Siapa sangka, Alya yang pernah memutuskan Randy 8 tahun lalu, membuat lelaki itu memiliki dendam mendalam. Hingga saat ini, Randy masih mencari Alya hanya untuk membalaskan rasa sakitnya. Sisa cinta dan dendam seakan saling bertarung di hati Randy.
Kehidupan Alya yang berubah drastis, membuatnya mau tak mau bekerja sebagai asisten rumah tangga yang tergabung di salah satu yayasan penyalur ART ternama.
Hingga takdir mempertemukan mereka kembali, Alya bekerja di rumah Randy yang kini sudah beristri. Di situ lah kesempatan Randy memperlakukan Alya dengan buruk. Bahkan, menghamilinya tanpa tanggung jawab.
“Andai kamu tahu apa alasanku dulu memutuskanmu, kamu akan menyesal telah menghinakanku seperti ini.” – Alya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
“Makan malam yuk,” ajak Nadia saat Randy baru saja pulang kantor.
Entah mengapa, sikap istri Randy itu tiba-tiba menjadi ramah, padahal setelah pertengkaran kala itu, hubungan mereka begitu dingin.
Selepas mandi dan berganti baju, Randy menuju meja makan menghampiri Nadia dan Raina.
“Ini pengganti Sari. Lia namanya. Dia mantan ART Bu Ratmi, tetangga depan rumah yang mau pindah ke Jogja,” ujar Nadia memperkenalkan asisten rumah tangganya yang baru, saat sedang melayani majikannya di meja makan.
Hanya diam, Randy terlihat tak tertarik dengan ucapan sang istri. Ia hanya fokus makan dan ingin segera beristirahat. Apalagi, pikirannya tengah mumet karena urusan Om Tama dan Alya.
“Kita dapat undangan pernikahannya Alex minggu depan,” lanjut Nadia.
“Ya,” jawab Randy singkat, tanpa memandang ke arah istrinya sama sekali.
Nadia lalu mengajak suaminya pergi ke mall besok karena Raina sudah merengek minta diajak jalan-jalan. "Kita sudah lama tidak pergi bertiga."
"Lihat besok. Lagi pula, kamu bisa mengajaknya sendiri," ujar Randy dingin.
Sejujurnya, ia sudah cukup muak dengan semua ini. Bukan hanya saat mendengar nama Alex disebut. Tapi juga karena Randy baru menyadari kebodohannya yang mau saja dijodohkan dengan Nadia, wanita yang tak pernah ia cintai. Apalagi, Om Tama dari awal sengaja menyiapkan jodoh untuknya hingga berani menekan keluarga Alya untuk memisahkan mereka.
Saat itu, tak ada pilihan lain. Terpaksa ia melakukannya demi membalas kebaikan sang paman yang sudah sangat baik padanya. Hingga tak pernah ia berani membantah apa yang Om Tama pinta selama ini.
Seketika Randy pun menghentikan makannya, ia kembali teringat pada ucapan Bu Yusi.
“Jangan-jangan, tujuan Om Tama memilihkan jodoh untukku, juga ada niat lain,” batinnya.
“Kenapa, Sayang? Masakannya tidak enak?” tanya Nadia ketika melihat suaminya tiba-tiba termenung.
Menggeleng, Randy kembali melanjutkan makannya dengan cepat lalu bergegas pergi dari meja makan. “Aku ingin istirahat.”
Wajah Nadia yang ramah pun seketika berubah menjadi penuh amarah kala melihat sikap sang suami.
Sementara itu, Alya yang saat ini tengah menidurkan Gio, terus mengusap-usap kepala anaknya itu sembari merenung.
“Andai waktu bisa diputar, Gio pasti tidak akan tinggal di panti asuhan. Kita bisa punya kehidupan yang lebih baik dari ini. Maafkan Mama, Sayang. Mama janji, kita tidak akan seperti ini terus,” gumamnya lirih.
Masa depan seseorang memang tak ada yang tahu, begitu pula dengannya yang tak tahu jika hidupnya akan seperti ini karena ulah lelaki yang pernah ia cintai begitu lamanya.
Beberapa menit kemudian, ponselnya pun berdering. Alya yang selama ini hampir tak pernah menyentuh ponselnya, kini menjadi kembali aktif dalam memainkan benda pipih itu. Apalagi, setelah Davin menggantinya dengan membelikan ponsel baru bermerek apel berlubang. Tentunya, dengan sedikit paksaan karena Alya sempat menolaknya.
