NovelToon NovelToon
Return 1984: Mulai Dari Sultan Perkebunan

Return 1984: Mulai Dari Sultan Perkebunan

Status: sedang berlangsung
Genre:TimeTravel / Anak Genius / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah sejarah / Slice of Life / Menjadi Pengusaha
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Chuis Al-katiri

Arya Perkasa seorang teknisi senior berusia 50 tahun, kembali ke masa lalu oleh sebuah blackhole misterius. Namun masa lalu yang di nanti berbeda dari masa lalu yang dia ingat. keluarga nya menjadi sangat kaya dan tidak lagi miskin seperti kehidupan sebelum nya, meskipun demikian karena trauma kemiskinan di masa lalu Arya lebih bertekad untuk membuat keluarga menjadi keluarga terkaya di dunia seperti keluarga Rockefeller dan Rothschild.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chuis Al-katiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21: Pengadilan dan Kebenaran yang Terungkap

Bab 21: Pengadilan dan Kebenaran yang Terungkap

Minggu pagi yang biasanya menjadi waktu istirahat keluarga Arya berubah menjadi hari penuh ketegangan. Sulastri menerima surat panggilan hukum dari pengadilan Musi Banyuasin. Isinya adalah gugatan hukum dari pihak Dika yang mengklaim hak paten atas game tic-tac-toe yang sudah dirilis oleh DreamWorks.

Sulastri membaca surat itu dengan seksama sambil berusaha tetap tenang. Arya yang duduk di seberangnya langsung menyadari ada sesuatu yang tidak beres.

“Ada apa, Bu?” tanya Arya.

“Dika mengajukan gugatan ke pengadilan. Mereka mengklaim bahwa game tic-tac-toe adalah milik mereka,” jawab Sulastri dengan nada serius.

Arya terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. “Mereka pasti panik karena game kita lebih sukses. Jangan khawatir, Bu. Kita punya semua bukti untuk membuktikan siapa yang lebih dulu menciptakan game ini.”

Sulastri mengangguk. “Kita harus segera bertindak. Ibu akan menghubungi Pak Wijaya untuk menangani kasus ini.”

***

Keesokan harinya, Arya bersama Sulastri, Nadya, dan sahabat-sahabatnya berkumpul di studio DreamWorks. Prototipe awal tic-tac-toe diletakkan di atas meja, bersama dengan tumpukan dokumen dan catatan pengembangan.

“Mbak Nadya, pastikan semua dokumen ini diurutkan sesuai tanggalnya. Kita harus menunjukkan bahwa game ini dirancang jauh sebelum Dika muncul dengan klaimnya,” ujar Arya.

“Sudah siap, Arya. Ini semua catatan dari awal pengembangan hingga rilis pertama di sekolah,” jawab Nadya sambil menunjuk beberapa dokumen yang sudah tertata rapi.

Arya juga meminta kesaksian dari sahabat-sahabatnya. Abdi, Mitha, dan Saka mengingat dengan jelas bagaimana mereka bekerja bersama Arya di studio kecil itu, menggunakan komponen barang bekas untuk menciptakan prototipe pertama.

“Kalau perlu, kita juga bisa minta guru dan siswa di sekolah untuk bersaksi bahwa game ini pertama kali dimainkan di sana,” kata Abdi penuh semangat.

***

Hari sidang tiba. Ruang sidang kecil di pengadilan Musi Banyuasin dipenuhi oleh orang-orang yang penasaran. Arya duduk di kursi tergugat bersama Sulastri dan pengacara mereka, Pak Wijaya. Di sisi lain, Dika hadir bersama kuasa hukumnya, seorang pria berpenampilan formal bernama Pak Surya.

Hakim membuka sidang dengan meminta pihak penggugat untuk mempresentasikan kasusnya. Pak Surya maju ke depan dengan percaya diri.

“Yang Mulia, klien saya, Dika, adalah pencipta asli dari game elektronik tic-tac-toe. Konsep game ini sudah dirancang oleh klien saya sejak awal tahun, namun pihak DreamWorks telah mengambil ide tersebut dan merilisnya tanpa izin.”

Hakim mengangguk, lalu bertanya, “Apakah Anda memiliki bukti untuk mendukung klaim ini?”

Pak Surya mengeluarkan beberapa dokumen dan menyerahkannya kepada hakim. “Ini adalah sketsa awal dan deskripsi teknis game yang dibuat oleh klien saya.”

Arya memperhatikan dengan cermat. Ia tahu bahwa dokumen itu kemungkinan besar tidak akan kuat, karena Dika tidak pernah memiliki prototipe.

***

Giliran tim DreamWorks untuk membela diri. Pak Wijaya maju dengan tenang, membawa dokumen dan bukti mereka.

“Yang Mulia, kami memiliki bukti yang menunjukkan bahwa game ini sepenuhnya dikembangkan oleh klien saya, DreamWorks. Berikut adalah prototipe awal yang dibuat di studio mereka, lengkap dengan tanggal pembuatannya.”

Ia menyerahkan prototipe tersebut kepada hakim. Prototipe itu menunjukkan komponen elektronik sederhana yang disusun dari barang-barang bekas. Arya dan timnya bahkan telah menuliskan nama mereka di bagian belakang prototipe sebagai tanda kebanggaan.

