NovelToon NovelToon
Istri Ku Penghianat

Istri Ku Penghianat

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Pelakor / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa / Dendam Kesumat
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: ayuwine

**"Siapa sangka perempuan yang begitu anggun, patuh, dan manis di depan Arga, sang suami, ternyata menyimpan sisi gelap yang tak pernah ia duga. Di balik senyumnya yang lembut, istrinya adalah sosok yang liar, licik, dan manipulatif. Arga, yang begitu percaya dan mencintainya, perlahan mulai membuka tabir rahasia sang istri.
Akankah Arga bertahan ketika semua topeng itu jatuh? Ataukah ia akan menghancurkan rumah tangganya sendiri demi mencari kebenaran?"**

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

menyalahkan orang lain

Reza membalas dengan cepat, mengirimkan lokasi sebuah kafe kecil di sudut kota. Alya membaca pesan itu dengan hati-hati, merasakan campuran rasa penasaran dan ketidakpastian. Dia tahu Reza bukanlah orang yang bisa sepenuhnya dia percaya, tapi di situasinya saat ini, dia merasa tidak punya pilihan lain.

Sore itu, Alya mengenakan jaket sederhana dan berangkat ke lokasi yang disebutkan. Dia tiba di kafe dengan suasana sepi, hanya beberapa meja terisi. Di pojok ruangan, dia melihat Reza, duduk dengan santai sambil menyeruput kopi. Wajahnya terlihat tenang, seolah tidak pernah mengalami masalah.

"Sudah lama," sapa Reza ketika Alya mendekat.

Alya duduk di depannya, menyilangkan tangan di atas meja. "Kamu bilang ingin membantu. Apa maksudnya?"

Reza tersenyum tipis, lalu mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari tasnya. Dia mendorongnya ke arah Alya. "Ini uang. Tidak banyak, tapi cukup untuk memulai hidup baru."

Alya memandang amplop itu dengan curiga. "Apa syaratnya?"

Reza tertawa kecil. "Kamu selalu penuh kecurigaan. Tidak ada syarat. Aku hanya merasa... bersalah. Kita berdua salah, Alya. Tapi aku tidak ingin meninggalkanmu begitu saja."

Alya menggertakkan giginya, menahan emosi. "Bersalah? Setelah semua yang kita lakukan? Kamu pikir uang ini bisa memperbaiki segalanya?"

Reza menghela napas panjang, ekspresinya berubah serius. "Tidak, Alya. Tidak ada yang bisa memperbaiki apa yang sudah rusak. Tapi kita masih bisa mencoba membangun sesuatu yang baru. Aku tidak akan memaksa. Kalau kamu tidak mau, aku akan pergi, dan kamu tidak akan pernah melihatku lagi."

Alya terdiam, matanya berkaca-kaca. Dia meraih amplop itu dengan tangan gemetar. "Aku akan menerimanya. Tapi bukan karena aku percaya padamu. Aku hanya ingin bertahan."

Reza mengangguk pelan. "Itu cukup."

Di sisi lain kota, Arga duduk di ruang kerjanya, memandangi foto lama yang memperlihatkan dirinya dan Alya dalam masa-masa bahagia. Namun, dia tidak lagi merasakan amarah, hanya rasa lega karena telah melewati badai.

Ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. "Masuk," ujarnya.

Pintu terbuka, dan Mentari muncul dengan tumpukan dokumen. "Ini laporan keuangan yang Bapak minta."

Arga tersenyum kecil. "Terima kasih, Mentari. Masih sibuk sampai malam seperti ini?"

Mentari tersenyum, meletakkan dokumen di meja. "Sudah biasa, Pak. Yang penting pekerjaan selesai."

Arga menatapnya dengan rasa syukur. "Kamu tahu, Mentari, aku merasa beruntung memiliki seseorang seperti kamu di timku. Kamu selalu ada di saat yang paling sulit."

Mentari tertawa kecil, mencoba menyembunyikan rasa malu. "Bapak terlalu memuji. Saya hanya melakukan tugas saya."

Arga menggeleng pelan. "Bukan hanya itu. Kamu telah menjadi teman yang bisa dipercaya. Aku tidak akan melupakan itu."

Mentari merasa dadanya hangat. Dia tahu kata-kata itu tidak berarti lebih dari rasa terima kasih, tapi entah mengapa, dia merasa hatinya semakin dekat dengan pria itu.

Malam semakin larut, tetapi baik Arga maupun Mentari tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang. Di satu sisi, Alya mencoba memulai dari nol, meski dihantui oleh masa lalunya. Di sisi lain, Arga dan Mentari mulai membangun hubungan yang lebih kuat, meskipun mereka belum menyadarinya sepenuhnya.

POV Alya

Aku terduduk di sudut ruangan sempit ini, kontrakan murahan yang bahkan tidak layak disebut rumah. Bau lembap menyengat, dinding-dindingnya penuh bercak kotor, dan suara kendaraan dari luar terdengar begitu bising. Aku menggenggam lututku, meracau dalam kekesalan yang tak tertahankan. Semua ini tidak adil.

Mentari.

Nama itu terus bergema di kepalaku, memicu rasa marah yang membakar dadaku. Aku menggertakkan gigi, mencoba menahan amarah yang meluap-luap. Dia itu sepupuku, seseorang yang seharusnya tahu tempatnya. Aku sudah cukup baik padanya. Aku memberinya pekerjaan, atap di atas kepalanya, bahkan membuatnya tinggal di rumahku yang besar. Tapi apa balasannya? Dia menghancurkanku!

