Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman
Kring ... Kring ... Kring ...
Bel tanda pulang Sekolah sudah tiba. Ellia dan teman-temannya yang lain segera berkemas untuk pulang. Seperti sebelumnya teman-teman Ellia akan turun di beberapa halte yang berbeda sebelum haltenya. Dan dia akan menjadi yang terakhir turun. Bedanya sekarang ia sadar bahwa ia tak lagi sendiri. Karena, ada satu anak laki-laki menyebalkan bernama Ares yang akan terus mengikutinya.
Sebelumnya Ellia tak menerima ajakan berteman Ares. Karena, ia teringat perkataan paman Yunus untuk menjauh dari anak itu. Namun ternyata, Ares cukup keras kepala. Sudah seharian ini ia mengikuti Ellia untuk meminta maaf dan mengajaknya berteman. Sampai-sampai muncul rumor aneh kalau ia dan Ares memiliki hubungan. Ellia sangat lelah memberikan klarifikasi pada teman-temannya dan penganggum Ares.
"Bisakah kamu berhenti menggagguku?!" Seru Ellia yang sudah dibatas kesabarannya.
"Aku hanya ingin mengajakmu berteman. Kalau kamu memang sudah memaafkanku, bukannya tidak masalah kita untuk berteman? Tapi, kenapa kamu terus menghindariku?"
"Yah, karna sikapmu inilah yang membuatku tak menyukainya. Kamu hanya memikirkan dirimu sendiri tanpa memikirkan kondisi orang lain." jawab Ellia menjelaskan.
"Maafkan aku, aku tak terbiasa benar-benar memulai mengajak orang lain untuk berteman. Karena, merekalah yang akan pertama mengajak. Maafkan aku, bukan maksudku untuk memaksamu. Aku sungguh hanya ingin berteman denganmu. Orang yang bukan hanya melihat penampilanku." Pinta Ares.
Ellia terdiam beberapa saat seperti menimbang-nimbang apa yang harus ia lakukan. Hari ini ia baru tahu kalau Ares memang terkenal anak yang mudah bergaul dan banyak yang ingin berteman dengannya. Namun, kenapa anak yang seperti itu malah berusaha dengan keras untuk minta berteman dengannya? Yah, mungkin memang yang mendekatinya selama ini bukan murni ingin berteman maka dari itu, ia bersikap seperti ini.
"Sebelum itu, aku ingin meluruskan suatu hal denganmu. Aku bukan bagian keluarga Adhitama. Aku hanyalah anak yang diadopsi oleh tukang kebun di keluarga itu. Aku takut kamu salah paham dan ingin berteman denganku karena hal itu."
"Aku sudah tau kok. Aku sama sekali gak salah paham tentang hal itu. Karena, tidak mungkin keluarga Adhitama bersekolah di sekolah biasa lalu naik kendaraan umum pula. Aku mengajakmu berteman bukan karena hal itu kok." Jawab Ares meyakinkan.
Benar, apa yang dikatakan Ares. Ia memang meminta berteman dengan Ellia bukan karena salah paham kalau gadis itu dari keluarga Adhitama. Ia benar-benar ingin mengajak Ellia berteman, karena inilah pertama kali ada orang yang tak mengenalnya. Pun, sebelum mengenal terlalu dekatpun Ellia juga tak terpengaruh dengan penampilannya. Ares merasa kalau ia bisa berteman dengan Ellia, maka ia akan bisa menjadi dirinya sendiri. Bukan menyesuaikan standart dari orang-orang yang mengangguminya.
Elliia kembali terdiam dan seperti menimbang-nimbang apa yang harus ia pilih. Sebenernya, dia ingin kehidupan sekolahnya berjalan lancar saja. Tanpa drama apapun yang melibatkan dirinya. Ia tahu kalau ia berteman dengan Ares, mungkin kesehariannya akan sedikit berubah. Namun, ia juga merasa kalau niat Ares memang tulus padanya. Ellia jadi dilema.
"Akan aku pikirkan." Putus Ellia akhirnya. Ia perlu mempertimbangkannya dulu.
"Baiklah."
...
Beberapa hari kemudian.
"Pagi semuanya ..." Sapa Ares dengan semangat. Ia menyapa teman-teman di kelas sebelah. Baru setelahnya ia berjalan ke salah satu bangku. Di sanalah Ellia berada.
"Hallo, pagi. Nih, aku belikan sedikit camilan untuk kalian." Ucap Ares pada Ellia dan beberapa teman yang duduk di sekitarnya.
"Kamu bener-bener boros. Tiap hari membeli camilan seperti ini. Uang sakumu sepertinya sangat banyak." Kata Ellia melihat beberapa bungkus camilan tergelatak di atas meja.
"Tidak ada kata perhitungan untuk teman tau." Jawab Ares santai dan diangguki oleh teman-teman Ellia yang lain.
