Laura adalah seorang wanita karir yang menjomblo selama 28 tahun. Laura sungguh lelah dengan kehidupannya yang membosankan. Hingga suatu ketika saat dia sedang lembur, badai menerpa kotanya dan dia harus tewas karena tersengat listrik komputer.
Laura fikir itu adalah mimpi. Namun, ini kenyataan. Jiwanya terlempar pada novel romasa dewasa yang sedang bomming di kantornya. Dia menyadarinya, setelah melihat Antagonis mesum yang merupakan Pangeran Iblis dari novel itu.
"Sialan.... apa yang harus ku lakukan???"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SOSOK BARU
Adler menatap wajah Ash yang bersimbah darah dari hidungnya. Kedua tanduk hitam sudah menjelang di darinya. Adler menyerap Iblis itu hingga habis, tanpa sisa. Kekuatan di dalam tubuh Adler bergejolak. Jantungnya berdebar, napasnya terasa panas. Warna kulit Adler sudah memerah karena kepanasan. Dia tidak bisa mengendalikan kekuatannya.
Dia bisa merasakan gejolak energi sihir di sekitarnya meningkat. "Haaaaaahh...." Bahkan napas Adler mengeluarkan uap karena temperatur di sekitarnya menurun drastis.
Adler melangkahkan kakinya ke arah Crizen yang tertindih tumpukan kayu dan benda di ruangan itu. Kedua mata Crizen bergetar saat melihat Adler mengarahkan tangannya yang penuh dengan energi sihir ke arahnya.
"Di sini! Kapten! Lonjakan energi sihir itu dari tempat ini!" Suara seseorang di luar sana.
Adler melihat ke arah dinding beton yang tempat dia berada yang membatasi sosok di balik sana. Mata merah Adler menatap Crizen dengan tajam. "Ingat aura ini. Suatu hari nanti, aku akan datang dan membunuhmu....." Tubuh Adler melenyap seperti asap. Adler sungguh menghilang dari ruangan itu tanpa jejak.
Napas Crizen tersegal-segal. Tubuhnya gemetar. Dia mengira jika dia mati hari ini.
Pintu ruangan tempat Crizen dan yang lain berada di buka dengan paksa oleh golongan orang-orang yang mencium sihir Adler. Mereka adalah Anggota Squad Dawn. Hunter tipe Exorcist atau pemburu Iblis yang mampu melacak sihir yang Iblis keluarkan dengan cepat.
Anggota Squad Dawn yang muncul di tempat itu terkejut, diantara mereka empat laki-laki (salah satunya adalah Kapten mereka) dan dua perempuan, melihat betapa hancurnya tempat itu. Dan mereka cukup terkejut dengan kondisi mengenaskan Pangeran Benerick yang bersimbah darah.
"Siapa.... Siapa yang membuat kekacauan ini?" Tanya Kapten Squad kepada mereka yang sadar.
Semuanya menyembunyikan fakta jika Adler adalah Iblis. Itu adalah perintah yang Crizen buat, jauh sebelum mereka bertindak seberani ini.
"Iblis.... Mereka, membawa pergi Kapten Adler...." Ucap Arozt, tangan kanan Crizen.
"Panggil anggota medis secepatnya!"
...◇◇◇◆◇◇◇...
"GDUBRAK!"
Adler tidak tau dimana dia berpindah tempat. Tubuhnya terjatuh di lantai dengan keras. Aroma manis di tempat itu, perlahan membuatnya terlelap tanpa sadar.
Saat ini, Edith berada di taman bunga Milik Ratu Benerick. Dia membantu Lilith karena kewalahan dalam merapikan bunga-bunga di sana yang mulai di penuhi ulat kecil.
"Kenapa selalu ada-ada saja dengan kebun ini?" Edith merasa keheranan. Sebelumnya, taman ini kedatangan ular besar dan sekarang dipenuhi ulat bulu. "Harusnya, ini disemprot insektisida" Ucap Edith mencapit ulat-ulat itu dengan geli.
Lilith merasa lega karena dibantu oleh Edith. "Maafkan aku Edith, aku sudah meminta Kepala Pelayan agar memberikan teman yang bisa membantuku disini masih belum mendapatkan persetujuan. Ahh, nanti malam juga..., Aku memiliki janji temu dengan kakakku. Mungkin, aku akan bermalam di luar. Rahasiakan dari yang lainnya" Edith setidaknya mengenal Lilith sedikit.
Di mata Edith, Lilith adalah anak yang penurut. Dia memiliki seorang Kakak laki-laki yang sangat protektif padanya. Setidaknya, Lilith harus bertemu dengan kakaknya seminggu sekali, setiap malam setelah dia memberikan menitipkan surat untuk orang tuanya.
