Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Ternyata dia baik
PLAK!
"Sakit!"
"Berani kau mengalah pada temanmu itu, kau yang akan aku hukum!"
PLAK
"Ampun, kakek ini sakit!"
"Sudah aku katakan berulang kali. Keluarga Klein tidak boleh kalah!"
Seorang anak kecil bermata cerah tengah menangis karena sebuah rotan barusaja mencumbu kulitnya dengan kasar. Di hadapannya ada seorang pria dengan uban yang menyebar di area kepala. Menatapnya tajam.
"Diam, jangan menangis. Kau ini laki-laki, pantang mengeluarkan air mata!"
"Itu hukuman buatmu!"
Dan begitu membuka mata, keringat sudah membajiri kening Reiner. Napasnya memburu, Ia lalu menoleh dan melihat Rachel masih tertidur dengan dengkuran halus yang ia dengar. Seketika ia memejamkan matanya lega. Semua ini hanya mimpi.
Reiner lalu mendudukkan tubuhnya. Mimpi buruk ini selalu mengusik. Bertahun-tahun menjalani hal mengerikan ini, tak jua membuat semua beban di masa lalu menghilang.
Ia melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Reiner keluar kamar dan mendapati Marlon sudah standby bersama Agatha di sebelah pintu.
"Selamat pagi tuan!" sapa Marlon dengan gerakan membungkuk hormat.
"Dia tidak usah di bangunkan dulu. Biar dia bangun dengan sendirinya!" kata Reiner sembari menerima sebuah tablet yang di berikan oleh Marlon.
Kedua orang itu pun kembali membungkuk hormat. Patuh dengan setiap hal yang di katakan oleh Reiner.
"Maaf tuan. Tapi nyonya besar berkata menunggu anda di bawah!" Reiner seketika berhenti. Rahang Reiner terlihat berkedut. Dia pikir wanita tua itu sudah pergi. Tidak tahunya malah masih berada di mansionnya.
"Akan aku temui!"
Marlon mendudukkan kepalanya lalu pergi. Ada banyak sekali urusan yang harus ia kerjakan untuk membantu Reiner.
Di ruang tengah, nenek Reiner terlihat menyeruput kopi sembari membaca majalah. Ia melirik tajam cucunya yang baru bangun.
"Jangan bilang kau menghabiskan malam dengan wanita tidak jelas itu sehingga kau bangun sangat siang!"
Reiner melipat kedua tangannya sembari menyilangkan kakinya dengan muka malas. Ungkapan bila darah lebih kental daripada air agaknya tidak relevan bagi Reiner.
"Apa urusannya dengan mu?" Reiner menjawab pertanyaan seperti tak memiliki etika, tapi itu adalah manifestasi rasa sakit yang terpendam sejak kecil.
"Reiner Sebastian Klein!" bentak sang nenek yang merasa bila cucunya sudah kelewatan.
Reiner yang di panggil oleh neneknya dengan nama lengkap seperti itu menjadi sangat murka.
"Pergi atau aku akan meminta anak buah ku mengusir mu!"
"Perempuan itu seorang pelayan kan?" seru sang nenek sembari menahan geram yang teramat.
Reiner balik menunjukkan muka tak senang. "Kau jangan menyentuhnya. Aku tidak suka barang atau kepunyaan ku di sentuh orang lain!" ucapnya dengan nada mengintimidasi.
Sang nenek kemudian bangun. Ia berdiri lalu berjalan mendekati cucunya. "Kau tau siapa aku kan? Apa hal yang tidak bisa aku lakukan, hah? Kalau kau mau semua hal berjalan dengan semestinya, maka kembali dan turuti apa kataku!"
Nenek itu pergi pun pergi. Dan sepeninggal wanita tua itu, Reiner yang terpancing amarah meninju meja kaca di depannya hingga pecah. Luluh lantak tak bersisa.
PRYANG!
Leon yang mendengar suara ribut-ribut seketika berlari dan mendapati tangan bosnya bersimbah darah.
"Agatha, cepat ambilkan kotak P3K !" teriak Leon dengan wajah khawatir.
Agatha yang melihat hal itu menjadi panik dan seketika berlari ke belakang. Leon menatap muram Reiner yang wajahnya malah tak terlihat kesakitan padahal darah yang mengucur sudah sangat banyak. Wajah pria itu terlihat kaku sebab menahan amarah.
***
Rachel sedang menyisir rambutnya ketika Reiner masuk dengan tangan sudah di perban. Dan Rachel yang melihatnya menjadi shock.
"Tuan, tangan anda..."
Reiner berjalan maju dan malah menatap wajah Rachel yang sedang terlihat cemas. Ia tak bereaksi, tapi hatinya tiba-tiba berdenyut ketika tangan Rachel menyentuh tangannya yang terluka.
"Apa anda berkelahi lagi?" kata Rachel menatap muram muka datar Reiner.
Bukannya menjawab, Reiner malah mengelus pipi Rachel yang belum menunjukkan satu kelegaan.
"Kau ingin bertemu Ayahmu?"
Rachel menjadi semakin tak mengerti. Kecemasannya tak di anggap dan Reiner malah membahas hal lain.
"Ayo, ikut aku!"
Saat berjalan mengekor di belakang tubuh tegap Reiner, Rachel tak sekalipun mengeluarkan suara. Pikirannya benar-benar di liputi rasa ingin tahu yang teramat, tentang mengapa pagi-pagi tangan pria itu sudah di balut perban.
"Kenapa kau sering membuat ku bingung dengn sikap mu yang mudah berubah? Sebenarnya apa kau ini?"
