Meski sudah menikah, Liam Arkand Damien menolak untuk melihat wajah istrinya karena takut jatuh cinta. Pernikahan mereka tidak lebih dari sekedar formalitas di hadapan Publik.
Trauma dari masa lalu nya lah yang membuatnya sangat dingin terhadap wanita bahkan pada istrinya sendiri. Alina Zafirah Al-Mu'tasim, wanita bercadar yang shalihah, menjadi korban dari sikap arogan suaminya yang tak pernah ia pahami.
Ikuti kisah mereka dalam membangun rasa dan cinta di balik cadar Alina🥀
💠Follow fb-ig @pearlysea
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pearlysea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
•Suami Firaun•
Alina dan Liam keluar podium dengan pengawalan ketat sebagaimana saat ia masuk, mereka tetap bergandengan tangan dan tak merespon para wartawan yang terus mengikutinya sambil berteriak menimpanya dengan banyak pertanyaan tentang bisnis dan kehidupan pribadi mereka.
Supir pribadi Liam dengan cekatan dan penuh hormat segera membuka pintu belakang mobil untuk majikannya, dan begitu mereka duduk bersisian di dalam mobil, Liam menghela napas lega, setidaknya Konferensi ini berjalan sesuai rencana dan ia puas dengan pernyataan Alina yang diyakini akan dapat meredam gosip yang beredar.
Mesin di nyalakan dan kendaraan itu perlahan melaju perlahan membelah kerumunan wartawan yang terus mengikuti bahkan mengejarnya mobil Liam.
"Permainan yang bagus, Liam. Kau pandai menyulap kebenaran menjadi kebohongan yang memukau."
Liam menatap lurus ke depan, senyum tipis tersungging di bibirnya.
"Ini bukan tentang kebohongan, Alina. Ini tentang bertahan hidup,dan kau baru saja membuktikan bahwa kau mampu."
Untuk pertama kalinya, ada sedikit nada penghargaan di suaranya, meski terselubung. Alina memilih bungkam, sampai Liam mulai bicara lagi.
"Elysian Court, bawa kami ke restoran itu!" katanya pada sang supir.
Pria di depannya mengangguk, sambil terus memfokuskan pandangannya ke depan.
"Baik, Tuan." sahutnya.
Alina memandang punggung tangannya yang diperban, lukanya masih meninggalkan rasa nyeri yang berdenyut, namun hal itu tidak ada apa apanya di banding luka hatinya, menjalani skenario ini bersama Liam.
Pandangannya lalu teralihkan keluar jendela, memandang pemandangan kota yang berkelibat cepat dengan tatapan kosong.
...~~~~...
Mobil mewah itu memasuki area sebuah rumah makan yang mewah nan berkiluan. Begitu Mobil terparkir, suami istri itu keluar bersamaan di sisi pintu yang berbeda.
Liam melangkah lebih dulu, sementara istrinya di belakang, tetapi kemudian langkahnya terhenti dan tubuhnya berputar memandang Alina yang berjalan dengan sangat pelan.
Tangannya lalu terulur lagi seraya memasang senyum penuh pesona. Alina sudah bisa menebak gestur itu bahwa sandiwara ini akan terus berlanjut di depan publik. Ya hanya di depan publik mereka harus memperlihatkan keromantisan.
Alina meraih jemari Liam dengan senyum pahit di balik cadarnya. Pria itu menggenggam istrinya memasuki pintu Restoran dan membawanya ke sebuah meja besar dimana keluarganya sudah menanti.
Senyum simpul muncul dari bibir Ny. Anna, ibu mertua Alina menyambut kedatangan mereka.
"Selamat Malam, Mah, Pah!" sapa Liam, tetapi kemudian Alina menyela dengan sapaan yang berbeda.
"Assalamualaikum, Mah, Pah," ucapnya lembut, Orang tuanya hanya mengangguk dan tersenyum, tetapi tidak dengan Evan yang hampir menyembur minumnya melihat perbedaan kontras antara kakak dan iparnya membuat perutnya tergelitik.
Liam menatap tajam sang adik,
"Kau pikir ini, Lucu?" sungutnya.
