Berkisah tentang Alzena, seorang wanita sederhana yang mendadak harus menggantikan sepupunya, Kaira, dalam sebuah pernikahan dengan CEO tampan dan kaya bernama Ferdinan. Kaira, yang seharusnya dijodohkan dengan Ferdinan, memutuskan untuk melarikan diri di hari pernikahannya karena tidak ingin terikat dalam perjodohan. Di tengah situasi yang mendesak dan untuk menjaga nama baik keluarga, Alzena akhirnya bersedia menggantikan posisi Kaira, meskipun pernikahan ini bukanlah keinginannya.
Ferdinan, yang awalnya merasa kecewa karena calon istrinya berubah, terpaksa menjalani pernikahan dengan Alzena tanpa cinta. Mereka menjalani kehidupan pernikahan yang penuh canggung dan hambar, dengan perjanjian bahwa hubungan mereka hanyalah formalitas. Seiring berjalannya waktu, situasi mulai berubah ketika Ferdinan perlahan mengenal kebaikan hati dan ketulusan Alzena. Meskipun sering terjadi konflik akibat kepribadian mereka yang bertolak belakang, percikan rasa cinta mulai tumbuh di antara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Pasangan Serasi?
"Sayang, kamu juga disini?Katerine menyapa Ferdinan.
Suasana meeting yang awalnya tegang namun terkontrol tiba-tiba berubah saat Katerine muncul tanpa diduga. Dengan langkah percaya diri, ia menghampiri meja tempat Ferdinan, Alzena, Bastian, dan Farrel duduk. Mengenakan pakaian modis yang mencuri perhatian, Katerine langsung mendekati Ferdinan.
"Ahh sayang, lama sekali kita tidak bertemu! Aku baru saja selesai bertemu klien," katanya sambil duduk di kursi kosong di samping Ferdinan. Ia tanpa ragu menyentuh lengan Ferdinan dengan penuh kemanjaan.
"Sayang, aku berhasil tanda tangan kontrak film baru, tahun ini."Katerine dengan berbinar bahagia tanpa menghiraukan sekelilingnya. Sedangkan Ferdinan terlihat canggung, sesekali matanya melirik ke arah Alzena.
Ferdinan, yang semula tampak dingin dan tegas, tiba-tiba menjadi kikuk. Matanya melirik Alzena yang duduk di seberang meja, namun Alzena tetap menjaga ekspresinya tetap netral meski jelas terlihat ada perubahan dalam sikapnya.
Bastian, yang memperhatikan interaksi itu, tersenyum santai. "Nona Katerine, bukan? Anda sangat cantik. Saya pikir Anda dan Tuan Ferdinan adalah pasangan yang sangat serasi," ucapnya dengan nada ramah, tidak menyadari bahwa Alzena adalah istri sah Ferdinan.
Alzena merasa dadanya sesak mendengar ucapan Bastian, namun ia tetap menunduk dan fokus pada dokumen di hadapannya. Sementara itu, Farrel tampak bingung dengan situasi yang tidak terduga ini, tetapi memilih untuk diam. "Ya Allah kuatkan aku, dalam situasi ini,"ucap Alzena dalam batinnya.
Ferdinan merasa semakin tidak nyaman. Ia menegakkan punggungnya dan berusaha menjawab dengan nada tegas, "Katerine adalah... Euhh teman saya, Bastian. Tidak lebih."
Namun, Katerine justru terkekeh sambil menyandarkan tubuhnya lebih dekat ke Ferdinan. "Ah, sayang, kamu terlalu formal. Kita kan memang dekat," katanya dengan nada menggoda.
Ferdinan melirik Alzena lagi, yang tetap diam tanpa menunjukkan emosi. Hatinya mulai gelisah.
Untuk mengalihkan suasana, Farrel akhirnya membuka suara, "Baik, kalau begitu, mari kita lanjutkan diskusi tentang kerja sama ini. Waktu kita terbatas."
Katerine tampak tidak peduli dan malah sibuk memandang Ferdinan. Sementara itu, Bastian terus mengamati dinamika yang aneh di antara mereka, semakin tertarik dengan misteri yang terlihat di meja tersebut.
Meeting berlanjut, tetapi atmosfernya sudah berubah. Ferdinan terus mencari cara untuk menjaga profesionalisme, sementara Alzena mencoba menahan rasa tidak nyaman di hatinya. Di sisi lain, Bastian tampak semakin penasaran dengan hubungan di antara mereka, terutama ketika matanya beberapa kali menangkap tatapan tak terucap antara Ferdinan dan Alzena.
Alzena melangkah cepat menuju toilet, berusaha menyembunyikan perasaannya yang mulai tak terkendali. Begitu masuk ke dalam, ia memastikan pintu terkunci sebelum menyandarkan tubuhnya ke dinding dingin. Napasnya memburu, dan akhirnya air matanya tumpah tanpa bisa dibendung.
"Kenapa aku harus merasa begini?" bisiknya pelan sambil menekan dadanya yang terasa sesak.