Dia pembantu. Hanya pembantu. Apa haknya ikut campur dalam urusanku? Apa haknya menyampaikan semua itu kepada Arga? Kalau saja dia tutup mulut, semuanya tidak akan seperti ini. Aku masih akan punya semuanya—rumah besar, harta, suami tampan. Tapi sekarang? Dia mengambil segalanya dariku!

Aku menghempaskan tubuhku ke kasur tua yang sudah reyot, mencoba menenangkan pikiranku. Namun, rasa benci itu terlalu besar. Aku memikirkan wajah Mentari, betapa dia berpura-pura menjadi orang baik, padahal dia ular berbisa yang merusak hidupku dari dalam.

Dia tidak tahu diri! Harusnya dia bersyukur aku membawanya ke dalam kehidupanku yang sempurna. Dia cuma pembantu, tidak lebih. Tapi dia malah berani menusukku dari belakang. Aku yang mempercayainya, aku yang memberinya tempat, dan ini balasannya?

Air mataku mengalir tanpa bisa kutahan. Bukan karena rasa bersalah, tapi karena kehilangan. Aku kehilangan segalanya. Hidupku yang sempurna, dunia yang kubangun dengan susah payah, hancur begitu saja. Dan semua itu karena Mentari. Dia adalah sumber dari semua malapetaka ini.

Aku bersumpah, kalau aku punya kesempatan, aku akan membalasnya. Aku akan membuat dia merasakan apa yang kurasakan sekarang. Mentari harus tahu bahwa aku tidak akan tinggal diam. Dia pikir dia bisa lolos begitu saja? Tidak. Aku akan pastikan dia membayar mahal atas pengkhianatannya.

Hari hari berikut nya

Setelah kehilangan segalanya, Alya terpaksa memulai hidupnya dari nol. Namun, alih-alih mencari jalan yang lebih baik, dia justru memilih jalan yang salah untuk bertahan hidup. Rasa putus asa dan dendam membawanya pada keputusan yang hanya memperburuk keadaannya.

Alya mulai mendekati pria-pria kaya yang sudah memiliki keluarga, menjadi pendamping mereka dalam diam. Dengan keanggunan dan pesonanya, dia menawarkan kenyamanan bagi mereka yang mencari pelarian dari tekanan hidup. Sebagai imbalannya, Alya mendapatkan dukungan finansial yang membantunya bertahan di tengah kerasnya kehidupan.

Bagi Alya, ini adalah caranya untuk membangun kembali kehidupan yang pernah dia miliki. Meski dalam hatinya dia tahu bahwa pilihan ini tidak benar, dia meyakinkan dirinya bahwa inilah satu-satunya cara yang tersisa. Dengan penuh perhitungan, Alya menjalani hari-harinya, memastikan bahwa kebutuhan hidupnya selalu tercukupi.

Namun, di balik penampilan kuat dan glamor yang dia tampilkan, Alya menyimpan rasa kosong yang perlahan menggerogoti dirinya. Kadang-kadang, di tengah keheningan malam, dia bertanya-tanya apakah dia bisa menemukan jalan lain yang lebih berarti. Tetapi setiap kali keraguan itu muncul, dia menepisnya, membenarkan bahwa hidup ini adalah tentang bertahan, tak peduli caranya.

Bagi dunia, Alya terlihat seperti wanita yang kembali berdiri setelah terjatuh. Tetapi hanya dia yang tahu, langkah-langkahnya semakin menjauh dari cahaya yang seharusnya.

Rian yang sedang berjalan di pusat perbelanjaan mewah tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Di seberang jalan, Alya terlihat berjalan sambil menggandeng lengan seorang pria tua yang jelas-jelas jauh lebih tua darinya. Pria itu tampak sibuk memuji Alya sambil membawa beberapa kantong belanjaan mahal, sementara Alya sendiri mengenakan pakaian glamor dan perhiasan mencolok, dengan senyum penuh percaya diri di wajahnya.

Rian mengerutkan dahi, merasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Alya? Apa yang dia lakukan? pikirnya. Dia mencoba meyakinkan dirinya bahwa mungkin ini hanya salah paham. Namun, ketika melihat bagaimana Alya begitu mesra dengan pria itu dan cara mereka berbicara, Rian tahu ada sesuatu yang tidak beres.

Dia tidak ingin langsung menyimpulkan, tetapi dari cara Alya bertingkah, jelas ini bukan sekadar hubungan profesional. "Bukannya memperbaiki diri, dia malah semakin terpuruk," gumam Rian pelan, merasa kecewa sekaligus prihatin.

Batin Rian bergolak. Sebagai sahabat sekaligus kepercayaan Arga, dia tahu tidak punya hak untuk mencampuri hidup Alya, tetapi pemandangan ini sungguh membuatnya gelisah. Dia merasa Alya sedang menghancurkan dirinya sendiri dengan pilihan hidup seperti ini.

Malam itu, Rian termenung lama, memikirkan apakah dia harus memberitahu Arga tentang apa yang dilihatnya. Tetapi, di sisi lain, dia ragu apakah ini akan membuat keadaan menjadi lebih baik. "Alya mungkin sudah memilih jalannya sendiri," pikir Rian dengan berat hati. Dia hanya berharap suatu hari Alya akan menyadari kesalahannya dan menemukan cara untuk bangkit dengan benar.

1
Talnis Marsy
/Good/
Irma
semangat Thor semangat
Irma
udah di kasih suami pengertian nggak kasar mapan pula masih saja kau selingkuh manusia sekarang kurang bersyukur banget

semangat Thor
ayusw: terimakasih sudah mampir,terus ikuti ceritanya ya kak like dan komen biar aouthor semangat buat update nya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!