Mencintainya adalah sebuah keputusan..
Sifat perhatian padaku menutupi pengalihannya...
Yang dia kira...dia yang paling disayang, menjadi prioritas utama, dan menjadi wanita paling beruntung didunia.
Ternyata semua hanya kebohongan. Bukan, bukan kebohongan tapi hanya sebuah tanggung jawab
.
.
.
Semua tak akan terjadi andai saja Arthur tetap pada pendiriannya, cukup hanya dengan satu wanita, istrinya.
langkah yang dia ambil membawanya dalam penyesalan seumur hidupnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lupy_Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
Divilla Kei melaporkan kejadian ini pada bosnya, Ryuu sangat marah dengan apa yang dialami cucunya. Baru saja ia berbincang dan memeberi wejangan pada Livia , tapi justru hal yang diwanti² malah terjadi.
Akhirnya Kei menyusul Livia ke rumah sakit setelah dapat info lokasi dari sopir yang membawa mereka.
.
.
Kei berjalan cepat menuju ruang IGD. dilorong sana ia dapat melihat Arthur duduk bersandar sambil melipat tangannya
Arthur mendengar langkah seseorang mendekat, begitu tahu siapa yang datang Arthur langsung menatap tajam pada Kei
"Ck...Untuk apa kau datang kesini?"
"Saya mengkhawatirkan nyonya Livia"
"Ada aku, suaminya" katanya tegas
"saya akan pergi jika keadaan nyonya baik² saja" Arthur mendengus
tatapan mereka beradu satu sama lain, Kei lebih dulu memutuskan tatapannya dan memilih duduk dikursi sebrang Arthur
Pintu ruang IGD pun terbuka, sang dokter keluar dengan masker dimulutnya..
"Suami dari pasien?" dokter menatap dua pria dihadapannya
Arthur segera berdiri " Saya, bagaimana keadaan istri saya?"
"keadaan Nyonya Livia baik² saja, untungnya cepat dibawa kesini dan kita bisa segera menanganinya. Namun ada yang perlu saya bicarakan pada tuan mengenai kondisi nyonya Livia, kita bicara diruangan saya saja tuan"
Arthur mengikuti dokter itu keruangnnya
"jadi begini tuan, kandungan Nyonya Livia masih sangat rawan dan lemah, kontraksi yang dialaminya itu diakibatkan dari pikiran yang terlalu berlebihan. Disaat trimester awal kita harus selalu menjaga mood ibu hamil selalu ceria, tidak boleh sedih ataupun marah karna itu mempengaruhi janin yang ada dikandungannya. Janin akan merasakan perasaan ibunya maupun itu sedih, ceria, tertawa atau marah"
Arthur merenung mendengar penjelasan dokter itu, "saya akan meresepkan vitamin nyonya Livia, Tuan bisa menebusnya dan melakukan pembayaran disana" Arthur menerima kertas resep obat itu dan berlalu dari sana
Setelah diluar Arthur memukul tembok dihadapannya
bugh..bugh..
Darah mengalir dari permukaan tangannya, tapi Arthur tidak memperdulikan rasa sakitnya, rasa sakit ini tak sebanding dengan Livia yang menahan rasa sakit diperutnya..
'apa yang aku lakukan? bodoh, bodoh, harusnya aku bisa mengontrol apa yang aku bicarakan tadi, mungkin Livia tidak akan berada disini sekarang, kau memang bodoh Arthur, bodoh..
Jelas² kau tau dia terus murung sejak mengangkat teleponmu' batinnya
Bugh ..bughh....
Baru ingin memukul lagi tangannya ditahan oleh seseorang, Arthur menoleh pada Kei yang menahan tangannya
"Lepas!" bentaknya
"pikirkan bagaimana jika nyonya melihat luka ditanganmu, pasti dia akan sedih"
perlahan Kei melepaskan tangannya, "dokter bilang nyonya sudah bisa dipindahkan keruang rawat" setelah mengatakan itu Kei pergi meninggalkan Arthur yang mengepalkan tangannya.
Kei benar, istrinya tidak boleh melihat luka ditangannya... Sekarang ia harus menebus obat dan membayar Administrasi agar istrinya bisa istirahat dengan nyaman.
Setelah dipindahkan keruang VVIP, Arthur masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan dan mengobati lukanya,
Sekarang Arthur sudah lebih fresh dari sebelumnya, kakinya melangkah ke ranjang pasien dengan ukurang big size
duduk dikursi sebelah ranjang itu, mengusap lengan istrinya yang terpasang infus. mengecup keningnya lama tak lupa mengecup perut istrinya yang sudah tumbuh anaknya disana setelah itu Arthur tertidur sambil terus memegang tangan istrinya
.
.
.
Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00.. Namun Arthur masih nyaman dengan posisi tidurnya apalagi Livia yang sudah terbangun sejak tadi terus mengusap kepalanya
Meski kemarin Livia kesal dengan suaminya, ia tak bisa marah lama²...
Ceklek....