Ia tahu hubungan dengan Ferdinan hanyalah sebuah kamuflase. Tidak ada cinta yang nyata, tidak ada pengakuan, dan tidak ada kepastian. Namun, sikap Ferdinan yang membiarkan Katerine bertingkah seperti itu di depan semua orang membuat hatinya terluka.
Alzena mencoba menghapus air matanya dengan tisu, menatap bayangannya di cermin. "Aku harus kuat. Aku di sini untuk bekerja, bukan untuk larut dalam perasaan ini," ucapnya, berusaha menyemangati dirinya sendiri.
Setelah merasa sedikit lebih tenang, Alzena membenahi makeup-nya yang sedikit luntur. Ia mengambil napas panjang dan keluar dari toilet dengan wajah yang kembali tenang, berusaha seolah tidak terjadi apa-apa.
Di meja, Ferdinan masih duduk dengan raut wajah yang sulit ditebak. Matanya tak lepas dari arah toilet, menunggu Alzena kembali. Tatapannya terlihat kosong, namun di dalam hatinya, ia merasa bersalah. Ia tahu sikapnya terhadap Katerine tadi berlebihan, tapi ia tidak tahu bagaimana memperbaikinya.
"Permisi, saya ijin ke toilet."Fedinan meninggalkan mejanya. Dengan langkah tegap dia menuju lorong, arah toilet. Dia melihat Alzena sudah keluar dari toilet. Dan di saat Alzena melangkah disaat bersamaan seorang laki-laki menyapanya. "Alzena, kamu disini?"Rian menyapa Alzena dengan mata berbinar.
"Eh, Rian, kamu sedang makan disini juga?"tanya Alzena. Percakapan mereka membuat Ferdinan kesal dan dengan langkah cepat, Ferdinan menarik tangan Alzena menuju taman di resto tersebut yang cukup sepi.
"Argghh, lepas kamu mau apa?"Alzena memekik.
"Kamu sedang apa sama laki-laki itu hahh."Fedinan mendelikkan makanya.
"Apa?aku enggak salah denger, kamu tanya begitu sama aku? Ya seperti yang kamu lihat, kita ketemu enggak sengaja."Alzena dengan suara lirih.Matanya terlihat sembab seperti habis menangis.
"Kamu nangis? apa gara-gara Katerine datang?"Ferdinan menelisik wajah Alzena.
"Enggak kok cuma kelilipan aja, lagian enggak penting juga kan, aku enggak punya hak untuk cemburu apalagi marah."Alzena kembali menitihkan airmata.
"Maaf, aku membuatmu terluka."Ferdinan menghapus airmata Alzena. sejenak waktu seolah berhenti. Kejadian yang belum pernah terjadi diantara mereka. Bahkan saling merasakan getaran didalam dada mereka. Fedinan merasa berada di persimpangan jalan saat ini.
"Ya sudah hapus air mata kamu, liat tuh bedak kamu luntur, mending ngaca lagi sana."Fedinan dengan nada datar.
"Iya, kenapa engga ada lembutnya, giliran sama sipirang aja lembut banget."gerutu pelan Alzena sambil melangkah ke toilet.
Ferdinan kembali ke temoat duduknya. Mendahului Alzena.
Tak lama Alzena pun datang. Begitu Alzena kembali duduk, ia memasang senyum kecil, meski terlihat dipaksakan. "Maaf, saya agak lama," katanya singkat, mencoba menjaga profesionalisme.
"Namanya juga kura-kura, biasa dia enggak biasa berkecimpung di dunia bsinis, time is money you know,"seru Katerine dengan ketus. Ferdinan menatap tajam ke arah Katerine. Sehingga Katerine langsung diam.
"Baik kita mulai lagi meeting ini, dan MOU akan dibacakan oleh nona Alzena."Ucap Farrel.
Ferdinan hanya mengangguk, matanya menatap Alzena dengan cemas, namun ia tidak mengatakan apa-apa.
Sementara itu, Katerine terus mengobrol dengan santai, tak menyadari ketegangan yang terjadi.
"Sayang, kamu sibuk banget sih, sampe lupa sama aku, aku kangen banget sama kamu."Katerine mengelus tangan Ferdinan. Namun Ferdinan tetap diam, dan menatap nanar wajah Alzena yang tak mau menatapnya.
Bastian pun melirik Alzena, merasa ada sesuatu yang aneh di antara dua orang itu, tapi memilih untuk tidak berkomentar. "Aneh, kenapa dari tadi Ferdinan terus saja menatap Alzena.?"batin Bastian.
Pertemuan itu berlanjut dengan suasana yang semakin dingin di antara Ferdinan dan Alzena, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.
"Bagaimana pak Bastian dan pak Ferdinan, semua point sudah saya bacakan apakah ada point yang tidak disetujui?"Tanya Alzena menutup pembacaan MOU.
"Kurasa cukup,"Ferdinan mengangguk.
"Baik sekarang saatnya penanda tanganan surat Perjanjian kerja sama."Farrel menyodorkan sebuah dokumen.
Oh iya, Papi aku mengundang kamu makan malam, dirumah, kamu harus datang, seperti janji kamu kalau Papi pas di sini kamu mau makan malam sama Papi aku.