NovelToon NovelToon
Raja Kejahatan Dunia

Raja Kejahatan Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Epik Petualangan / Harem
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Merena

Leo XII, Raja Kejahatan Dunia, adalah sosok yang ditakuti oleh banyak orang, seorang penguasa yang mengukir kekuasaan dengan darah dan teror. Namun, ironisnya, kematiannya sama sekali tidak sesuai dengan keagungan namanya. Baginya, itu adalah akhir yang memalukan.

Mati karena murka para dewa? Sungguh lelucon tragis, namun itulah yang terjadi. Dalam detik-detik terakhirnya, dengan sisa kekuatannya, Leo XII berusaha melawan takdir. Usahanya memang berhasil—ia selamat dari kematian absolut. Tapi harga yang harus dibayarnya mahal: Leo XII tetap mati, dalam arti tertentu.

Kini ia terlahir kembali sebagai Leon Dominique, dengan tubuh baru dan kehidupan baru. Tapi apakah jiwa sang Raja Kejahatan akan berubah? Akankah Leon Dominique menjadi sosok yang lebih baik, atau malah menjelma menjadi ancaman yang lebih mengerikan?

Satu hal yang pasti, kisahnya baru saja dimulai kembali!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kemenangan Fiona

Fiona menatap A Mann dengan mata sedingin es, hembusan angin mulai menggulung di sekeliling tubuhnya, menggerakkan rambut dan pakaiannya dengan liar. Angin itu semakin pekat, menggumpal menjadi bentuk yang tajam dan mematikan. "Hurricane Lance," gumamnya pelan namun penuh ancaman. Dalam sekejap, ratusan tombak angin muncul melayang di udara, memancarkan kilauan tajam yang menakutkan. Dengan satu gerakan tangan, Fiona menunjuk ke arah A Mann.

Tombak-tombak itu melesat dengan kecepatan luar biasa, menciptakan suara berdesing yang memecah udara.

A Mann mengangkat pedang besarnya, menebas tombak-tombak itu dengan kekuatan brutal. Denting suara benturan terdengar saat pedangnya menghancurkan beberapa tombak, tetapi jumlahnya terlalu banyak. Setelah beberapa saat, langkahnya terhenti, dan ia terpaksa mengangkat pedangnya sebagai perisai, menahan serangan hujan tombak angin tersebut.

Fiona menyeringai sinis dari kejauhan. "Menyedihkan," katanya, suaranya penuh ejekan. "Hanya pedangmu saja yang besar. Nyalimu? Kecil, sama seperti otakmu. Aku bahkan mulai merasa kasihan."

Kata-kata itu memukul harga diri A Mann. Keningnya berkerut tajam, dan tatapannya berubah penuh amarah. Ia menancapkan pedangnya ke tanah, mengatur posisi kakinya dengan mantap. "Kau akan menyesali kata-katamu," gumamnya, suaranya rendah namun bergetar karena kemarahan yang menahan.

A Mann menarik napas dalam-dalam, tubuhnya bergetar hebat. Aura menyelimuti tubuhnya, membuat otot-ototnya menggembung. Urat-urat di lengan dan lehernya mencuat seperti akan meledak. Dengan teriakan dahsyat, ia memberikan hentakan besar dan melesat ke arah Fiona dengan kecepatan yang mengejutkan.

Fiona segera menyadari bahaya yang mendekat. Ia mengangkat tangannya, menciptakan Wind Shield, sebuah pelindung angin yang menyelimuti tubuhnya. Namun, kekuatan A Mann telah meningkat drastis. Dengan satu ayunan pedang, ia menghantam pelindung Fiona.

Suara keras terdengar ketika Wind Shield Fiona retak dan pecah, menghantarkan hembusan angin yang menghantam arena. Fiona berusaha menghindar, tetapi tebasan itu tetap mengenai pinggangnya, meninggalkan luka panjang yang mulai mengalirkan darah segar.