Pak Wijaya melanjutkan, “Kami juga memiliki catatan pengembangan lengkap, termasuk sketsa, log eksperimen, dan dokumen yang menunjukkan tanggal rilis pertama di sekolah.”

Hakim memeriksa dokumen tersebut dengan seksama. Ia juga meminta saksi dari pihak DreamWorks untuk memberikan kesaksian. Abdi maju ke depan.

“Yang Mulia, saya adalah salah satu sahabat Arya yang bekerja bersamanya untuk membuat game ini. Kami merancangnya bersama di studio kecil kami, dan game ini pertama kali dimainkan oleh siswa di sekolah kami.”

***

Setelah mendengar pembelaan DreamWorks, Pak Surya mencoba membangun kembali argumen mereka.

“Yang Mulia, meskipun klien saya belum memiliki prototipe, ia adalah pencetus ide awal game ini. Kami yakin bahwa ide tersebut dicuri oleh pihak DreamWorks.”

Hakim bertanya, “Apakah Anda memiliki bukti bahwa ide ini dibagikan kepada pihak DreamWorks?”

Pak Surya terdiam sejenak, lalu menjawab, “Tidak ada bukti langsung, Yang Mulia, namun kami memiliki catatan konsep awal yang menunjukkan bahwa klien saya memiliki ide ini lebih dulu.”

Pak Wijaya langsung membantah. “Yang Mulia, tanpa bukti konkret, klaim ini hanya berdasarkan asumsi. Hak paten membutuhkan bukti pengembangan nyata, bukan sekadar konsep.”

Dika, yang terlihat gelisah, akhirnya maju sendiri untuk berbicara. “Yang Mulia, saya yakin Arya dan timnya melihat konsep saya di salah satu buku catatan saya.”

Arya, yang sedari tadi diam, akhirnya berdiri. “Yang Mulia, saya tidak pernah melihat catatan Dika, apalagi mencuri idenya. Jika ia benar memiliki ide ini lebih dulu, mengapa ia tidak membuat prototipe atau merilisnya sebelum kami?”

***

Setelah mendengarkan semua argumen dan memeriksa bukti, hakim memberikan keputusannya.

“Setelah mempertimbangkan semua bukti, pengadilan memutuskan bahwa tidak ada dasar yang cukup untuk mendukung klaim penggugat. Prototipe, catatan pengembangan, dan kesaksian dari pihak tergugat menunjukkan bahwa game tic-tac-toe adalah hasil karya asli dari DreamWorks. Oleh karena itu, gugatan ini ditolak.”

Ruang sidang dipenuhi bisikan lega dari pihak DreamWorks. Arya tersenyum kecil, sementara Dika terlihat kecewa.

Hakim melanjutkan, “Selain itu, saya menyarankan pihak DreamWorks untuk segera mendaftarkan hak paten atas game ini untuk menghindari sengketa serupa di masa depan.”

***

Setelah kemenangan di pengadilan, Arya dan timnya tidak menyia-nyiakan waktu. Mereka segera bekerja dengan Pak Wijaya untuk mendaftarkan hak paten atas game tic-tac-toe dan game lainnya, seperti Simon Says, Pong, dan Hit the Target.

Mitha, yang memiliki kemampuan menggambar yang baik, membantu membuat desain konsep yang menarik untuk setiap game. Nadya memastikan semua dokumen pendaftaran paten lengkap dan disusun dengan baik.

“Dengan ini, tidak ada yang bisa mengklaim karya kita lagi,” kata Arya sambil menyerahkan dokumen terakhir kepada Pak Wijaya.

***

Malam itu, di rumah, Arya duduk bersama Sulastri di ruang tamu. Amanda bermain dengan anak rusa barunya di luar.

“Ibu bangga sekali dengan kamu, Arya,” kata Sulastri sambil tersenyum. “Tapi ini juga pelajaran berharga. Kita harus lebih berhati-hati ke depannya.”

Arya mengangguk. “Benar, Bu. Dari sekarang, aku akan memastikan semua karya kita terlindungi secara hukum. DreamWorks akan terus maju.”

Sulastri menepuk pundak Arya. “Dan jangan lupa, persaingan seperti ini akan selalu ada. Yang penting adalah bagaimana kita tetap fokus pada tujuan kita.”

Arya tersenyum. “Ibu benar. DreamWorks tidak hanya membuat game. Kita menciptakan masa depan.”

Dengan semangat baru, Arya bersiap menghadapi tantangan berikutnya. DreamWorks kini tidak hanya menjadi pelopor di dunia game elektronik lokal, tetapi juga simbol inovasi dan ketekunan di tengah persaingan yang semakin sengit.

1
RidhoNaruto RidhoNaruto
buat game coc bang 👍😁
RidhoNaruto RidhoNaruto
up bang.
RidhoNaruto RidhoNaruto
up bang
RidhoNaruto RidhoNaruto
👍
Ozie
awal cerita yang memerlukan banyak gelas kopi...
kopi mana kopi....lanjuuuuttt kaaan Thor.....hahahahhaa
thalexy
Aku bener-bener kagum, teruslah menulis thor!
Sri Sudewi
lanjut thor
Kuyung Agung: Terima kasih. tolong baca terus sampai tamat dan jangan lupa sarannya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!