Yah, Ellia sudah memutuskan untuk memberi Ares kesempatan. Ia mengatakan pada Ares yah jalani aja keseharian seperti teman pada umumnya, tanpa di buat-buat. Dan sekarang mereka semua bisa berteman dengan alami dan nyaman. Bahkan, bukan hanya dengan Ellia saja. Tapi, dengan beberapa teman lainnya.
Ares mengikuti saran dari Ellia untuk tetap menjadi dirinya sendiri dan jangan menyesuiakan diri dengan standart orang lain. Karena, bagaimanapun kita ingin menyesuaikan dengan keinginan orang lain. pasti, masih ada beberapa orang yang tak suka. Mending menjadi diri sendiri dan dapatkan teman yang memang menyukai dirimu sendiri.
Dan semenjak itu, Ares merasa bahwa orang-orang disekitarnya saat ini adalah orang yang benar-benar menerimanya bagaimanapun kepribadiannya. Bahkan, tak segan mereka juga akan menegur jika ia melakukan sesuatu yang kurang pantas. Menurut Ares semua ini karena Ellia.
"Akhir pekan ini kalian ada acara apa teman-teman?* Tanya Ares pada teman-temannya.
Ada beberapa yang menjawab sudah ada acara keluarga, ada juga yang hanya di rumah. Ares menantikan jawaban dari Ellia, karena gadis itu masih belum memberikan jawaban apapun.
"Kalau kamu bagaimana El?" Tanya Ares penasaran.
"Seperti biasa. Gak ada yang spesial. Hanya belajar mandiri di rumah dan membantu pamanku saja." Jawab Ellia santai.
Memang benar adanya saat akhir pekan banyak waktu Ellia akan dihabiskan untuk membantu paman Yunus, belajar di rumah, bermain dengan kakak-kakak pelayan atau menjelajah hutan sekitar rumahnya.
"Apa kalian tak ingin kita coba keluar dan bermain bersama? Menonton bioskop atau nongkrong di cafe atau mall mungkin?" Tanya Ares mengusulkan.
Beberapa teman menyambut positif usulan itu. Namun, itu tak termasuk Ellia. Ia gak ada kepikiran untuk bermain-main di luar. Karena, ia tahu hal-hal yang memang kebanyakan remaja lakukan itu pasti membutuhkan biaya. Ia tak mau lebih merepotkan paman Yunus lagi. Maka dari itu lebih baik waktu di akhir pekannya, ia habiskan di rumah saja.
"Gimana El? Kamu mau ikut?" Tanya Ares berharap.
"Maaf aku gak bisa. Kalian saja yang pergi, nanti ceritakan padaku ya apa saja yang kalian lakukan." Jawab Ellia dengan senyum ramah.
Ada beberapa yang tetap berusaha mengajak Ellia, namun tentu saja hal itu tak merubah pendiriannya. Akhirnya, teman-teman Ellia bisa memakhlumi keadaan Ellia. Kurang lebih teman-teman Ellia sudah tau bagaimana kondisi Ellia, jadi mereka tak bisa memaksa. Begitupun juga dengan Ares, walaupun ia merasa sedikit kecewa. Karena, ia yakin pasti akan lebih menyenangkan jika Ellia ikut.
...
Sore harinya, sewaktu berjalan pulang bersama. Ares kembali membuka obrolan untuk bermain bersama dengan Ellia.
"El, kalo seumpama aku main ke rumahmu saat akhir pekan apakah boleh? Aku gak perlu lewat kediaman utama keluarga Adhitama kok. Aku bisa lewat jalan setapak yang di hutan bersamamu saja. Bolehkah?" Tanya Ares berharap.
"Ehm, aku gak tau Res boleh atau tidaknya. Karena belum ada kejadian seperti itu sebelum ini." Jawab Ellia menerawang.
"Coba tanyakan pada pamanmu dong. Barangkali boleh. Aku benar-benar ingin sesekali bermain denganmu saat akhir pekan." Pinta Ares sungguh-sungguh.
"Haha. Kenapa sih? Kita uda ketemu tiap hari di sekolah. Kenapa akhir pekan juga kamu ingin bermain denganku?"
"Yah, hanya ingin saja. Aku rasa akan menyenangkan." Jawab Ares sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Baiklah, akan aku coba tanya ke paman Yunus. Tapi, aku gak janji ya. Karena, rumah itu dan lingkungannya bukan milikku atau paman Yunus. Kamu paham maksudku kan?" Ellia kembali mengingatkan kondisinya pada Ares, kalau-kalau ia lupa.
"Oke. Kalau memang setelah kamu tanyakan tidak boleh, maka aku tidak akan memaksa." Jawab Ares dengan senyum lebar.
.
.
.
Bersambung ...