Kisah ini mengisahkan tentang seorang gadis lugu dan seorang pilot playboy yang saling jatuh cinta. Pertemuan pertama mereka terjadi di dalam pesawat, ketika sang pilot memenuhi permintaan sepupunya untuk mengajak seorang gadis lugu, ke kokpit pesawat dan menunjukkan betapa indahnya dunia dari ketinggian, serta meyakinkannya untuk tidak merasa cemas. Tanpa diduga, pertemuan ini justru menjadi awal dari kisah mereka yang dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RUDW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dihantar Xander
---
Setelah menikmati makan malam, mereka masih sempat berbincang sebentar. Namun, karena waktu sudah hampir menunjukkan pukul sembilan malam, mereka pun memutuskan untuk pulang.
"Kau akan pulang sendiri?" tanya Jonathan pada Clarissa. Dia tidak bisa mengantar gadis itu pulang karena masih ada urusan dengan Claire di tempat lain.
"Clarissa akan pulang bersama kami," jawab Emily cepat, bahkan sebelum Clarissa sempat membuka suara.
Jonathan mengangguk lega. "Baiklah, Aunty. Aku dan Claire pamit duluan," ucapnya.
Setelah berpamitan, Jonathan sempat menghampiri Xander dan berbisik dengan nada penuh peringatan.
"Ingat, kalau kau hanya main-main, jangan dengan Clarissa. Dia gadis baik-baik," ucapnya serius.
Xander menaikkan sebelah alis, lalu menatap sepupunya dengan santai. "Memangnya aku sudah melakukan apa?" tanyanya ringan.
"Ck, aku tahu isi kepalamu," desak Jonathan.
Xander hanya mengangkat bahu, seolah tidak membenarkan atau membantah ucapan sepupunya. Setelah itu, Claire dan Jonathan benar-benar pergi.
"Kami pulang duluan, ya. Clarissa, sampaikan salamku untuk Mirabella," ujar Claire sebelum pergi.
Clarissa mengangguk. "Baik, Kak. Hati-hati di jalan."
Tak lama setelah mereka pergi, yang lain pun bersiap pulang. Dengan semangat, Emily meminta Clarissa duduk di depan, menemani Xander yang menyetir. Mau tidak mau, gadis itu menerima. Lagipula, rasanya tidak pantas membiarkan Mommy Emily duduk terpisah dari Daddy Viktor.
Perjalanan mereka tidak memakan waktu lama, tetapi Clarissa terkejut saat menyadari Xander mengantar kedua orang tuanya terlebih dahulu ke mansion. Itu berarti setelah ini, dia akan berdua saja dengan pria itu di dalam mobil—untuk pertama kalinya. Jantungnya berdegup lebih kencang.
"Sayang, Mommy dan Daddy Viktor turun duluan, ya. Hati-hati di jalan," ujar Emily lembut saat keluar dari mobil.
"Iya, Tante. Terima kasih banyak untuk traktirannya malam ini. Lain kali, aku yang akan mengajak Tante makan," jawab Clarissa tulus, tersenyum penuh rasa terima kasih.
"Tante tunggu, ya," sahut Emily bercanda.
"Oh iya, kapan-kapan mainlah ke rumah Tante," lanjutnya.
Clarissa sedikit ragu, tetapi akhirnya tersenyum dan mengangguk pelan.
Sebelum benar-benar masuk ke rumah, Emily menatap putranya dengan tatapan tajam. "Xander, antar calon menantu Mommy dengan selamat. Awas saja kalau sampai ada lecet!" ancamnya, membuat Clarissa meringis malu, sementara Viktor hanya bisa menggeleng pelan melihat istrinya yang begitu bersemangat.
Xander tersenyum miring. "Ya... ya... aku jamin calon menantu Mommy akan tiba dengan selamat," sahutnya, entah bermaksud serius atau hanya menggoda.
Clarissa menoleh, dan sejenak mata mereka bertemu. Xander menatapnya dengan senyum lembut, membuatnya cepat-cepat mengalihkan pandangan.
Emily kembali memperingatkan, "Jangan macam-macam dengan calon menantu Mommy!"
Viktor akhirnya angkat bicara. "Sayang, kalau kau terus bicara, kapan mereka akan pergi? Ini sudah hampir jam sepuluh malam. Kasihan, besok mereka masih bekerja."
Emily terdiam sejenak, lalu menghela napas, meski tampak enggan berpisah dengan Clarissa.
Entah kenapa, ia begitu mudah menyukai gadis itu, padahal Clarissa tidak melakukan apa pun yang menarik perhatiannya.
Setelah berpamitan, Xander dan Clarissa melanjutkan perjalanan menuju mess. Suasana di dalam mobil terasa hening. Clarissa duduk kaku, sementara Xander beberapa kali melirik ke arah gadis di sampingnya.
