"Mengemislah!"
Awalnya hubungan mereka hanya sebatas transaksional diatas ranjang, namun Kirana tak pernah menyangka akan terjerat dalam genggaman laki-laki pemaksa bernama Ailard, seorang duda beranak satu yang menjerat segala kehidupannya sejak ia mendapati dirinya dalam panggung pelelangan.
Kiran berusaha mencari cara untuk mendapatkan kembali kebebasannya dan berjuang untuk tetap teguh di tengah lingkungan yang menekan dan penuh intrik. Sementara itu, Ailard, dengan segala sifat dominannya terus mengikat Kiran untuk tetap berada dibawah kendalinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lifahli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Nyonya Wiratama
...Happy Reading!!...
...Tolong diramaikan dengan Like dan Coment nya teman-teman😖🙏...
...•••...
Pernikahan kedua mantan duda dominan itu diadakan di rumah super megahnya sendiri, yang penuh dekorasi elegan dengan dipenuhi bunga-bunga segar berwarna putih dan emas. Acara pernikahan itu memang berlangsung mewah, menunjukkan status dan kekuasaan yang dimiliki oleh sang pengantin pria. Setiap detail dipersiapkan dengan sempurna, mulai dari karpet merah yang membentang di sepanjang lorong hingga lampu kristal yang menjuntai dari langit-langit, menerangi ruangan dengan kilauan mewah.
Para tamu undangan, yang sebagian besar merupakan tokoh penting, kolega, dan kerabat dekat dari kedua keluarga, hadir dengan pakaian terbaik mereka. Musik klasik mengalun lembut, menambah suasana sakral namun tetap penuh gengsi.
Kirana, sang pengantin wanita, terlihat mempesona dalam gaun putih yang menjuntai indah. Gaun itu dipenuhi dengan bordir halus dan kilauan berlian kecil yang memantulkan cahaya, membuatnya terlihat seperti seorang putri. Meski terlihat tenang, ada sedikit kecemasan yang tersirat di matanya, terlebih ketika ia melangkah perlahan menuju altar, tempat di mana Ailard sudah menunggunya dengan ekspresi mendominasi namun tak bisa menyembunyikan sedikit kekaguman.
Saat mereka saling bertukar cincin, Ailard mendekatkan diri sambil berbisik dengan suara rendah yang hanya bisa didengar oleh Kirana, “apa kamu senang bersanding dengan saya, my little bird?"
Kirana mengangguk singkat, menyembunyikan perasaannya di balik senyuman kecil yang ia berikan untuk para tamu. Meski terdengar dingin, ucapannya tak membuatnya terkejut.
Saat prosesi selesai dan keduanya berjalan bergandengan tangan menuju tempat resepsi, para tamu bertepuk tangan dengan penuh suka cita, memberikan selamat kepada pasangan yang baru saja mengikat janji suci. Senyum Kirana tetap terjaga, meskipun di balik ketenangan itu ia menyimpan perasaan yang hanya dirinya yang tahu.
Ailard sesekali menatapnya, seolah memastikan bahwa Kirana memahami posisinya di sampingnya, di bawah kendalinya. Ada kepuasan tersirat di wajahnya, seolah-olah ia telah memiliki seluruh dunia hanya dengan menggenggam tangan Kirana.
Acara resepsi berlangsung meriah, para tamu bersuka cita dan menikmati hidangan mewah yang disajikan. Setiap sudut ruangan tampak penuh dengan hiasan bunga dan ornamen elegan. Bu Tiara dan Pak Reihan, tampak sibuk menyambut tamu sambil sesekali mencuri pandang pada anak dan menantunya dengan bahagia.
Di tengah kemeriahan itu, Ailard menggenggam tangan Kirana lebih erat dan menuntunnya ke sisi ruangan yang lebih sepi. Tanpa ragu, ia memandangnya dalam-dalam, seolah ingin menyelami pikiran dan hati perempuan yang kini resmi menjadi istrinya.
"Mas, diluar masih banyak tamu." Kilah Kiran tak suka.
Ia mencoba melepaskan tangannya, merasa perlu kembali untuk menyambut para tamu yang menunggu, tetapi Ailard malah menggenggamnya semakin erat. Tatapan intens pria itu tak berubah.
"You must know what I want."
"Tidak sekarang Mas, lagipula ingat dengan permintaan ku sebelum kita menikah. Kamu tidak boleh menyentuhku tanpa persetujuan dariku!"
Ailard tersenyum miring, "well, apa saya harus mendengarkan permintaan kekanakan seperti itu hmm?"
"Pria sejati harus memegang janjinya kan? Nah aku rasa Mas adalah pria yang mampu menjaga kehormatan istrinya."
Ailard cukup speechless mendengar kata-kata Kirana yang begitu tegas namun tetap tenang. Ia menatap wanita di hadapannya itu dengan sorot mata yang penuh penilaian, tak menyangka Kirana akan setenang ini menentangnya.
Setelah beberapa detik terdiam, Ailard akhirnya tertawa kecil. “fuck you! I don't care."
Hendak mencium bibir menggoda istrinya, Ailard lebih dulu didorong dada bidangnya oleh Kiran. "Tolong hormati pembicaraan kita bersama keluargamu waktu itu Mas."
Untuk yang pertama kalinya Ailard tidak ingin menarik kasar perempuan yang sudah resmi menjadi istrinya ini, fuck ia tak suka. Namun begitu, bagaimanapun Kiran sekarang adalah bagian dari Wiratama.
"Well, saya punya banyak waktu untuk membuatmu merintih dibawah kendali saya Kiran. Jangan lupakan itu!"
Ailard meninggalkan Kiran lebih dulu kembali ke tengah kerumunan, meninggalkan Kirana yang terdiam. Tatapan Kirana menegang sejenak, tetapi ia dengan cepat mengembalikan ekspresi tenangnya.
