Kim Woo-jin masih bertahan membaca komik romansa remaja karena tertarik pada karakter Shimizu Miyuki, teman masa kecil karakter utama laki-laki dalam cerita. Namun, seperti yang sering terjadi, teman masa kecil biasanya hanya berperan sebagai pemanis di awal kisah dan tidak terpilih sebagai kekasih hingga akhir cerita.
Fenomena ini sudah menjadi klise dalam komik bergenre 'Harem,' yang merujuk pada karakter utama laki-laki dan para gadis-gadis yang menyukainya. Sebuah pola yang, meski berulang, tetap berhasil menarik perhatian pembaca.
"Selalu sama seperti yang lain, hanya saja sifatnya sangat baik dan polos. Tapi menerima semuanya dengan senyuman saat ditolak, sungguh hebat sekali. Awal cerita mereka selalu bersama seperti tidak terpisahkan, tapi setelah SMA, banyak gadis yang mendekati Protagonis Sampah," gumam Kim Woo-jin.
(Penulis : Sudah lama ya nggak ketemu xixixi~ aku sibuk dan lupa password, baru inget dan dah lupa lanjutan cerita yang aku buat ... selamat membaca~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayang_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Undangan Makan Malam (1)
Undangan Makan Malam (1)
Ren merasa gugup saat harus berhadapan dengan ayah Miyuki untuk pertama kalinya. Perasaan cemas menghantuinya sejak pagi, membayangkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Apakah ayah Miyuki akan menerimanya dengan baik? Atau justru memandangnya dengan penuh keraguan? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya.
Malam itu, Ren memutuskan untuk datang memenuhi undangan makan malam dari Miyuki. Bukan hanya Miyuki yang memintanya, tetapi ibunya juga secara khusus meminta Ren untuk hadir. Permintaan itu terasa begitu penting, seolah-olah ada sesuatu yang lebih dari sekadar makan malam biasa.
Ren berdiri sejenak di depan pintu rumah Miyuki, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat. Ia mengenakan pakaian terbaiknya, berusaha memberikan kesan yang baik. Langkah kakinya terasa berat, namun ia terus melangkah, meyakinkan dirinya bahwa ini adalah kesempatan untuk menunjukkan keseriusannya.
Saat pintu terbuka, Miyuki menyambutnya dengan senyum lembut yang sedikit meredakan ketegangannya.
"Selamat datang, Ren-kun~," sapa Miyuki dengan ceria sambil membuka pintu. Senyumnya hangat, dipantulkan oleh cahaya lampu ruang tamu yang lembut. Dia mengenakan apron dengan motif bunga, menunjukkan bahwa dia sudah sibuk mempersiapkan makan malam.
Ren melangkah masuk dengan sedikit ragu, mengangguk sopan sambil berkata, "Permisi." Udara di dalam rumah terasa hangat, berbeda dengan dinginnya malam di luar. Ia sempat melirik meja makan di ruang tengah yang sudah tertata rapi dengan hidangan menggugah selera.
Sosok Shimizu Michiko muncul dari balik pintu ruang tamu. Dia mengenakan sweater rajut berwarna krem, rambut panjangnya diikat rapi. Dia membawa nampan kecil dengan secangkir teh di atasnya.
"Ayo, cepat masuk, Ren-kun. Malam semakin dingin," katanya sambil tersenyum ramah, tangannya memberi isyarat agar Ren tidak ragu melangkah lebih jauh.
Ren menunduk sopan, lalu melepas mantelnya sebelum menggantungnya di gantungan dekat pintu. Aroma harum masakan mulai menyelimuti indra penciumannya, membuat perutnya sedikit bergejolak.
Shimizu Takeshi, sosok pria dengan aura tegas, duduk di kursi dekat meja makan. Sorot matanya tajam, memperlihatkan wibawa seorang kepala keluarga. Takeshi perlahan bangkit dari kursinya. Gerakannya tenang, namun penuh dengan kehadiran yang mengintimidasi.
"Ren, ya?" suaranya berat, nyaris seperti sebuah ujian. Tatapan matanya yang tajam segera tertuju pada Ren, membuat pemuda itu tanpa sadar menelan ludah.
Takeshi melangkah mendekat, tangan terangkat untuk menjabat tangan Ren. Genggamannya kuat, namun terkendali, seolah ingin menunjukkan bahwa dia sedang menilai Ren melalui sentuhan itu.
"Shimizu Takeshi, ayah Miyuki," ucapnya singkat, namun nada suaranya cukup untuk membuat Ren gugup.
"Se-senang bertemu dengan Anda, Shimizu-san," balas Ren dengan suara yang sedikit bergetar, mencoba untuk tetap terlihat sopan meski merasa seperti sedang diinterogasi.
Miyuki, yang berdiri di belakang Ren, tersenyum kecil sambil melirik ayahnya. "Ayah, tolong jangan buat Ren-kun kesulitan," katanya dengan nada lemah lembut, mencoba mencairkan suasana yang terasa berat.
Takeshi hanya tersenyum, lalu kembali duduk dengan tenang di kursinya, sementara Ren akhirnya bisa merasa tenang.
"Ara~ Sayang, kamu bukan gangster, jangan menakuti calon menantu kita~," ujar Shimizu Michiko dengan nada bercanda, senyumnya penuh arti. Ucapannya sukses membuat Miyuki salah tingkah, pipinya merona merah saat dia berusaha menghentikan ibunya.
"Ibu, tolong jangan bicara yang seperti itu..." protes Miyuki dengan nada setengah berbisik, mencoba menjaga suasana agar tidak semakin canggung.
Ren, yang mendengar candaan itu, hanya tersenyum tipis. Dia tidak mengatakan apa-apa, tetapi jelas merasa senang dengan situasi tersebut. Setelah Michiko menyuruhnya duduk, Ren pun menuruti tanpa ragu.