Siapa sangka putri tertua perdana menteri yang sangat disayang dan dimanja oleh perdana menteri malah membuat aib bagi keluarga Bai.
Bai Yu Jie, gadis manja yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri atas perbuatan yang tidak dia lakukan. Dalam keadaan kritis, Yu Jie menyimpan dendam.
"Aku akan membalas semua perbuatan kalian. Sabarlah untuk menunggu pembalasanku, ibu dan adikku tersayang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Di kediaman Bai, Fang Yin dan Ji Heng sibuk mengatur strategi. Sedangkan di kediaman Lin terdengar tawa riuh rendah kelima wanita berbeda generasi.
"Aku ingin menyampaikan sesuatu," ucap Fang Li.
"Apa itu kak?" tanya Fang Ling penasaran.
Selalu gadis itu yang melontarkan pertanyaan karena penasaran.
"Pengawal utusan keluarga Bai telah tiba," jawab Fang Li santai.
"Bukannya beberapa hari lagi?" tanya Lian.
"Pengawal yang lama terluka," jawab Fang Li singkat.
"Wah! Kakak, kau sangat hebat!" seru Fang Ling dan Yu Jie bersamaan.
"Kau pasti mengerjainya," ucap Lian.
"Salah dia sendiri yang tidak lihai menyelamatkan diri," balas Fang Li sambil tersenyum senang.
"Aku harap racun itu berhasil," ucap Yu Jie.
"Racun apa, kak?" tanya Fang Ling penasaran.
"Racun agar pengawal itu lumpuh untuk sementara. Hanya dia yang pernah melihat wajah kita," jawab Yu Jie.
"Oh, maksud kakak, kita akan menyamar!" seru Fang Ling senang.
"Untuk berjaga-jaga saja. Tidak seru jika kita memperkenalkan diri di awal," ucap Yu Jie.
"Kakak sangat hebat. Selalu memikirkan segalanya," ucap Fang Ling kegirangan.
Yu Jie tersenyum lalu berkata, "Kalau begitu kita berangkat tiga hari lagi."
"Adik, mengapa tiga hari lagi kita berangkat? Bukankah besok sudah bisa berangkat?" tanya Fang Li.
"Ada beberapa hal yang harus aku persiapkan. Untuk sementara usahakan jangan bertemu dengan pengawal baru itu!" perintah Yu Jie.
"Adik ketiga benar. Kita terlewat satu pengawal Bai yang sudah melihat wajah kita," ujar Fang Li.
"Kita juga tidak tahu akan ada utusan dari keluarga Bai," timpal Lian yang sedari tadi menyimak pembicaraan keempat putrinya.
"Kakak-kakak, aku cukup sadar diri atas tingkahku yang seperti cacing kepanasan. Jadi, sebaiknya aku berdiam diri di kamarku saja," ucap Fang Ling yakin.
Fang Hua yang duduk di samping adik bungsunya itu langsung menjentik kening Fang Ling.
"Aduh, kakak! Sakit!" teriak Fang Ling.
"Itu memang keinginanmu berdiam diri di dalam kamar agar bisa bermalas-malasan," ucap Fang Hua.
"Kakak, tentu saja tidak begitu. Ada hal yang aku kerjakan juga," bela Fang Ling.
"Mmm, meniru karya siapa lagi?" goda Fang Li.
"Eh, tidak, tidak! Kakak, meski aku memiliki keahlian meniru, tapi aku juga bisa membuat karyaku sendiri," bela Fang Ling.
"Tapi kau lebih suka meniru kan?" desak Yu Jie.
Fang Ling menunduk lalu memainkan kedua hari telunjuknya, "Itu karena aku tidak memiliki ide. Jadi, daripada waktuku terbuang sia-sia lebih baik aku meniru."
Yu Jie geleng kepala melihat tingkah adik bungsunya itu. Padahal umurnya berbeda tiga tahun, tapi tingkah Fang Ling seperti anak remaja yang berusia dua belas tahun.
"Kau memang paling pandai menjawab," timpal Fang Hua.
"Ibu," rengek Fang Ling berusaha meminta bantuan ibunya.
"Sudah, sudah. Jangan ribut lagi!" Lian menengahi.
"Jie'er, selanjutnya bagaimana?" tanya Lian.
"Aku akan membuat sesuatu untuk menyamarkan wajah kita. Begitu pula dengan Li Jing," jawab Yu Jie.
"Bukannya mereka tidak mengenal Li Jing?" tanya Fang Li penasaran.
"Meski mereka tidak mengenal Li Jing, kita juga harus waspada. Sebenarnya kita tidak memiliki masalah dengan keluarga Bai asli, tapi dengan selir Huang dan putrinya. Aku tidak ingin identitas asli kita terungkap sebelum harta mendiang ibuku kembali ke tanganku," jelas Yu Jie.
"Adik, aku pikir kau sudah tidak menaruh dendam lagi pada mereka," ucap Fang Hua.
"Kakak kedua, ini bukan dendam. Aku hanya mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku. Bukankah nama keluarga Bai bisa sebesar ini karena bantuan dari ibuku yang berlatar belakang keluarga Wang. Benar begitu kan, ibu?"
Lian mengangguk, "Benar. Keluarga Bai dulunya tidak memiliki apa-apa. Berkat mendiang nyonya yang membantunya, jadilah keluarga Bai yang besar, tapi sayang."
Lin Lian menghela napas kecewa. Raut wajahnya menyiratkan kesedihan dan kekecewaan, "Mereka bagaikan kacang yang lupa kulit."
"Sekarang aku mengerti. Adik sudah tidak memperdulikan masalah yang lalu, tapi mengambil kembali hak itu berbeda dengan balas dendam," ucap Fang Hua.
Yu Jie tersenyum, "Aku hanya meminjamkan mereka sementara saja."
"Aku tidak bisa bayangkan bagaimana raut wajah mereka saat tidak memiliki apapun," timpal Fang Ling.
"Sudahlah, jangan bahas hal yang membuat hati panas. Nanti wajah kalian menjadi kusam," goda Lian.
"Eh, aku tidak mau ibu! Susah payah kakak ketiga memberi perawatan kecantikan padaku dan kedua kakak, aku tidak mau hati yang jahat membuat wajahku kusam seperti dulu," tolak Fang Ling.
"Maka dari itu, jauhkan hati kalian dari perasaan buruk," ucap Lian sambil melirik Fang Hua.
Fang Hua tersenyum sambil mengangguk tanda mengerti. Benar kata adik bungsunya. Adik ketiga sudah susah payah merawat mereka hingga kulit mereka yang dulunya kusam menjadi bening dan terawat. Wajah mereka juga bertambah cantik. Tak kalah dengan anak-anak bangsawan lain. Malah kecantikan mereka melebihi anak-anak bangsawan lain.
Santai sore dengan diskusi ringan berakhir dengan kesibukan mereka masing-masing. Kelima wanita berbeda generasi itu sibuk mengurus perbekalan mereka selama perjalanan dan tinggal di kediaman Bai nantinya.
Meski memiliki pelayan, mereka tetap mengerjakan sendiri. Ibu mereka tidak ingin memiliki banyak pelayan. Cukup dua orang saja yang khusus melayani mereka.
Walaupun hidup mereka jauh lebih baik dari yang dulu, tapi mereka tidak mau terlena oleh kemewahan yang ada.
Tibalah di hari keberangkatan mereka. Sebelum bertemu dengan pengawal itu, mereka berlima saling tatap dan tertawa terbahak-bahak.
Yu Jie menambah kan sedikit hiasan pada wajah mereka masing-masing. Yu Jie menggambar tanda lahir bulat hitam di pipi kiri Fang Ling, Fang Hua memiliki beberapa tahi lalat di wajahnya, Fang Li memiliki goresan luka di pipi kanannya, dan Yu Jie sendiri memiliki luka kering hingga kulit wajahnya tampak tidak rata.
"Sudah, sudah! Ibu sudah tidak tahan lagi," Lian mencoba menghentikan tawa keempat putrinya.
Lian sampai memegang perut akibat tertawa cukup lama melihat wajah keempat putrinya yang sulit untuk dikenali.
"Bagaimana?" tanya Yu Jie.
"Kakak, kau benar-benar hebat! Adik, ternyata kau juga memiliki bakat seni!" seru Fang Ling dan Fang Li bersamaan.
Sedangkan Fang Hua belum bisa bersuara karena berusaha menahan tawa. Setelah beberapa saat barulah gadis cantik itu bersuara.
"Aku pikir kita akan mengenakan cadar. Tak tahunya kau malah menambah ornamen di wajah kami," ucapnya sesekali menahan tawa.
"Adik, bagaimana dengan Li Jing?" tanya Fang Li.
"Aku sudah menyiapkan topeng untuk Li Jing," ucap Yu Jie sambil berbalik mengambil topeng wajah untuk Li Jing.
"Ini," ucap Yu Jie sambil menyerahkan topeng itu pada Li Jing yang sedari tadi berdiri di dekat pintu kamar sambil tersenyum geli melihat kelakuan nyonya dan kelima putrinya.
Li Jing mengambil topeng dari tangan Yu Jie. Namun, raut wajah bingung tampak jelas di wajahnya. Belum sempat dia bertanya, nona ketiganya sudah lebih dulu menjelaskan.
"Topeng ini sengaja aku pesan setengah wajah saja untuk menutupi luka di wajahmu. Meski lukamu tidak terlalu kelihatan, tapi lebih baik ditutupi seperti ini saja."
Li Jing tersenyum lalu mengenakan topeng itu.
"Wah, kak Li Jing, topengnya sangat cocok denganmu!" seru Fang Ling dari balik bahu Yu Jie.
"Terima kasih no ..."
Bruk
"Eh, kak Li Jing! Li Jing!" pekik Fang Ling dan Yu Jie serentak saat melihat tubuh Li Jing ambruk ke lantai.
lanjut up lagi thor
lanjut up lagi thor