"Ya hati-hati. Kapan mau pergi?" Tanya Edith mengambil ulat bulu yang mengelantung diantara bunga dan tangkai.
"Setelah ini. Aku akan langsung keluar"
"Dengan pakaian seperti itu?" Tanya Edith menatap pakaian Pelayan yang Lilith gunakan.
"Lilith mengangguk. Mansion Pelayan, terlalu jauh dari sini. Kamu tau kan? Tubuhku ini mudah lelah, jadi buat alasan apapun jika ada orang yang mencariku yah!" Lilith mengenggam kedua tangan Edith yang bersarung tangan.
Edith menunjukkan senyuman kakunya. "Ya, semuanya akan aman. Lepaskan aku" Edith merinding melihat cairan hijau di sarung tangan Lilith, bekasnya mengambil ulat bulu itu.
Satu jam berlalu dengan cepat. Kini pukul 13.00, Edith berniat berniat untuk mengantarkan makan siang untuk Ash. Namun, kabar buruk yang sudah dia tunggu, kini sudah sampai di telinganya.
"Edith, Tuan Muda Benerick baru saja mengalami kecelakaan, jadi Yang Mulia Ratu memintamu untuk berhenti dulu mengirimkan makanan kepada Tuan Muda, hingga dia siuman" Ucap Kepala Koki di dapur.
Edith tidak tampak terlalu terkejut. Dia terlihat sangat ketakutan. "Astaga, aku sudah tidak punya banyak waktu lagi" Edith pergi dari dapur dengan terburu-buru.
Koki itu merasa kasihan kepada Edith, "Dia pasti akan kehilangan pekerjaannya" Maksud si Koki tersebut adalah, Edith akan kehilangan pekerjaannya untuk sementara waktu dari mengurus obat-obatan Ash.
Namun, yang Edith khawatirkan bukanlah pekerjaannya. Tapi, nyawanya dalam bahaya. Dia berjalan ke arah kamarnya dengan cepat. "Aku harus bersiap-siap untuk kabur malam ini!" CKLAK! Edith membuka pintu kamarnya.
Punggung seseorang terlihat telungkup dan terkapar di lantai kamarnya. Kedua mata Edith terbelalak lebar. Dia menutup pintu kamarnya cepat-cepat saat menyadari pemilik punggung itu adalah "Adler....Apa yang terjadi denganmu?" Edith membalik tubuh Adler.
Pakaian Adler sudah compang-camping, namun tubuhnya tidak tergores sedikitpun. "Bukankah, Ash sedang dirawat sekarang? Apa yang terjadi dengan cerita ini? Kenapa Adler ada di kamarku? Apa alurnya sudah berubah?"
Tiba-tiba saat Edith hanyut dalam pikirannya. Mata Adler terbuka perlahan. Tangannya dengan tiba-tiba meraih kera seragam Edith, hingga membuat Edith tersungkur ke arahnya. Hidung Edith menghantam dada bidang Adler dengan keras. "Aduh, bodoh.... apa yang kau lakuk‐huh" Adler memegang kedua pipi Edith dengan tangan kanannya.
LICK!
Adler menjilat bibir Edith perlahan. Sontak, itu membuat Edith mendorong dan mencengkram mulut Adler. Wajah Edith sudah merah padam. "Gila! Apa yang kau lakukan?!" Edith menatap mata Adler yang berwarna merah. Pandangannya begitu kosong menatap bibirnya.
Telapak tangan kiri Adler yang terasa kasar di wajah Edith, mengusap rambut Edith yang berantakan di dahinya. Edith menyadari jika Adler kehilangan akal pikirannya. "U ih" Ucap Adler saat bibirnya masih dicengkram oleh Edith dan Adler melepaskan tangan Edith dari bibirnya perlahan. Dan menggerakkan tangan kirinya ke pinggang Edith. Edith merasa aneh dengan sentuhan itu. Dia mendorong bahu Adler, namun Adler malah mengangkat tubuhnya di atas pahanya. Adler memeluk Edith dan menengelamkan kepalanya dalam-dalam di bahu kiri Edith, dekat dengan lehernya.
Edith bergidik, "Dia demam? Kenapa panas sekali?"
Hidung mancung Adler dan napasnya mengelitik di lehernya. Itu membuat rasa mengelitik yang aneh di perut dan pahanya. Edith mendorong dagu Adler dari lehernya. "Kenapa kau begini?"
"Tidak mau." Ucap Adler semakin memeluk Edith dan menengelamkan wajahnya di bahunya.
"Haaa sialan. Kenapa aku harus selalu seperti ini?" Ucap Edith menjambrak rambut kecokelatan Adler bagian belakang agar Adler melepaskannya.