Dengan sigap, Fiona melompat mundur, menjaga jarak sambil memegang pinggangnya. Pakaiannya yang anggun kini ternodai merah oleh darahnya sendiri.

A Mann tertawa terbahak-bahak, memamerkan senyuman penuh kebrutalan. "Lihatlah dirimu sekarang, wanita kecil! Pada akhirnya kau hanyalah serangga lemah yang tidak sebanding denganku. Setelah aku menghancurkanmu, aku akan mengoyak kulitmu, mengunyah dagingmu, dan menggantungkan tulang-tulang kecilmu di lemariku!" katanya dengan nada penuh kebengisan. Matanya bersinar dengan nafsu untuk menghancurkan.

Fiona berdiri dengan tatapan dingin, tetapi kali ini, ada kilatan kemarahan yang tidak bisa disembunyikan di matanya. Ia menatap luka di pinggangnya dan mendecakkan lidah dengan jijik. "Makhluk rendahan sepertimu berani menyentuh tubuhku? Kau akan membayar mahal untuk ini," katanya dengan nada tajam seperti pisau.

Angin di sekitarnya mulai berputar dengan liar, menciptakan badai kecil yang melingkupi tubuhnya. Rambutnya melayang di udara, auranya berubah menjadi lebih menakutkan. Mata Fiona bersinar tajam, penuh dengan kebencian yang membara.

"Aku akan memastikan kematianmu menjadi hal yang paling kau inginkan," ucapnya dingin. Angin-angin di sekitarnya mulai terkumpul, membentuk pusaran besar yang tak terkendali. Suara raungan angin menggema, memenuhi arena dengan tekanan yang mengerikan.

Penonton yang awalnya bersorak kini membungkam, menyaksikan Fiona yang berubah menjadi ancaman mematikan. Bahkan A Mann, meskipun masih menyeringai, tidak dapat menyembunyikan kegelisahan kecil di matanya.

Pertarungan ini baru saja dimulai, dan arena Colosseum bersiap menyaksikan kehancuran yang tidak terelakkan.

.

.

.

Di tribun arena, Leon menyandarkan punggungnya dengan santai pada kursi, matanya terpaku pada aksi Fiona di tengah pertarungan. Sebuah senyuman tipis menghiasi wajahnya, penuh ketenangan dan rasa percaya diri.

Langkah seseorang terdengar mendekat, memecah kesunyian di antara riuhnya sorakan penonton. Tanpa perlu menoleh, Leon sudah tahu siapa yang datang. Salvidor, tangan kanan Leo XIII, kini berdiri di sampingnya, tatapannya tajam menembus arena.

“Leon Dominique,” Salvidor membuka pembicaraan, suaranya datar namun penuh ancaman tersembunyi. “Apa yang kau pikirkan hingga berani mendeklarasikan dirimu sebagai Raja Kejahatan Dunia secara terang-terangan?”

Leon melirik sekilas ke arahnya, lalu kembali memandang arena tanpa sedikit pun mengubah ekspresi santainya. “Anjing setia seperti dirimu rupanya sangat penasaran,” ujarnya pelan, nyaris seperti gumaman. “Beri aku alasan mengapa aku harus menjawab pertanyaan itu.”

Salvidor mengerutkan kening, nada suaranya berubah dingin. “Pertanyaan ini bukan datang dariku. Ini langsung dari Tuan Leo XIII. Beliau sangat marah dengan deklarasi yang kau buat. Perkataanmu terlalu frontal, seakan-akan menantangnya secara terbuka, seakan kau menuding bahwa Beliau bukanlah pewaris sejati Leo XII.”

Leon mengangkat alisnya dengan santai, kini melirik Salvidor dari sudut matanya. “Dia menganggap itu sebagai tuduhan? Menarik sekali,” katanya, suara Leon terdengar seperti ejekan. “Kenapa dia berpikir seperti itu?”