Dan gara-gara melamun, ia sampai menabrak punggung kekar Reiner yang rupanya mengeluarkan keharuman samar yang begitu maskulin.
"Maaf!" ia segera meminta maaf sebelum Reiner akan memarahinya.
Namun reaksi yang terjadi selanjutnya membuat Rachel keheranan, sebab Reiner tak memarahinya dan malah membelai rambutnya.
"Tiga puluh menit. Tidak boleh lebih dari itu!"
Rachel membelalakkan matanya. Tapi ia tak memiliki waktu untuk sekedar bertanya sebab Reiner keburu membuka pintu, yang memperlihatkan seorang laki-laki yang duduk dan sedang di suapi oleh seorang perawat.
Membuat dada Rachel bergetar.
"Ayah!" gumamnya dengan mata yang tiba-tiba berkumpul di pelupuk matanya.
Ayah Rachel yang sama sekali tak menduga akan bertemu dengan anaknya seketika tertegun.
"Ra-rachel!"
Pria itu sudah bisa bicara namun belum bisa berjalan. Rachel segera berlari lalu memeluk ayahnya penuh kerinduan sembari menangis dengan tubuh bergetar.
Reiner tanpa bereaksi apapun terlihat menutup pintu dan membiarkan gadis itu menghabiskan tiga puluh menit waktu yang ia berikan.
Saat di luar, Leon mendatangi Reiner dan mengatakan jika kelompok mereka sedang di sedang oleh Gengster lain karena perebutan wilayah kekuasaan.
"Apa aku harus ke sana?"
Leon menggeleng. "Tidak tuan. Marlon sepertinya mulai menguasai keadaan. Lagipula, tangan anda sedang kurang baik!"
Kening Reiner mengerut saat ia menghisap rokoknya. Ia lalu menatap hambatan langit cerah pagi itu. Berkata dalam hati bila Marlon pasti bisa menyelesaikan hal-hal rumit macam itu, sebab sejak kecil ia dan pria itu sudah mengalami banyak hal bersama-sama.
Sementara Rachel yang kini ada di dalam ruangan ayahnya merasa sangat bahagia. Ayahnya rupanya di letakan di sebuah kamar khusus yang sama sekali tak terlihat seperti penjara. Pantas saja selama ini ia berusaha mencari di bangunan belakang namun selalu tidak ketemu.
"Ayah, apa mereka selama ini memperlakukan ayah dengan buruk? Katakan padaku ayah, aku akan melawan mereka!" kata Rachel menunjukkan kekhawatiran yang kentara.
Tapi sang Ayah malah tersenyum. "Apa yang kamu katakan? Saat Ayah bangun, ayah heran karena berada di tempat asing yang bagus seperti ini. Kemudian seorang dokter menjelaskan bila Ayah sedang di rawat oleh pria bernama Tuan Reiner. Mereka menjelaskan bila beliau adalah majikan kamu. "
Rachel terlolong tak percaya akan apa yang ia dengar.
"Nak, ayah sangat ingin berterimakasih kepada Tian Reiner. Megan bilang, beliau lah yang menolong ku!"
"Megan? Kening Rachel mengerut. "Siapa Megan?"
Ayah menepuk pundak Rachel. "Dia adalah perawat yang setiap hari merawat ku!"
Rachel tiba-tiba terdiam. Teringat dengan semua hal buruk yang Reiner lakukan padanya, tapi anehnya kenapa Reiner tak memberitahu kepada ayahnya soal semua hal?
"Tolong jangan buat kesalahan kepada tuan Reiner nak. Dia sudah sangat baik kepada kita! Ayah juga merasa bersalah padamu. Karena keadaan Ayah, kau sampai mencari pekerjaan sampingan!"
Rachel menggenggam erat tangan Ayahnya. "Ayah jangan berkata seperti itu, itu sudah menjadi tugasku. Dan soal Ibu...."
Mata Ayah Rachel tiba-tiba berkaca-kaca. "Ayah tidak mau tahu lagi soal dia. Ayah memang lumpuh, tapi Ayah masih bisa melihat mendengar apa yang terjadi padamu!"
"Aku merasa lebih baik kita berada di tempat ini nak. Setelah ayah sehat nanti, Ayah akan membantumu bekerja. Ayah janji!"
Mendengar hal itu, keduanya menangis. Semula, dalam hatinya timbul secuil niatan ingin mengatakan jika Reiner adalah pria jahat yang selama ini kerap berbuat kasar kepadanya. Namun mendengar perkataan Ayahnya yang memuja kebaikan Reiner, niatan itu perlahan-lahan sirna dari hatinya.
Ia tak mau membuat ayahnya bersedih lagi. Keadaan ayahnya sudah jauh lebih baik, dan ia tak boleh merusak pencapaian ini.
Beberapa waktu kemudian, Megan sudah datang dan membuat Rachel mengerti bila waktunya telah habis.
"Maaf, tuan Reiner meminta anda kembali!" ucap Megan sembari membawa beberapa obat-obatan.
Ayah Rachel tersenyum. "Kembali lah Rachel. Bekerja lah pada tuan Reiner dengan baik. Ayah juga akan berusaha untuk segera sembuh agar kita bisa sama-sama bekerja!"
Rachel memeluk ayahnya sekali lagi. Berniat akan mengucapkan terimakasih kepada Reiner sebab meksipun selama ini pria itu kerap mengancam akan membunuh ayahnya, tapi rupanya pria itu melakukan hal yang sebaliknya.
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir