"Tidak perlu Lautan dalam upaya menenggelamkanku. Cukup matamu."
-
Alice, gadis cantik dari keluarga kaya. Hidup dibawah bayang-bayang kakaknya. Tinggal di mansion mewah yang lebih terasa seperti sangkar emas.
Ia bahkan tidak bisa mengatakan apa yang benar-benar diinginkannya.
Bertanya-tanya kapankah kehidupan sesungguhnya dimulai?
Kehidupannya mulai berubah saat ia diam-diam menggantikan kakaknya disebuah kencan buta.
Ayo baca "Mind-blowing" by Nona Lavenderoof.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lavenderoof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Hari-hari Perayaan
“Apa?” Ia menoleh ke belakang. “Wow, banyak sekali!” Alice melotot melihat banyaknya paperbag memenuhi kursi belakang.
“Yang ini?” tanyanya, mengambil sebuah paper putih, berukuran paling kecil dari kursi belakang.
“Bukan, itu punyaku! Punyamu paper bag warna merah.” Cindy menunjuk dengan mata ke arah tas berukuran sedang di belakang.
Alice mengambilnya dengan antusias. “What is this?” gumamnya sambil memegang dua kotak hadiah yang ada di dalamnya.
“Itu dari Kevin. Bukankah kau bilang ingin oleh-oleh dari Singapore? Ayo cepat buka, aku penasaran dengan isinya!"
Alice tersenyum senang. Dengan semangat, ia membuka kotak hadiah pertama, berwarna putih. Di dalamnya sebuah scarf batik dari Singapura dengan motif modern khas Peranakan.
“Wah, ini cantik sekali! Scarf-nya juga lembut. Aku menyukainya!” kata Alice, tersenyum lebar.
Ia pun beralih ke kado kedua, berwarna merah dengan pita hijau. Sebuah liontin kecil berbentuk lonceng natal dengan warna merah dan hijau. Liontin itu tampak elegan dan berkilau, jelas merupakan hadiah spesial.
Lalu, ia mengambil sebuah kartu ucapan kecil di dalam kotak dan membacanya dengan suara lembut.
...Semoga scarf ini menghangatkanmu di musim dingin dan lonceng kecil ini menjadi pengingat untuk selalu bahagia....
...Merry Christmas, Al! -Kevin...
Alice yang tadinya tersenyum, menjadi bingung. “Natal? Ini bahkan masih bulan Oktober. Apa maksudnya, kekasihmu ini?”
Cindy terkikik, menoleh ke arah adiknya.
“Dia sedang sibuk dan mungkin akan semakin padat jadwalnya di bulan Desember. Dia khawatir tidak akan sempat memberi atau mengirimi kita kado. Jadi dia memutuskan untuk memberikannya sekarang. Anggap saja dia sedang antusias, seperti biasa.”
Alice mengangguk mendengar, "Kalau tidak salah, ini kali ke empat aku mendapat hadiah natal darinya. Meski kali ini terlalu cepat, kekasih kakakku sangat manis, ya?" Ucap Alice menggoda Kakaknya.
"I know, right?!" Jawab Cindy tersenyum bangga.
Alice memandang scarf dan liontin itu sekali lagi dengan mata berbinar, lalu mencium pipi Cindy dengan penuh rasa terima kasih.
“Thank you, Cindy. Dan tentu saja, terima kasih juga untuk Kevin.”
Cindy mengangkat bahu, merasa biasa saja. "Berterimakasih padanya nanti saja, saat pulang."
"Wait, bukankah kau bilang tadi ingin mengajaknya saat menjemputku? Lalu dimana dia?" Tanya Alice, melihat sekeliling parkiran, mencari mobil kekasih kakaknya.
"Tadinya begitu. Setelah memberikan semua hadiah ini, kami ingin langsung menjemputmu. Tapi beberapa saat setelah kau menghubungi, dia juga mendapat panggilan, urusan mendadak. Pertemuan yang benar-benar singkat dan terburu-buru."
"It's okay, Cindy. Nanti kalian pasti akan bertemu lagi saat tidak sibuk lagi, bukan?"
Cindy berkata sambil memanyunkan bibirnya, "Padahal aku ingin melihat reaksinya saat melihat penampilanmu seperti ini. Pasti dia syok."
"Aku rasa dia tidak akan mengenaliku." Jawab Alice tersenyum lelah meratapi penampilannya.
Cindy melihat ke kaca depan mobil, ekspresinya berubah seketika menjadi terkejut. “No way! Tahi lalatmu menempel di pipiku! Eww, menjijikkan!”
Alice yang sedang memeriksa hadiahnya, spontan menoleh. “Apa?”
Cindy meraih kaca kecil di dashboard untuk memeriksa wajahnya. Benar saja, bekas bekas lipstik yang samar menempel dipipinya, tapi yang mengejutkan adalah cap tahi lalat Alice juga ikut menempel
Alice tertawa terbahak-bahak sambil menutupi mulutnya. “Oh my goodness! Itu menjijikan. Kurasa aku terlalu heboh mencium pipimu.”
“Terlalu heboh? Tidak, ini murni menjijikkan!” Cindy mencoba menghapus noda itu dengan tisu, tetapi ia terus mengomel sambil melirik Alice yang masih tertawa.
Alice menyandarkan kepala ke jok mobil, air mata kecil mengalir karena tawanya yang tak bisa dihentikan. “Biarkan seperti itu. Aku akan membantu menghapusnya begitu sampai rumah. Itu bukti cinta dariku!”
Cindy mendengus, mengibaskan tangannya. “Cinta? Itu lebih seperti kutukan.”
Mobil pun dipenuhi suara tawa Alice yang masih menggelitik suasana, sementara Cindy terus membersihkan pipinya.
Meski menjijikkan, insiden kecil itu membuat malam mereka lebih ringan setelah kejadian kencan yang begitu menegangkan.
*
*
Setelah itu, Alice dan Cindy menjalani kehidupannya dengan gembira. Hampir setiap harinya kakak adik itu mencari tempat berbeda untuk merayakan keberhasilan misi besar kemarin.
Alice benar-benar berhasil. Tidak ada lagi kabar dari pria itu, ataupun orang tua mereka yang membahas mengenai kencan itu. Apalagi Daddy sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya akhir-akhir ini.
Tanpa terasa dua minggu sudah waktu berlalu.
Angin malam yang dingin tak mengurangi kegembiraan mereka. Selama beberapa hari terakhir, mereka merayakan "kemenangan" mereka, mengakhiri kencan buta yang tidak diinginkan.
ig : lavenderoof