Salvidor mendekatkan tubuhnya sedikit, aura tegang mulai terasa dari dirinya. “Kau mengaku sebagai Raja Kejahatan Dunia, dan lebih dari itu, kau menyebut bahwa semua yang mengklaim gelar itu hanyalah bayangan palsu. Apa yang akan dipikirkan orang-orang tentang Tuan Leo XIII, yang dikenal sebagai putra Leo XII, ketika mendengar pernyataanmu?”

Leon terdiam sejenak, lalu sebuah senyuman sinis terukir di bibirnya. Matanya memancarkan kilauan tajam. “Kalau dia merasa tersinggung, itu urusannya, bukan urusanku. Tapi aku akan memberitahumu sesuatu,” Leon berkata dengan nada rendah dan dingin. “Jika Leo XIII benar-benar tidak terima, suruh dia datang padaku langsung. Aku akan memastikan dia tahu tempatnya—di bawah kakiku.”

Aura gelap dan dingin menyelimuti tubuh Leon, membentur aura milik Salvidor yang tak kalah mengintimidasi. Atmosfer di sekitar mereka berubah drastis. Penonton yang berada di dekatnya mendadak terdiam, wajah mereka pucat pasi. Bahkan para peserta di arena, termasuk Fiona dan A Mann, sempat menoleh ke arah tribun, terganggu oleh tekanan luar biasa itu.

Salvidor menatap Leon dengan tajam, seolah ingin menelannya hidup-hidup. Tetapi, setelah beberapa saat, dia menarik napas panjang, meredam auranya, lalu mendengus keras. “Kau sombong, Leon Dominique. Tapi aku akan memastikan kau tidak akan bisa menghindar dari konsekuensi tindakanmu,” katanya dingin sebelum berbalik dan pergi dengan langkah penuh emosi.

Leon hanya tersenyum tipis, mengangkat bahunya seolah tidak terpengaruh sedikit pun oleh ancaman itu. Tatapannya kembali tertuju pada Fiona di arena. “Makhluk seperti dia…” Leon bergumam pelan sambil menyeringai. “Selalu menyenangkan untuk dijatuhkan.”

.

.

.

A Mann menyeringai lebar, matanya terpaku pada Fiona, penuh rasa puas yang menjijikkan. “Jadi, pria itu adalah orang yang mengaku sebagai Raja Kejahatan Dunia? Aku terkejut melihat kau selalu menempel padanya. Kasihan sekali, kau harus kehilangan dia meski memiliki wajah secantik itu,” katanya dengan nada mengejek. Senyumnya berubah lebih lebar, menyiratkan niat cabul. “Sebenarnya, aku punya ide menarik. Bagaimana jika kau menjadi milikku saja? Aku akan membuatmu bahagia, lebih dari yang dia bisa. Lagipula, dia pasti akan mati dalam waktu dekat.”

Wajah Fiona langsung berubah. Matanya menyipit, penuh kebencian dan jijik. “Apakah otakmu benar-benar sekecil itu? Mengapa aku harus menjadi wanita pria menjijikkan seperti dirimu? Membayangkannya saja membuatku muak. Oksigen yang kau hirup adalah pemborosan. Sejujurnya, kau lebih baik mati sekarang juga,” jawab Fiona dingin, penuh penghinaan.

A Mann hanya tertawa keras. “Kau masih bisa berbicara besar? Saat Leo XIII bergerak, pria yang kau banggakan itu akan mati dalam sekejap, tanpa sisa mayat untuk dikenang,” katanya, suaranya penuh ejekan.

Fiona tersenyum sinis, memiringkan kepalanya seolah mengejek. “Apakah itu kata-kata terakhirmu? Dari tadi, kau hanya melontarkan ocehan tidak berguna. Kau bahkan terlalu pengecut untuk melawan wanita. Kasihan sekali, kau pasti besar dalam pelukan ibumu. Aku jadi kasihan pada ibumu—bagaimana mungkin dia melahirkan makhluk sepertimu?”

