Petualangan para gadis-gadis cantik dengan berbagai rintangan kehidupan sehari-hari mereka.
Tak memandang jabatan apapun, mereka adalah gadis-gadis yang berjuang. " Di keluarga Riyu"
Bagaimana keseruan cerita mereka? yuk langsung baca,dan tinggalkan jejak sebagai tanda telah hadir mengabsensi diri dengan para gadis cantik! selamat membaca 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Rumah Batu.
Leader, kebingungan dengan wajah yang mengkerut. Matanya berkedip beberapa kali saat melihat ruangan kamar Rain tidak terkunci. Namun sang junjungannya tidak berada di dalam kamarnya.
'Kemana perginya,Tuan Rain?' Batinnya melangkah ringan masuk ke dalam kamar.
Leader, memeriksa di setiap sudut ruangan hingga ke dalam kamar mandi, tetapi nihil. Tidak ada tanda-tanda bahwa seseorang baru selesai menggunakan kamar mandi tersebut. Leader, bergegas keluar dari dalam ruangan tersebut sebelum benar-benar pergi,Dia memeriksa kembali berharap akan ada petunjuk, tapi tetap sama.
'Apa mungkin,Tuan Rain,bersama Nona Raeba? Bisa jadi mereka berada dalam kamar yang sama sekarang.' Pikir Leader, karena tidak menemukan petunjuk apapun.
"Ah, sudahlah. Lebih baik aku mengirimkan semua surat-surat itu pada tuannya masing-masing. Tuan Rain, pasti tidak akan kemana-mana tanpa memberitahu aku terlebih dahulu.' Batinnya kembali tenang. Melangkah meninggalkan kamar untuk Rain dan berjalan menuju kamarnya.
•••
Siver, mendorong pintu ruangan kerja Zagra Narous dengan perlahan, tanpa mengetuk pintu ruangan itu terlebih dahulu.
"Selamat malam tuan muda,Zagra." Sapa Siver saat kakinya telah menapak dua meter di depan Zagra Narous.
"Hem. Ada apa,Siver? Kenapa wajahmu di tekuk begitu?" Tanyanya saat melihat wajah Siver yang tidak se-rileks biasanya.
"I-ini, tuan muda,Zagra. Saya membawakan surat dari kerajaan Gaperals." memberikan gulungan kertas itu pada Zagra yang sedang duduk seraya menatapnya dengan tatapan penuh tanya.
"Kerajaan, Gaperals?" Ulangnya meyakinkan bahwa apa yang di dengarnya tidak salah.
"Benar tuan muda, Zagra."
Zagra, segera membuka gulungan kertas tersebut dan membaca pesan yang di tujukan untuknya.
Dia, menggenggam erat kertas tersebut hingga remuk. 'Peresmian pertunangan? Itu artinya seluruh dunia akan mengetahui bahwa Ruyika adalah tunangan dari pria itu? Ck. Tidak bisa di biarkan,aku harus pergi memastikan bahwa peresmian pertunangan mereka tidak terjadi!' mutlaknya yang kemudian melempar surat tersebut kepada Siver.
"Kita akan pergi!" Ucapnya dengan datar.
Sedangkan di dalam kamar. Raeba terbangun dari tidurnya, merenggangkan otot-ototnya yang kaku,dan segera bangkit dari duduknya.
'Rain?' Lirihnya dalam hati menatap sekilas pada sofa ruangan tersebut.
Raeba, melewati Rain yang tertidur di sofa dengan tubuh meringkuk. Kakinya yang panjang di tekuk agar muat di sofa tersebut.
Raeba, yang tidak ingin mengganggu waktu istirahat tunangannya itu, segera melangkah dan masuk ke dalam kamar mandi.
Lima belas menit berlalu. Raeba,kini duduk di sisi ranjang sambil membenarkan letak sanggulnya. Pakaiannya sudah berganti dari gaun menjadi baju jubah bertudung.
Selama gadis itu berbenah diri Rain tidak terusik sama sekali. Membuat senyuman lebar menghiasi wajah,Raeba.
'Apa aku pergi saja tanpa memberitahu,Rain. Tapi,jika Dia terbangun dan tidak mendapati aku di dalam kamar,apa Dia akan marah?' Batinnya mendekati sofa. Memastikan bahwa Rain benar-benar sedang tidur.
'Sudahlah! Tidak apa-apa,aku pergi tanpa pamit!'
Baru saja gadis itu ingin melangkah, tangannya sudah di genggam erat oleh Rain. Pemuda itu duduk dan menatap geram ke arah, Raeba.
"Mau pergi kemana. Hem?" Datarnya dengan sorot mata yang tajam.
Raeba,terdiam. Bingung harus menjawab apa, jadi gadis itu memilih mematung tanpa bersuara.
"Kenapa hanya diam? Apa Kamu mau keluar dari markas? Kamu tidak ingat bahwa ada aku disini?" Rain,perlahan tapi pasti menarik Raeba hingga duduk bersebelahan dengannya.
"Ck."
Suara decakan Rain, mengalihkan atensi Raeba. Gadis itu mengerjab dua kali hingga detak jantungnya mulai bekerja dengan baik.
"Aku ingin ke luar. Ada tempat yang harus aku kunjungi sebelum kita kembali ke kediaman keluarga besar Riyu." Jawabnya, tanpa memandang ke arah Rain. Ia, gadis normal, jadi saat matanya bersirobok pandang dengan Rain secara naluriah jantungnya akan berpacu lebih cepat.