Suster masuk dengan troli berisi makanan pasien, "permisi... nyonya saya mengantarkan sarapan untuk anda"
Arthur terbangun mendengar suara suster itu, ia melihat istrinya sudah bangun dengan wajah yang tidak kesakitan seperti semalam
"terimakasih sus"
"sama², cairan infusnya sudah habis... Saya akan membantu melepasnya nyonya" suster itu menarik perlahan selang infus yang tertanam di punggung tangan Livia
"setelah jam sarapan anda selesai..dokter akan segera datang, saya permisi nyonya"
Setelah suster itu pergi, Arthur pindah ke atas ranjang pasien dan duduk berhadapan dengan istrinya, " Apa masih terasa sakit?" Livia mengeleng
"Maaf... Maafkan aku" Arthur menunduk
"Kamu tau alasanmu minta maaf?" Livia bertanya tapi Arthur tidak menjawab
Arthur mendongak menatap mata istrinya yang berkaca², ia ingat semalam dokter memperingatinya bahwa pentingnya menjaga suasana hati ibu hamil
"Alasanku sangat banyak, tapi jika kamu menginginkan penjelasan dariku aku akan mengatakannya. Katakan, mana yang harusku perjelas atau perbuatan mana yang kamu rasa tidak nyaman?" tanya Arthur menggenggam tangan istrinya
"wanita yang menelepon mu kemarin......" Arthur paham inilah yang menjadi beban pikiran istrinya sampai kontraksi
Arthur memeluk istrinya, "wanita itu rekan kerja ku... Tidak usah berpikir yang aneh², pikirkan saja anak kita.. Itu yang paling penting sekarang. Kamu ingin selalu aku hubungi setiap bekerja agar kamu tenang, akan aku lakukan. Apalagi?... " Livia menggeleng lalu melepaskan pelukan Arthur
"Aku mau makan" Arthur mencegah tangan Livia yang hendak mengambil piring itu, "Aku akan menyuapimu"...
Sejak kemarin Livia terus diam padanya, Arthur harus berpikir lebih keras lagi bagaimana cara mengembalikan senyum sang istri padanya.
Livia telah menghabiskan sarapannya. "Aku mau pulang" singkat, padat, dan jelas...
"baiklah aku akan mengurus kepulanganmu "tunggu disini" Arthur mencuri kecupan dibibir istrinya
Setelah Arthur pergi, dokter datang untuk memeriksanya
"Keadaan anda sudah membaik, dan janin anda juga sehat. nyonya harus sering melakukan kegiatan yang ringan2 saja tapi jangan berlebihan. Pokoknya lakukan hal positif yang bisa membuat anda senang karna energi positif itu akan membawa pengaruh yang baik untuk anak anda" jelas dokter dengan senyum diwajahnya.
"baik dok, apa aku sudah bisa pulang hari ini?"
"keadaan anda sudah pulih dan cairan infusnya juga sudah habis, anda bisa pulang hari ini nyonya... Saya berjumpa dengan suami anda tadi sepertinya dia sedang mengurusnya" Livia tersenyum
"baiklah kalau begitu saya harus pergi karna masih ada pasien lain yang harus saya periksa, permisi nyonya"
"iya dok"
Dokter itu sudah pergi, sekarang Livia hanya sendirian diruangannya menunggu kedatangan suaminya untuk pulang
"nak, maaf ya... Membuatmu sakit.. Bertahanlah sayang" Livia mengusap perut ratanya sambil mengajaknya bicara dan hal itu membuat hatinya sedikit terhibur
"Daddymu lama sekali sih.. mommy ingin pulang" Livia terus mengajak anaknya bicara
Setelah 10 menit. Arthur datang dengan pakaian yang sudah rapi sambil membawa sebuket bunga dan paperbag ditangannya
Berjalan mendekati istrinya "untukmu" Livia mengambil buket bunga itu "terimakasih"
"Kamu ingin mandi disini atau divilla saja, hm?.... Aku sudah menyiapkan pakaianmu jika kamu mau mandi disini" kata Arthur mengangkat paperbag ditangannya
"aku mau mandi..." Livia perlahan turun dari ranjang dibantu suaminya
"perlu aku bantu"
"tidak" Arthur berusaha bersabar menghadapi istrinya yang sedang mode ngambek
.
.
.
.
Akhirnya mereka sudah keluar dari rumah sakit, selama diperjalanan Arthur tak henti²nya memberi kecupan kecil dipermukaan tangan Livia yang ia genggam, tangan sebelahnya menyetir.
tadi sebenarnya Arthur menyuruh bawahannya mengantar mobil dan pakaian nya dan sang istri..makanya sekarang mereka naik mobil hanya berdua.
"Ingin sesuatu?" Livia menggeleng.. Arthur menepikan mobilnya, melepas seatbelt nya lalu menunduk ke perut istrinya
"Anak Daddy ingin makan apa, hm?.. Ingin kue labu? Atau ingin puding..katakan sayang. Beritahu pada mommy mu agar Daddy bisa memberinya sekarang" Arthur berbicara sambil mengusap perut istrinya. Livia tersenyum melihat itu
Setelah mengatakan itu Arthur mencium perut istrinya.. Livia mengusap kepala suaminya
Arthur meraih tangan sang istri yang mengusap kepalanya lalu mengecupnya
"sepertinya anakku ngambek juga seperti mommynya, sejak tadi tak menginginkan apapun" Livia menatap wajah Arthur dengan tayapan yang sulit dibaca
Akhirnya Arthur kembali menjalankan mobilnya ke villa
.
.
.
.
.
.
...----------------...
/Facepalm//Chuckle/
/Chuckle//Facepalm/
/Shy//Chuckle/