Diana, gadis manis yang harus merasakan pahit manisnya kehidupan. Setelah ayahnya meninggal kehidupan Diana berubah 180 derajat, mampukah Diana bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aprilli_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Santri baru
Saat pulang dari sekolah Diana mencoba berfikir ulang lagi mengenai olimpiade MIPA tersebut, bukan karena diijinkan atau tidaknya melainkan apakah ia mampu bersaing dengan murid dari sekolah lain yang pastinya kemampuannya berada diatasnya.
"Duh kenapa Bu Ratna tidak menyuruh Milen saja ya, kan Milen lebih pintar dari aku."
Diana pesimis dan merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri.
"Coba tanya Ibu dulu kali ya, lagi pula ikut olimpiade juga ada uang pendaftarannya."
Diana menghampiri Bu Sari yang berada di kamarnya.
"Bu,"
Bu Sari yang semula membaca majalah akhirnya menghentikan Aktivitasnya.
"Iya Na masuk saja,"
Diana membuka pintu kamar Bu Sari
"Bu, tadi disekolah Bu Ratna menawarkan Diana untuk mengikuti olimpiade MIPA,"
Dengan perasaan harap-harap cemas Diana menceritakan apa yang Bu Ratna bicarakan tadi.
"Olimpiade MIPA ya?"
Diana menganggukkan kepalanya
"Iya Bu dan pastinya akan ada uang pendaftaran,"
Bu Sari lalu menatap Diana yang berdiri disampingnya.
"Kamu tidak apa-apakan kalau seumpama tidak mengikuti olimpiade tersebut?"
Seketika itu tenggorokan Diana merasa tercekat dengan anggukan pelan Diana mencoba mengatur nafasnya.
"Iya Bu tidak apa-apa,"
Kepala Diana berdenyut saat mendapat penolakan dari Bu Sari.
"Ya sudah Bu kalau begitu Nana ganti baju dulu,"
Bu Sari melanjutkan membaca majalah yang ada d tangannya.
"Iya, tutup lagi pintunya."
Diana keluar dari kamar Bu Sari dan menghela nafas lelah, Diana tahu akan seperti ini hasilnya namun ia mencoba berfikir positif jika orang tuanya tidak ada biaya untuk membayar biaya pendaftaran.
Setelah berganti pakaian Diana bersiap untuk sholat dhuhur, setelah sholat dhuhur Diana merangkum tugas yang diberikan oleh Bu Ratna.
Tidak terasa jam menunjukkan pukul 13.00 WIB, Diana bersiap untuk berangkat ke TPQ Al-Ikhlas.
"Assalamualaikum,"
Seperti biasa, Diana menjemput Titi untuk berangkat ke TPQ bersama-sama.
"Waalaikumsalam,"
Titi sudah bersiap-siap lalu berpamitan kepada Neneknya
"Nek, Titi berangkat dulu ya Diana sudah menjemput,"
Sang Nenek menghampirinya
"Iya, hati-hati dijalan ya Ti."
Titi mencium tangan sang Nenek lalu menghampiri Diana yang berdiri di depan pagar rumah Titi.
"Ayo Na kita berangkat,"
Titi menarik tangan Diana lalu mereka berjalan beriringan.
"Na, tugas dari Bu Ratna sudah kamu rangkum?"
Sambil berjalan menuju TPQ Titi mencoba mencairkan suasana karena dilihatnya Diana banyak melamun.
"Oh, sudah Ti tinggal menghafal saja,"
Titi mengangguk dan menatap kearah Diana
"Na, apa kamu ada masalah?"
Diana mengernyitkan dahinya
"Kenapa kamu bertanya seperti itu Ti?"
Titi menggelengkan kepalanya
"Kamu tidak seperti biasanya Na,"
Diana menganggukkan kepalanya, ia tahu jika perubahannya terlalu mencolok.
"Maaf ya Ti, memang ada yang mengganggu pikiranku tapi tidak apa-apa kok."
Jelas Diana kepada Titi sambil senyum terpaksa.