“Iya, Vin, ada apa?” sapa Alya dalam panggilan teleponnya.
“Alya, aku senang kamu mau angkat teleponku. Akhir pekan besok, aku ingin mengajakmu nonton. Mau ya,” bujuk Davin.
Meski sejujurnya Alya begitu malas mengiyakan permintaan itu, tapi ia sudah bertekad ingin membuka hati untuk Davin demi Gio, meski harus berjuang keras untuk melakukannya.
“Iya, Vin, aku mau,” jawabnya singkat.
Hingga mereka pun mengobrol sebentar, sebelum akhirnya panggilan itu berakhir karena Gio mengigau.
“Om, Om.” Gio terus memangil-manggil Randy yang ia panggil om itu.
Membangunkan pelan sang anak, Alya terus mengusap kepala bocah tampan itu.
Membuka matanya, Gio terbangun dan tiba-tiba menangis. “Ma, Gio mau ketemu sama om.”
Menenangkannya, Alya meminta sang anak kembali tidur dan tak memikirkan om itu, karena mereka memiliki kehidupan masing-masing.
“Tapi, Ma...” Gio masih merengek.
“Besok kita pergi sama Om Davin ya,” bujuk Alya.
Menggeleng dan tetap menangis, Gio tak mau, karena ia hanya ingin bertemu Randy.
Menghela nafas panjangnya, Alya kebingungan sendiri. Dulu, anaknya itu tak pernah begini sebelum bertemu dengan Randy. Sekarang, Gio jadi sering rewel.
Semakin malam, tangis Gio tak kunjung berhenti. Hingga Alya pun menyadari anaknya demam. Ia pun bergegas menuju dapur untuk mengambilkan obat penurun demam dan segelas air putih.
“Kenapa, Al?” tanya Pak Antonio yang kebetulan sedang berada di dapur, saat melihat Alya yang panik.
“Gio demam, Pak,” jawab Alya lalu bergegas kembali ke kamarnya.
Pak Antonio pun menyusulnya ke kamar untuk melihat keadaan Gio.
Di dalam kamar, Gio masih terus merengek. Matanya terpejam, tapi mulutnya tak henti memanggil-manggil om. Suaranya juga semakin terdengar serak karena tak henti menangis.
“Dari tadi dia terus memanggil laki-laki itu, Pak,” ucap Alya putus asa.
“Mungkin mereka saling merindukan, Al. Bagaimana pun, ada darah Randy mengalir di tubuh Gio. Tak peduli bagaimana pun sejarah masa lalu, anak tetap lah anak. Ikatan batin mereka akan selalu ada,” jelas Pak Antonio.
Ternyata, benar apa yang suami Bu Puri itu ucapkan. Randy yang kini tengah mencoba memejamkan matanya, pikirannya terus berisik dipenuhi berbagai persoalan. Melupakan sejenak soal kebohongan Om Tama, pikirannya kembali tertuju pada Alya dan lelaki tadi, juga Gio.
“Apa benar dia pacar Alya? Tapi, apa traumanya sudah membaik saat dengan lelaki itu dan masih tetap ketakutan saat melihatku? Apa sudah tak ada kesempatan untukku? Apa sudah terlambat jika aku ingin bertanggung jawab pada mereka untuk menebus kesalahanku yang fatal? Tapi, Gio adalah anakku. Aku ingin dia di sini, bersamaku. Gio...”
***
“Mau sampai kapan begini, Om? Nadia lelah menghadapinya.” Terdengar suara Nadia sedang berada dalam panggilan telepon dengan seseorang di taman belakang.
Randy yang tak sengaja mendengarnya pun hanya bisa diam dan terus memperhatikannya. Entah mengapa, setelah mengetahui banyak fakta di masa lampau, ia mudah sekali curiga pada siapa pun. Seperti ucapan Bu Yusi yang memintanya untuk lebih peka.
Hingga dipanggilnya lirih Lia yang sedang membawa cucian baju lewat di depannya, dan memberikan kode tangannya meminta dihampiri.
“Iya, Tuan,” sapa Lia hormat.
Randy lalu tampak membisikkan sesuatu pada asisten rumah tangganya itu, sembari matanya terus memantau Nadia agar tak melihat aksinya itu.
...****************...