Tn. Louise yang memperhatikan emosi di wajah Liam segera menengahi.
"Liam, duduk!" titahnya.
Liam lalu duduk dengan ekspresi dingin dan tajam di wajahnya, sementara Alina duduk di sampingnya. Di atas mejanya sudah ada beberapa menu makanan yang sudah di pesan sebelum kedatangan mereka.
"Kamu sudah melakukan yang terbaik di konferensi tadi," ujar Tn. Louise dengan nada tenang, meskipun jelas terlihat bahwa ia juga merasa gusar.
"Tapi aku tahu ini belum selesai." lanjutnya.
Liam mengangguk pelan, lalu menyapu wajahnya dengan tangan.
"Iya, Pah, Ini jauh dari selesai. Tuduhan-tuduhan itu mungkin akan terus berlanjut, tetapi aku harap semuanya bisa lebih terkendali setelah konferensi ini."
"Semoga saja, Nak. Mamah harap semua bisa kembali normal seperti sedia kala, kasihan Alina yang tidak tahu apa apa ikut terseret juga." ujar, Ny. Anna sambil memandang Alina dengan tatapan lembut.
Alina menunduk, tersenyum getir. Sebelum ia sempat merespons, Liam kembali berbicara.
"Dia tidak mungkin ada di situasi ini jika kalian tidak memaksanya untuk menikah denganku."
Alina mengangkat wajahnya dan menggeleng pelan.
"Tidak Liam. Orang tuamu tidak memaksaku."
Liam tertawa pendek, sinis.
"Benarkah? lalu kenapa kau menerimaku, pria bajingan ini sebenarnya tidak pantas bersanding dengan wanita sholeha sepertimu." ucapnya tanpa keraguan di suaranya.
Alina mengerjapkan mata mendengarnya hampir tak percaya, seolah kata kata itu memunculkan sisi lain dari sosok Liam.
"Ada alasan yang tak harus aku jelaskan." jawab Alina tenang namun tegas,
"Intinya aku menerima pernikahan ini karena aku ingin memperjuangkan kehormatanku dan kehormatan keluargaku. Dan setelah menjadi istrimu, aku sudah bertekad untuk berbakti... mencintaimu karena Allah, bukan karena tampan atau kaya, bahkan ketika kau bertindak jahat sekalipun." lanjut Alina, suaranya tegar, membuat orang di sekelilingnya mendadak bungkam.
Rahang Liam mengencang, menatap Alina dari samping, ada getaran halus dalam hatinya yang ia sembunyikan dalam ekspresi dingin.
"Aku ingin menjadi seperti Asiah..." lanjut Alina, suaranya pelan,nyaris terdengar seperti bisikan.
Evan membulatkan mata, segera menelan sisa kunyahannya sebelum menimpali.
"Asiah? Asiah istri Firaun itu, tunggu-tunggu...Aku seperti mengingat kisah itu, tapi..." Evan menepuk pelipisnya dengan telunjuk, berusaha mengingat, tapi tidak berhasil.
Alina lalu mengangguk matanya berbinar, iamenjelaskan dengan suara yang lembut.
"Ya.. Asiah binti Muzahim, ia adalah potret istri shaliha di zaman nabi Musa yang meninggal dalam penyiksaan suaminya yang durhaka kepada Allah, mengaku dirinya sebagai Tuhan. Di akhir napasnya ia diperlihatkan surga yang membuatnya tersenyum dalam sakaratul mautnya."
Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan menukil ayat ayat Al-Qur'an yang sudah ia hafal.
"Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika dia berkata, 'Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, serta selamatkanlah aku dari kaum yang zalim."
Seketika suasana kembali hening, kedua mertuanya nampak mengangguk dan tersenyum, merasa bangga dengan sikap bijak menantunya.
"Apa maksudnya kau menyamakanku dengan Firaun?" Liam memandang Alina, ada sesuatu yang meresap dari kata-kata itu ke dalam hatinya yang membeku, entah tersindir atau tersinggung.
Alina cepat menggeleng, menatap mata suaminya yang kali ini memancarkan sedikit ketulusan.