Mereka melanjutkan perjalanan tanpa ada yang bersuara namun didalam pikiran mereka sangat berisik dengan segala spekulasi di dalam pikirannya.
Sesampainya di TPQ mereka segera masuk kedalam kelas, ternyata ada santri baru.
"Anak-anak kita kedatangan santri baru, sini Nak kamu perkenalkan diri kamu di depan teman-teman kamu,"
Ustadzah Heni memanggil santri baru tersebut untuk memperkenalkan diri di depan kelas.
"Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Alviar panggil saja Viar,"
Semua santri menatap Viar hal itu yang membuatnya tidak kuasa menahan malu.
"Waalaikumsalam salam kenal juga Viar,"
Jawab salah satu santri, Viar yang mendengar suara tersebut menoleh ke arah suara dan liatnya secara seksama siapa yang berbicara.
Diana...
Iya Diana, gadis riang dan juga ramah dengan semangat menyambut satri baru tersebut.
Viar yang pertama kali melihat senyum manis itu hanya bisa menatapnya tanpa berkedip lalu Ustadzah Heni menepuk bahu Viar.
"Nak, silahkan duduk di tempat yang kosong ya."
Viar yang semula terpaku akhirnya mengalihkan pandangannya kepada Ustadzah Heni, lalu ia duduk tepat dibelakang Diana.
Dalam diam Viar memperhatikan Diana yang duduk tepat di depannya, Titi merasa ada yang memperhatikan dari belakang seketika itu menoleh kebelakang.
"Dia ngeliatin siapa ya? "
Titi sempat salah tingkah melihat Viar yang menatap intens ke depan, ia merasa Viar menatapnya.
"Apa dia melihatku? "
Tanya Titi dalam hati lalu ia menoleh kepada Diana.
"Na coba kamu lihat kebelakang,"
Diana melihat kebelakang ternyata di belakang dia ada santri baru tersebut.
"Hai,"
Viar menyapa Diana sambil tersenyum manis.
"Hai juga,"
Ucap Diana dan membalas senyum yang tidak kalah manis, saat itu Viar terpaku oleh senyum manis tersebut.
"Nama kamu siapa?"
Viar menjulurkan tangannya kepada Diana.
"Maaf aku sudah wudhu, namaku Diana panggil saja Nana,"
Ucapnya sambil mengatupkan kedua tangannya.
"Salam kenal Na,"
Viar menarik kembali tangannya ia lalu menatap ke arah Titi yang melihatnya sedari tadi.
"Nama kamu siapa?"
Tanyanya kepada Titi
"Titi."
Ucap Titi dengan malu-malu dan Viar hanya menganggukkan kepalanya.
Semua santri memulai aktivitasnya, ada yang menghafal surat-surat pendek beserta artinya, ada pula yang menunggu giliran untuk mengaji sesuai paket.
Diana baru paket 4, di TPQ tersebut tidak menggunakan Iqro' tetapi menggunakan paket.
Di TPQ Al-Ikhlas terdapat paket 1 - 5 setiap naik ke paket selanjutnya akan ada ujian yang harus para santri lalui, dan setiap ujian akan menggunakan buku penguji.
Banyak yang tidak lulus dalam pengujian tersebut, sehingga banyak pula yang memilih pindah mengaji dikarenakan orang tua mereka selalu mempertanyakan
"Kenapa kamu lama sekali Al-Qur'an nya?"
Tidak jarang ada yang mengungkit masalah biaya.
"Sudah bayar mahal-mahal tapi kamu masih saja di paket 3!"
Sedangkal itu pemikiran orang awam, yang selalu menginginkan sesuatu secara instan. Padahal setiap proses akan mengajarkan kita untuk selalu berusaha semaksimal mungkin memperbaiki kekurangan kita.
Diana menghafal surat Al Qari'ah beserta artinya, sebelum berhadapan dengan Ustadzah Laili, Diana meminta Titi untuk mendikte hafalannya.
"Ti, tolong dikte hafalanku takutnya ada yang salah,"
Diana menyodorkan Juz'ammah kepada Titi
"Oke,"
Diana menutup matanya
"بسم الله الرحمن الرحيم
(Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
اَلْقَارِعَةُۙ
(Hari Kiamat)
مَاالْقَارِعَةُۚ
(Apakah hari Kiamat itu?) ...."
