beberapa orang yang menatap ke arah mereka. Reno akhirnya mengerti, Kanaya butuh privasi.
"Ayo masuk!" Reno mengajak Kanaya masuk ke sebuah ruangan kantor.
Reno duduk dengan kaki menyilang dan punggungnya bersandar di sandaran sofa. Kanaya mengambil duduk di depannya.
"Ren, isu mengenai aku bukan anak kandung Papa sudah beredar di Jakarta. Aku merasa terganggu, dan pertunangan ku terancam batal karena isu itu. Aku butuh bantuan papa untuk menjelaskan pada keluarga mas Fajar." to the point Kanaya ke inti pembicaraan.
Reno mencondongkan tubuhnya ke depan dan menatap Kanaya dengan tajam, "Isu? Bukankah kenyataannya seperti itu? Sampai kapan kalian bersembunyi dari kebenaran." sinis Reno
"Aku tahu kamu marah, tapi untuk kali ini saja aku butuh bantuan papa, yakinkan keluarga mas Fajar kalau aku adalah putri papa." pintanya
Reno menjauhkan lagi wajahnya dari Kanaya, menyenderkan punggung ke sofa.
Ada yang Reno sadari, gadis itu datang memohon agar pertunangannya tetap berlangsung. Artinya Kanaya sangat menginginkan hubungan itu, bahkan mungkin sangat mencintai calon suaminya. Sikapnya kembali dingin dan dadanya kian sesak karena luka yang hampir sembuh kini tergores lagi.
"Kalian yang memenjarakan papaku selama satu tahun, sekarang kalian meminta bantuannya. Sudah cukup! Kalian sudah keterlaluan! Kanaya, aku pernah merasakan putus asa memintamu bersaksi untuk pihak papa, tapi kamu malah memihak Kakekmu dan menghalalkan fitnahan kakekmu. Aku rasa sejak saat itu, kamu sudah tidak pantas memanggilnya Papa, kamu bukan darah daging papaku" tegas Reno
Airmata Kanaya akhirnya luruh dan menganak sungai di pipi.
—Langkah yang tertatih ini mengejar asa yang menyisakan fana. Secuil harapan yang dia anggap mudah untuk diwujudkan kini terselubung kelamnya enigma. Harapan Kanaya pupus dengan kata-kata Reno yang menusuk.
"Baiklah Ren, terima kasih atas waktunya." Kanaya berdiri dengan lemah.
Dia berjalan ke arah pintu dan menjauhi Reno yang masih menatap punggungnya.
Dada Reno kembali sesak melihat Kanaya yang pergi dengan deraian airmata dan langkahnya yang ringkih. Dia berdiri lalu mengejar Kanaya yang sudah menjauh.
Reno menarik lengan Kanaya dan memeluk tubuh gadis yang sudah bergetar itu. "Maafkan aku, Naya. Maafkan kata-kata kasar ku barusan." ucapnya lembut sambil mengelus surai panjang Kanaya
Kanaya terisak pilu di dada Reno dengan tubuh bergetar, kakinya terasa lemas tapi dia berusaha tegar, dia tidak ingin Reno tahu kalau dia dalam masalah besar.
Naya mengeratkan pelukannya di pinggang Reno, meremas baju lelaki itu dengan erat, mencari kekuatan, menahan bibirnya agar tidak menumpahkan keluhan. "Aku yang seharusnya meminta maaf, Ren. Karena aku hubungan kita rusak." akuinya dengan suara lemah.
Reno mengecup pucuk kepala Kanaya. Mengangkat dagu gadis itu untuk menatap wajahnya. Wajah putih pucat pasi jadi pemandangannya saat ini. Ada kesedihan yang mendalam dari sorot mata gadis itu, hati Reno terasa diremas melihat kondisi memprihatikan dari Kanaya.
"Jika keputusanmu menikahi lelaki itu, aku akan berusaha membujuk Papa untuk menjadi wali di pernikahanmu. Tapi tidak dengan mengakui hubungan papa dan anak. Belajarlah hidup dalam kejujuran, Naya." Reno menghapus airmata yang semakin berderai dengan deras di pipi Kanaya.
"Kejujuran ini sangat pahit, Ren. Aku tidak sanggup menelannya. Mereka meminta test DNA antara aku dan Papa untuk melanjutkan pernikahan ini, Ren." ujar Naya dengan suara lemah nyaris tidak terdengar.
Reno menautkan alisnya dengan tegas, sorot matanya menelisik manik hitam mata Kanaya, "Kamu tahu itu tidak mungkin dan hasilnya tentu tidak sesuai harapan mereka. Kalau cinta kalian kuat, seharusnya lelaki itu yang membujuk orangtuanya. Bukan kamu yang berjuang sendirian."
Kanaya menundukkan wajahnya dan bersandar di dada Reno, dia takut Reno melihat kegelisahannya. "Aku akan membicarakannya dengan mas Fajar, Ren. Terima kasih untuk waktunya malam ini, maaf aku menganggu ketenangan kamu." Kanaya melerai pelukannya.
"Aku pamit ya, Ren. Sudah larut malam." dia memaksakan tersenyum di depan Reno.
"Kamu naik apa ke sini? Dan akan tidur dimana?" tanya Reno khawatir.
"Aku akan pesan taksi online dan akan menginap di hotel. Jangan khawatir." Kanaya memundurkan langkahnya sebelum akhirnya berbalik menjauhi Reno.
Reno menghela napasnya dengan kasar, di depan gadis itu, kemarahannya seketika lenyap, kekesalannya berganti dengan iba yang tidak habis ia rutuki dalam hati.
"Bang, aku ijin antar saudaraku dulu!" pamit Reno
"Saudara apa calon, Ren. Mesra banget kalian!" ledek seniornya. Beberapa orang yang ada di ruang jaga meledek Reno dengan kata-kata candaan.
Reno mengejar Kanaya yang sudah keluar dari kesatuannya. menggenggam telapak tangan Kanaya yang menggantung di sisi tubuh. Lalu mengajak Kanaya naik ke atas boncengan motor sportnya.
"Biar aku antar sampai rumah. Malam ini kamu tidur di rumah, tidak perlu menginap di hotel. Rumah itu masih terbuka untukmu, Naya." ucap Reno dengan lembut.
Nada menyandarkan kepalanya yang semakin penat di punggung Reno dan memeluk pinggang Reno dengan erat untuk yang terakhir kalinya.
...☘️☘️☘️☘️☘️...
B e r s a m b u n g ...
Gaess... Author tidak minta angpau lebaran, cukup like, komen dan votenya😅😍. Terima kasih 🫰🩷🩷