"Tidak, aku hanya mengantisipasi saja. Tapi jika kau merasa seperti Firaun, maka segeralah bertaubat." kata Alina tegas.
Liam menatap Alina dalam diam, jelas terganggu oleh perumpamaan yang baru saja disampaikannya. Namun, sebelum ia bisa menanggapi, Evan yang dari tadi menahan tawa akhirnya tertawa lepas.
"Kau tahu, Kak… jarang-jarang ada yang berani ceramah ke kamu, apalagi soal Firaun," ujar Evan sambil terkekeh.
Liam mendelik tajam ke arah adiknya.
"Ini sama sekali tidak lucu!"
"Tentu saja! Sangat, sangat lucu!" Evan semakin menggoda, lalu menatap Alina penuh kekaguman.
"Kau pasti kuat sekali, Kak Alina. Maksudku, tidak banyak yang bisa menahan diri sambil duduk di samping ‘Firaun’ sepanjang hari."
Alina mencoba menahan tawa, tapi akhirnya malah tertawa kecil. Ny. Anna dan Tn. Louise juga mulai tersenyum, sementara Liam semakin terlihat kesal.
"Evan, sudah cukup," kata Liam dengan suara yang dalam, menahan emosinya.
"Jika kau terus bertingkah, jangan salahkan aku kalau kamu kehilangan privilege sebagai adikku."
"Oh, tenang saja, Kak. Aku tetap bangga jadi adik Firaun!" Evan menepuk bahu Liam dengan bangga, dan kali ini semua orang di meja itu tertawa, termasuk Alina.
Liam menghela napas, lalu berusaha tenang.
"Tertawa saja kalian. Lihat saja nanti, aku akan—"
Tiba-tiba Evan pura-pura menggigil ketakutan sambil menutupi mulutnya.
"Oh tidak, apakah Firaun akan menghukum rakyatnya yang nakal?"
"Evan!" Liam menahan senyumnya tapi tak bisa benar-benar menutupi rasa geli yang mulai muncul di wajahnya.
"Aku serius!"
Evan mengangkat tangannya seolah menyerah.
"Baiklah, Tuan Besar. Aku akan menghormati Sang Firaun… sampai kita makan pencuci mulut. Setelah itu, semuanya bebas!"
Ny. Anna tertawa, sementara Tn. Louise hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah mereka. Alina juga ikut tersenyum, merasa bahwa meski Liam kaku dan serius, keluarganya membawa kehangatan yang membuat semuanya terasa lebih ringan.
Liam akhirnya ikut tersenyum, meski ia berusaha menahan diri.
"Baiklah, Evan. Kau menang kali ini. Tapi ingat, aku bisa saja mencatat semua ini dan membalas dendam... kapan pun aku mau."
"Siap, Kak! Aku akan menyimpan catatan ini untuk bahan cerita cucu nanti!" Evan menjawab sambil mengedipkan mata.
Bersamaan dengan itu pelayan datang membawa beberapa piring menu dan segera menyediakannya di atas meja. Dan sesi makan malam segera dimulai.
...[••••]...
...Bersambung......
ud la ngalh salh satu ungkapin prasaan. tpi jangn alina y, liam az yg ungkapi lbih dulu dn bobok ny jang pisah kamar. eh, tpi jangn dulu nti khilaf. blum nikh ulang soal ny😅.
ayo hukumn ap dri liam. kn jdi mikir yg gk2😂. ap gk sebaik ny pernikhn mreka ni diperjels y. krna dri awal banyk x perjnjian2 dibuat liam.
sbelum ny liam mmbuat kontrk utk prnikhan mreka. dn skarang liam sprtiny ingin mlanjut kn prnikah sesungguhny. klw bgitu liam dn alina hrus ijab kabul ulang. krna disaat liam mmbuat perjanjian2 itu, ud trmsuk talak. nmany talak mudhaf. talk yg ud ditentukn.
ayo alina, bukn kh itu yg kau harapkn. saling mmbuka hati.
sehat2 jga buat author ny. biar bsa doble up😁✌️
Ku tunggu buktinya Liam.