Saat melihat clasrissa menguap beberapa kali, Xander tersenyum tipis.
"Kamu mengantuk?" tanyanya lembut.
Clarissa mengangguk pelan.
"Tidurlah. Aku akan membangunkanmu saat kita sampai," ucapnya dengan suara tenang.
Clarissa menatapnya ragu, tampak waspada.
"Kamu takut padaku?" tanya Xander lagi, kali ini dengan nada sedikit menggoda.
Tanpa sadar, Clarissa mengangguk, membuat pria itu tertawa kecil.
"Apakah wajahku terlihat seperti penjahat?" tanyanya pura-pura serius.
Clarissa tersadar, lalu tersenyum canggung. "Maaf, Kak. Aku tidak bermaksud..."
"It's okay," sahut Xander santai. "Bagus kalau kamu waspada terhadap orang baru."
Tiba-tiba, Xander mengusap lembut kepala Clarissa.
"Tidurlah. Kamu aman bersamaku. Promise," katanya menenangkan.
Entah mengapa, kata-kata itu membuat hati Clarissa terasa hangat. Perlahan, ia tersenyum tulus sebelum akhirnya terlelap.
Xander menatap wajahnya dalam diam. Untung saja mereka sedang berhenti di lampu merah, jadi ia bisa leluasa mengamati gadis itu lebih lama.
"Kenapa wajahmu selalu mengusik pikiranku akhir-akhir ini?" gumamnya pelan.
Tatapannya turun ke bibir Clarissa yang siang tadi sempat ia kecup sekilas. Xander tersenyum tipis saat mengingatnya.
Entah kenapa, ia ingin mengulanginya—tapi kali ini lebih lama. Bibir ranum itu terlihat begitu menggoda.
Tiba-tiba, suara klakson dari mobil di belakang menyadarkannya.
"Sial," batinnya, lalu segera melajukan mobil.
Setengah jam kemudian, mereka akhirnya tiba di mess. Clarissa tertidur begitu lelap hingga Xander ragu untuk membangunkannya. Ia pun memanfaatkan kesempatan itu untuk menatap wajah manis Clarissa lebih lama.
Jantungnya berdebar tak karuan.
"Aku pasti sudah gila," gumamnya, masih menatap gadis itu.
Kelopak mata Clarissa mulai bergerak, pertanda ia akan bangun. Xander langsung berpaling, takut ketahuan.
"Kak, kita sudah sampai?" suara Clarissa terdengar pelan.
"Emm... ya," jawab Xander singkat.
"Kenapa tidak membangunkanku?" tanyanya heran.
"Tidurmu nyenyak. Baru saja aku ingin membangunkanmu, tapi kau sudah bangun lebih dulu," dalih Xander.
Clarissa mengangguk paham. "Baiklah, kalau begitu aku turun. Terima kasih sudah mengantarku, Kak," ucapnya tulus. Sejenak, mata mereka bertemu, saling menatap satu sama lain.
"Sama-sama," balas Xander. Ada perasaan enggan saat melihat Clarissa turun dari mobilnya.
"Tunggu," cegahnya tiba-tiba.
Clarissa menoleh dengan ekspresi bingung.
"Akhir pekan ini, kau ada waktu?" tanyanya tanpa pikir panjang.
Clarissa tidak langsung menjawab, tampak mengingat jadwalnya. Perlahan, ia menggeleng.
Xander tersenyum puas. "Baiklah, sampai ketemu hari Sabtu."
"Maksudnya?" tanya Clarissa bingung.
"Aku libur. Tidak ada salahnya jika kita jalan-jalan keliling kota. Anggap saja aku dengan sukarela menjadi tour guide-mu," jelas Xander santai.
Clarissa menatapnya tak percaya. Kenapa pria ini tiba-tiba bersikap seolah mereka sudah begitu dekat?
"Tidak perlu, Kak. Aku yakin meskipun libur, Kakak pasti punya banyak kesibukan lain," tolaknya halus.
"Sayangnya, aku tidak menerima penolakan," jawab Xander enteng.
Clarissa mencibir. "Menyebalkan," gerutunya pelan.
Xander justru tertawa.
"Masuklah, sudah larut malam," pintanya lembut.
Clarissa menunggu mobil Xander pergi, tetapi pria itu justru menurunkan jendela dan berteriak, "Jangan lupa, baby! Kita ketemu Sabtu ini!"
Clarissa melongo tak percaya hingga Xander tergelak dan melajukan mobilnya, meninggalkan Clarissa yang masih bengong memikirkan apa yang terjadi barusan. Xander Sungguh gila memanggilnya baby.
Sementara itu, dalam perjalanan pulang, Xander masih tertawa kecil, mengingat ekspresi sebal gadis itu.
"Oh Tuhan, dia manis sekali," gumamnya.