Meskipun, sebelah mata Rain tidak berfungsi. Namun kadar ketampanannya tidak berkurang sama sekali.
"Apa,aku tidak boleh ikut?" tanya Rain,memegang dagu Raeba dan mengarahkan padanya.
keduanya meneguk ludahnya sendiri. Tenggorokan keduanya serasa tercekat, mereka sama-sama terpesona dengan visual masing-masing.
Rain, tersenyum sangat tipis. Mengusap lembut pipi Raeba kemudian berhenti di matanya.
"Jawab saja,kau boleh memandang wajahku selama yang kau mau!" ucapnya dengan suara rendah, namun terkesan datar.
"Hem. Aku ada urusan penting,dan tidak akan memakan waktu yang lama, paling cepat tiga jam dan aku sudah kembali lagi ke sini." Jawab Raeba. Matanya tak berkedip menatap wajah tampan,Rain.
Jika berada dari jarak sedekat ini,Rain, terlihat sangat tampan. sayang sekali jika momen singkat ini tidak di manfaatkan. Oleh karena itu, Raeba, memilih untuk terus menatap tanpa berkedip.
"Hem. Berhati-hatilah!" Jawab Rain.
Jika Raeba tidak ingin Rain ikut serta dalam masalahnya,itu artinya gadis itu masih sanggup menghadapi semuanya sendirian. Jadi Dia tidak akan memaksa.
Raeba, mengangguk singkat. Bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis,dan Rain menyadari hal itu. "Aku, pergi dulu." sambil menarik pelan tangannya yang masih di genggam erat oleh,Rain.
"Jangan sampai terluka!" Rain, melepaskan genggamannya pada tangan,Raeba. Dan berjalan keluar dari dalam kamar tersebut,bersama dengan gadisnya.
Di luar ruangan kamar itu tidak ada seorangpun penjaga, semua itu atas permintaan Raeba, karena ia ingin keluar dengan bebas tanpa banyak pertanyaan dari para penjaga.
"Rain?" panggilnya saat ia hendak pergi melewati sebuah pintu kecil menuju belakang markas.
"Ada apa?" Rain, kembali mendekati,Raeba. Mengerutkan keningnya dengan tatapan bertanya.
"Kembalilah ke kamarmu!" Ucap Raeba yang di angguki oleh,Rain.
Rain, mengerti maksud dari ucapan Raeba. Gadis itu tidak ingin orang lain berpikir yang tidak-tidak tentang keduanya,meski sudah bertunangan secara resmi,berduaan di dalam ruangan yang sama sungguh tidak baik di pandangan mata orang lain.
Setelah kepergian Raeba, Rain pergi ke kamarnya, saat dia teringat dengan Leader yang pasti sudah mencari keberadaannya,Rain, lebih memilih mendatangi kamar Leader dan menunggu kepulangan Raeba di sana.
•••
Rumah batu bertingkat dua, Raeba,baru saja sampai di tempat tersebut. Sebelum masuk ia mengandangkan kuda terlebih dahulu. Ternyata Aya sudah menantinya dari sepuluh menit yang lalu.
Menghampiri junjungannya,Aya, menyunggingkan senyuman manis untuk sang junjungan.
"Selamat malam,Nona Raeba." Lirihnya pelan yang hanya dapat di dengar oleh, Raeba.
"Hem." Angguknya,"kita mulai dari yang paling menyedihkan saja!" Ungkapnya dengan datar dan pelan.
"Baik Nona,Raeba."
Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah batu bertingkat dua itu. Melewati dua penjaga bagian luar dan berjalan menuju ruangan pemilik rumah tersebut.
Pria berusia 45 tahun yang duduk di kursi kayu sambil menatap dua orang gadis yang berjalan ke arahnya.
"Selamat datang di rumah teratai." Datarnya dengan sorot mata mendayu.
"Kami,ingin mengambil sesuai surat yang sudah di tanda tangani." Ucap Raeba tanpa basa-basi. Ia,sedang tidak bermurah hati untuk meladeni pria mesum yang kini menatapnya dengan mata penuh birahi.
"Baik,baik,Nona. Saya sudah menyiapkan seseorang untuk mengantarkan kalian berdua mencari yang kalian mau."
"Apakah, Nona, tidak ingin duduk terlebih dahulu? Minuman penuh energi sangat banyak di sini, mungkin Nona ingin mencobanya?" ucapnya menawarkan,sebuah jebakan formal.
"Maaf. Kami tidak tertarik untuk minum,kalau begitu kami pergi dulu!"
Raeba, menarik tangan Aya untuk segera keluar dari ruangan tersebut. Mereka berjalan ke lantai dua bersama seorang penjaga pria berbadan kekar yang mengikuti langkah keduanya.
"Yang itu, Nona?" lirih Aya,dan memberi informasi dengan isyarat kepada, Raeba.
"Hem. Dia, terlihat sangat menyedihkan. Kita bawa saja." Jawab Raeba dengan pandangan mata tertuju pada seorang bocah laki-laki yang berusia kisaran 13 tahun. Tubuhnya yang kurus dan mata sayu nya yang menghitam, menandakan jika anak itu sangat lelah dan tidak terurus.
Empat orang anak, berhasil di beli oleh,Raeba. Mereka segera pergi dan mencari kedai makan terlebih dahulu.
Raeba,baru saja membeli empat orang budak yang di per-jual belikan di rumah batu tersebut. Anak-anak itu berasal dari desa yang sangat terpencil, yang sengaja di jadikan objek penghasilan.