Setelah surat yang terdiri dari 11 ayat itu telah Diana bacakan beserta artinya, Titi mengangguk dan acungkan kedua jempolnya kepada Diana.
Diana menghela nafas lega karena tidak ada kesalahan yang membuatnya harus mengulang untuk menghafal lagi.
Lalu Diana maju kepada Ustadzah Laili, setelah menyelesaikan hafalannya Ustadzah Laili memberi tanda tangan pada lembar hafalan Diana, yang membuat senyum Diana merekah indah.
Tanpa Diana sadari ada sepasang mata yang menatap setiap gerak geriknya.
"Manis sekali senyum itu, aku ingin mengenal dia lebih dekat."
Ucap anak laki-laki yang terpana melihat senyum secerah mentari.
Saat Diana kembali di tempat duduknya Viar memanggil namanya
"Diana,"
Diana yang merasa namanya dipanggil menoleh ke arah suara tersebut.
"Iya?"
Dilihatnya Viar tersenyum kepadanya dan itu membuat Diana mengernyitkan dahinya heran.
"Kenapa Yar?"
Tanya Diana heran ketika Viar hanya tersenyum tanpa mengucap sepatah kata pun.
"Eee, ada yang mau aku tanyakan kepadamu,"
Diana menatap Viar intens, membuatnya canggung dan salah tingkah.
"Mau tanya apa?"
Diana yang melihat gelagat aneh Viar merasa heran.
"Anak ini kenapa sih aneh sekali,"
Ucap Diana dalam hati.
"Rumah kamu dimana Na?"
Tanya Viar hati-hati
"Rumahku barat SD"
Jawab Diana enteng
"Kapan-kapan boleh tidak aku bermain dirumah kamu?"
Diana menganggukkan kepala
"Boleh kok, adik dan sepupuku mengaji disini juga jadi kamu pasti tidak akan sendiri lagi,"
Ucap Diana kepada Viar
"Adik dan sepupu kamu, yang mana mereka?"
Tanya Viar lalu Diana menunjuk Andi yang membaca paket di simak oleh Ustadzah Heni.
"Yang maju di Ustadzah Heni itu adikku namanya Andi,"
Lalu Diana menunjuk ke arah anak yang duduk dipojokan menghindari keramaian."
"Kalau yang duduk di bangku paling pojok itu saudaraku, namanya Rohman,"
Viar mengangguk paham semua santri asyik dengan kegiatannya sendiri dan tidak terasa adzan asar telah berkumandang.
Semua santri mengakhiri aktivitasnya dan bersiap untuk sholat berjamaah setelah itu pulang kerumahnya masing-masing.
Viar menatap Diana yang berjalan kaki bersama yang lain, sedangkan ia menunggu Ibunya menjemput dan saat itu suara nyaring klakson membuyarkan lamunannya.
"Astaghfirullah Mama,"
Ucap Viar terkejut sambil mengelus dada kala sang Bunda menjahilinya, sedangkan sang Bunda hanya tersenyum meledek.
"Kamu memperhatikan siapa Yar, sampai-sampai tidak sadar Mama sudah dari tadi di belakang kamu,"
Viar yang mendengar pertanyaan Mamanya hanya menundukkan kepala karena merasa malu ketahuan oleh Mamanya sendiri.
"Tidak memperhatikan siapa-siapa Ma,"
Mama Viar memperhatikan anak sulungnya tersebut melalui spion sepeda motornya, ia melihat gelagat aneh sang putranya.
"Kamu harus fokus belajar ya Nak, kamu sudah kelas 6 setelah ini kamu akan menghadapi tryout dan setelah itu UN, Mama sarankan kamu fokus untuk sekolah kamu dulu!"
Mama Viar memberi nasihat kepada Viar untuk fokus belajar, Viar yang mendengarkan nasihat tersebut hanya bisa menundukkan kepalanya dan mencerna setiap kata yang terlontar dari suara halus penuh kasih sayang.
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya