NovelToon NovelToon
Antara Takdir Dan Pilihan

Antara Takdir Dan Pilihan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Konflik etika
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: syah_naz

"Tolong maafkan aku waktu itu. Aku nggak tahu bakal kayak gini jadinya," ucap Haifa dengan suara pelan, takut menghadapi tatapan tajam Nathan. Matanya menunduk, tak sanggup menatap wajah pemuda di depannya.

Nathan bersandar dengan tatapan tajam yang menusuk. "Kenapa lo besoknya nggak jenguk gue? Gue sakit, dan lo nggak ada jenguk sama sekali setelah hari itu," ucapnya dingin, membuat Haifa semakin gugup.

Haifa menelan ludah, tangannya meremas ujung pasmina cokelat yang dikenakannya. "Plis maafkan aku... aku waktu itu lagi di luar kota. Aku beneran mau jenguk kamu ke rumah sakit setelah itu, tapi... kamunya udah nggak ada di sana," jawabnya dengan suara gemetar, penuh rasa bersalah.

mau kisah selengkapnya? ayo buruan bacaa!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ujian perasaan Haifa

Malam menjelang. Suasana villa terasa sunyi, hanya suara langkah lembut Ummi Shofiah yang terdengar di depan pintu kamar Haifa.

“Haifa... Ummi buka pintunya, ya, Nak?” suara lembut Ummi Shofiah memecah keheningan.

“Hm,” gumam Haifa malas, nyaris tak terdengar.

"Ummi, biar aku saja. Sekalian aku bicara dengan Haifa,” suara Gus Zayn terdengar pelan namun tegas.

“Baiklah, Nak. Tolong bujuk dia makan dan minum obat, ya. Ummi khawatir penyakitnya kambuh lagi,” ujar Ummi Shofiah dengan nada cemas.

“InsyaAllah, Mi. Ummi jangan khawatir, ya,” jawab Gus Zayn, mengambil nampan dari tangan Ummi Shofiah.

Gus Zayn melangkah pelan menuju kamar Haifa, lalu mengetuk pintu dengan lembut.

Tok... tok... tok...

“Haifa, aku masuk, ya,” ucapnya pelan, tak ingin membuat Haifa terganggu.

Pintu terbuka, dan Gus Zayn masuk sambil membawa nampan berisi bubur dan segelas air. Ia mendekat ke tempat tidur Haifa, menatap gadis itu yang masih terbaring dengan wajah muram.

“Makan dulu, Haifa. Setelah itu minum obat,” ucapnya sambil duduk di tepi tempat tidur.

“Taruh aja di situ,” jawab Haifa ketus tanpa menoleh.

“Masih marah?” Gus Zayn bertanya lembut, meski senyum kecil tersungging di wajahnya.

“Enggak,” jawab Haifa singkat, memalingkan wajah.

“Kalau enggak marah, kenapa cemberut terus dari tadi?” Gus Zayn terkekeh kecil, berusaha mencairkan suasana.

“Siapa yang cemberut?” balas Haifa, tetap menolak menatap gus zayn.

“Itu cemberut, kok. Kalau enggak cemberut, sini makan. Aku suapin,” ucap Gus Zayn sambil menyendok bubur.

Haifa hanya mendengus pelan. “Sok akrab banget orang ini,” gumamnya dalam hati, tetapi tidak menolak ketika Gus Zayn menyodorkan sendok berisi bubur ke arahnya.

“Duh, jadi kakak itu ternyata susah juga, ya. Apalagi baru tahu punya adik pas dia udah gede gini,,mana cantik lagi” gumam Gus Zayn lirih didalam hati.

Gadis itu akhirnya menatapnya, meski masih dengan ekspresi dingin. “Kenapa enggak ada yang bilang dari dulu?” tanyanya pelan, nadanya lebih lembut meski masih terdengar kekecewaan.

“Aku juga baru tahu sebulan lalu, Haifa. Aku kaget sama kayak kamu. Tapi, ya... ini takdir. Kita jalani saja, ya?” jawab Gus Zayn, sorot matanya tulus.

Haifa terdiam, hatinya mulai luluh mendengar penjelasan Gus Zayn. Sebelum ia sempat menjawab, Ummi Shofiah masuk ke kamar, tersenyum melihat mereka.

“Haifa, apa yang Zayn bilang itu benar. Mulai sekarang, panggil dia Kak Zayn, ya. Biar kalian terbiasa,” ucap Ummi Shofiah lembut.

Haifa hanya mendesah pelan. “Hmmm... iya,” jawabnya akhirnya, menyerah pada keadaan.

“Alhamdulillah. Nah, sekarang makan, ya. Kak Zayn sudah capek-capek nyuapin, lho,” Ummi terkekeh kecil, mencoba mencairkan suasana.

Gus Zayn menyodorkan sendok lagi. “Ayo, buka mulutnya. Aa...,” ucapnya sambil tersenyum hangat.

Haifa menatapnya sejenak, masih dengan wajah masam. Namun, kali ini ia menurut, membuka mulutnya perlahan.

Di balik sikap ketusnya, ada rasa hangat yang mulai muncul di hatinya. Meski sulit diterima, ia tahu ada kasih tulus dari sosok yang baru saja ia panggil “Kakak”.

......................

Malam semakin larut, dan suasana villa terasa sunyi. Haifa berbaring di tempat tidur, tetapi matanya tetap terbuka. Pikirannya kacau, hatinya terasa berat. la memeluk bantal, lalu membenamkan wajahnya di sana, menahan air mata yang tak mampu lagi dibendung.

"Ya Allah... bodohnya aku," bisiknya, suaranya bergetar. "Kenapa aku bisa begini? Kenapa aku malah menyukai kakakku sendiri?"

la menarik napas panjang, tetapi isak tangisnya tetap pecah. "Dulu aku begitu mengaguminya, berharap bisa lebih dekat dengannya. Tapi ternyata... dia adalah kakak sepersusuanku. Kakakku sendiri."

Rasa sesak menghimpit dadanya, dan ia memejamkan mata, mencoba melawan kenyataan yang tak bisa diubahnya.

Sementara itu, di balkon, Gus Zayn berdiri sendirian. Udara malam yang sejuk tak mampu meredakan gejolak di hatinya.

Ia memandangi hamparan pepohonan di sekitar villa, mencoba menemukan ketenangan, tetapi hanya ada kekosongan yang terasa.

"Lucu banget takdir ini," gumamnya pelan, suaranya penuh kepahitan. la terkekeh kecil, tetapi bukan karena bahagia. "Aku malah suka sama adikku sendiri. Haifa... gadis yang selama ini aku kagumi, yang pernah aku pikirkan untuk kulamar."

Gus Zayn menghela napas panjang, tangannya meremas pagar balkon. "Tapi aku harus menerima ini. Aku harus menjadi kakak yang benar-benar tulus. Seorang kakak... tanpa ada perasaan cinta untuk memiliki." Suaranya bergetar, menahan perasaan yang terus mendesak keluar.

la mendongak ke langit, menatap bintang-bintang yang bertaburan. "Ya Allah, rencanaku untuk melamarnya telah hancur. Tapi aku tahu... rencana-Mu jauh lebih indah. Aku hanya perlu belajar ikhlas. Bantulah aku, ya Rabb," doanya lirih.

Langkah kaki lembut terdengar dari arah belakang. Gus Zayn segera menyeka sudut matanya dan berbalik. Di sana, Ummi Shofiah berdiri, membawa kehangatan yang selalu ia bawa.

"Zayn? Belum tidur juga, Nak?" suara lembut Ummi memecah keheningan.

Gus Zayn tersenyum tipis, meski matanya sedikit merah. "Belum, Mi. Lagi menikmati udara malam," jawabnya sopan.

Ummi Shofiah mendekat, menepuk lembut bahu gus zayn.

"Kamu terlalu memikirkan Haifa, ya? Jangan khawatir, Nak. Dia hanya butuh waktu untuk menerima semuanya. Kamu lihat sendiri tadi, kan? Dia mau membuka mulut waktu kamu suapi. Itu tanda dia mulai menerima kehadiranmu sebagai kakaknya."

Gus Zayn terdiam, lalu mengangguk perlahan. "Iya, Ummi. Zayn akan jagain Haifa. Zayn akan menyayanginya seperti adik-adik Zayn yang lain. Zayn janji," ucapnya mantap, meski suaranya mengandung luka yang dalam.

Ummi Shofiah tersenyum lembut. "Kamu anak yang kuat, Zayn. InsyaAllah, Allah akan memberikan kekuatan lebih untuk kamu menghadapi haifa, zayn."

"Iya, Mi. InsyaAllah," jawab Gus Zayn, kali ini dengan senyum yang lebih tulus.

Saat Ummi Shofiah meninggalkan balkon, Gus Zayn kembali memandang ke arah langit. "Haifa... aku berjanji akan melindungimu, seperti kakak seharusnya. Semoga Allah menghapus perasaan ini dan menggantinya dengan rasa sayang yang lebih suci."

Dan malam itu, di tengah rasa sakit dan doa yang menggema di hati masing-masing, takdir sedang menulis kisah mereka dengan cara yang tak pernah mereka bayangkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!