Aura di tubuh Fiona meledak, angin di sekitarnya berputar liar, membawa energi yang menggetarkan seluruh arena. Dia menyentuh darah yang mengalir dari lukanya, senyum tipis menghiasi wajahnya. “Ah, lihatlah ini. Aku baru saja memikirkan sesuatu yang menarik. Darah ini cukup bagus untuk apa yang akan kulakukan padamu,” katanya dengan nada tenang yang mengerikan.

Melihat perubahan Fiona, A Mann segera memasang posisi bertahan, menggenggam erat pedang besarnya.

Fiona mengangkat tangannya, membentuk senjata tajam dari campuran darah dan angin. “Vermilion Spike,” bisiknya. Duri-duri berwarna merah darah melayang di udara, menyerang A Mann dari segala arah.

A Mann mencoba menangkis serangan itu dengan pedang besarnya, tetapi jumlah dan arah serangan Fiona terlalu banyak. Duri-duri itu menyerangnya dari sisi-sisi yang tidak bisa dilindungi pedangnya. Luka mulai bermunculan di tubuh A Mann, darah segar menetes dari tiap goresan yang diterimanya.

Di tribun, Leon memperhatikan dengan ekspresi penuh minat. Alisnya terangkat sedikit. “Liquid, ya?” gumamnya, tersenyum kecil. “Menarik. Liquid berbasis darah bukanlah teknik yang mudah. Ia membutuhkan konsentrasi tinggi dan kepekaan luar biasa. Sepertinya, setiap hari benturan yang terjadi diantar kita berdua benar-benar meningkatkan kemampuannya.”

Leon menyaksikan serangan Fiona dengan penuh rasa puas. “Mengendalikan cairan seperti darah memang berbahaya, tetapi dengan kombinasi aura dan kendali seperti itu, Fiona benar-benar berada di level berbeda.”

Di arena, A Mann semakin terdesak. Tubuhnya penuh luka, napasnya tersengal-sengal. Setiap kali mencoba menyerang Fiona, angin yang dikendalikan Fiona menjadi perisai sempurna yang melindunginya. Fiona tetap menyerang tanpa henti, seperti badai yang tidak memberi celah.

Fiona akhirnya mengangkat tangannya ke atas, auranya melonjak drastis. “Crimson Gale,” katanya pelan, namun suaranya menggema di seluruh arena. Hembusan angin kuat bercampur dengan darah menyerang A Mann, memaksa tubuhnya jatuh ke tanah. Hembusan itu menindih tubuhnya, membuatnya kesulitan bernapas. A Mann mencoba melawan, tetapi kekuatan Fiona terlalu besar. Matanya perlahan tertutup, dan kesadarannya memudar.

Namun Fiona belum selesai. Dia berjalan mendekat dengan langkah perlahan, pedang yang terbuat dari angin terbentuk di tangannya. Tanpa ragu, dia mengayunkan pedang itu. Dalam satu tebasan yang tajam dan cepat, kepala A Mann terpisah dari tubuhnya. Darah muncrat deras, mengotori arena.

Sorak-sorai penonton meledak, suara mereka mengguncang tribun. Wasit, yang terlihat sedikit tegang oleh pemandangan brutal itu, akhirnya mengangkat tangan. “Pemenangnya adalah Aella!” serunya lantang.

Fiona berdiri tegak di tengah arena, tubuhnya bersimbah darah musuhnya. Tatapannya dingin, penuh kemenangan. Di tribun, Leon menyeringai lebar, matanya memancarkan kepuasan. “Bagus sekali,”

1
Yurika23
akuh mampir ya Thor...keknya seru...Leo anti Hero ya?... keren
Kaisar Absolute
yeyy di update, lagi thor sangat menyenangkan thor dan Pertana kali ada alur cerita yang kek gini (Sayang author)
Kaisar Absolute
lumayan lah untuk ceritanya dan mc gak bertele - tele dan dia langsung Aksi tanpa basa basi Dan sekali lagi Novel nya keren, sekarang aku nunggu Update mu author Ku sayang🗿
Kaisar Absolute: hehe/Drool//Drool//Drool/
Merena: Alamak, Jomoknye
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!