Setelah menarik napas dalam, Kirana melangkah mengikuti Ailard dan kembali tersenyum untuk menyambut para tamu.
Kirana tak akan pernah menjadi bayangan dari Ailard lagi. Sebagai istrinya, ia akan tetap menjadi dirinya sendiri—seorang wanita yang kuat, mandiri, dan tahu apa yang ia inginkan.
Acara pernikahan itu selesai hampir mendekati malam hari karena setelahnya para lelaki mengadakan pesta bersulang, Kiran lebih dulu beristirahat di kamar terpisah. Ia tak akan bermalam dikamar yang sama dengan Ailard, Kiran merasa lelah dan ia tak berkeinginan untuk melakukan ritual malam pertama seperti kebanyakan pengantin. Baginya sama saja, malam pertama atau apapun itu sebutannya, Kiran tak begitu tertarik.
Selepas mandi dan berpakaian dengan baju tidur yang sangat sederhana, kaos oversized berlengan pendek dan bawahan legging hitam selutut, sementara rambutnya dicepol asal.
Ia segera duduk di tepi ranjang dan menghela napas panjang, menikmati keheningan yang akhirnya bisa ia dapatkan. Pikirannya melayang, mengingat perjalanan yang membawanya ke titik ini—menjadi istri dari seorang pria dengan karakter yang begitu kuat dan mengintimidasi seperti Ailard. Tapi, di sisi lain, ia juga merasa lega, karena akhirnya bisa memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
Ia meraih ponsel di nakas dan melihat pesan dari sahabat dekatnya, yang menanyakan kabarnya setelah pernikahan tadi. Kirana tersenyum kecil, mengetikkan balasan singkat. Baru saja ia hendak meletakkan ponselnya, pintu kamarnya diketuk seseorang, Kiran membukanya malas-malasan dan begitu terbuka ia disuguhkan dengan pemandangan sosok pria yang berdiri di sana dengan tatapan tajam dan rahang mengetat, ia masih menggunakan pakaian formal dari acara pernikahan.
"Are you kidding me?" suara bariton nya mengembuskan angin berbahaya di telinga Kiran, namun ia tak begitu terdikrasi
"Ada apa Mas?" Tanya Kiran tenang sekali, ia tak peka bahwa sudah membuat kesalahan besar pada suaminya.
"Fuck! Seperti ini tampilan mu di malam pengantin Kiran? Lalu seenaknya mangkir di kamar yang terpisah tanpa saya?"
"Memang apa salahnya Mas?"
"Shit!"
Ailard mendekat dengan tatapan tajam, memandangi Kiran dari ujung kepala hingga kaki, seolah memeriksa setiap detail yang ia anggap keliru. "Saya sudah cukup bersabar selama acara tadi," lanjutnya dengan nada dingin dan mendominasi. "Dan sekarang tingkahmu begini dengan pakaianmu yang gembel?"
Kiran menghela nafas panjang, "Mas mau tidur disini? Yasudah masuk Mas."
Ailard menggeram keras, ia menatap Kirana dengan intens, gejolak amarah terlihat jelas di sorot matanya. Dengan gerakan cepat, ia menarik tubuh Kirana hingga membentur dinding di belakangnya. Tangan Ailard menahan Kirana agar tak bisa bergerak, tubuh mereka sangat dekat, dan napasnya yang berat terasa di wajahnya.
"Baru sehari kamu mendapatkan nama belakang saya, begini caramu berlagak jadi perempuan terhormat?" tanyanya berbisik dengan suara rendah yang tertahan.
Kirana menatapnya tanpa gentar, berusaha menahan perasaan terintimidasi yang mulai muncul. "Tidak Mas, bukan seperti itu. Aku lelah sekali malam ini jadi aku mengambil hakku saja."
Ailard menggeram, cengkeramannya di bahu Kirana semakin erat. "hak-mu? Oh fuck! masuk kekamar saya dan pakai pakaian yang layak!"
Kiran menggeleng pelan, "aku tidak bisa untuk sekarang. Mas lebih baik istirahat saja, kamu sudah banyak minum dan kamu pasti lelah juga." tangan Kiran menahan dada bidang Ailard yang kian mendekat.
"Fucking you Kirana! Kamu kira akan setenang itu hidup dengan saya? You stupid! Saya tekankan sekali lagi, pindah kekamar saya!"
Kiran tetap tak mau, dan itu membuat Ailard semakin dongkol bukan main. Bisa saja ia seret perempuan ini sekarang, bisa saja ia cumbu kasar bibir perempuan ini, bisa saja ia kendalikan seluruh tubuhnya, namun kali ini tentu saja ia sudah tak bisa, karena bagaimanpun Kirana sudah menyandang nama Wiratama dibelakangnya dan dia adalah istrinya sekarang.
Ailard menggeram, giginya terkatup rapat menahan amarah yang nyaris meluap. "Kamu benar-benar berani sekali menentang saya malam ini," ujarnya dengan nada dingin, penuh ancaman. Tatapan tajamnya menelusuri wajah Kirana, seolah ingin menegaskan bahwa ia tak main-main.
Kirana menatap balik dengan tenang, meskipun ia merasakan desakan yang begitu kuat dari genggaman Ailard. "Mas, aku lelah. Kita bisa membicarakan ini nanti saat kamu sudah lebih tenang," katanya dengan suara yang lembut dan tangannya menyentuh lengan Ailard, mengelusnya disana.
Ailard terkekeh sinis, seolah menertawakan keteguhan Kirana yang tak gentar meski berada di bawah cengkeramannya. "Kamu pikir bisa mengulur waktu dan menghindar, ya?" tanyanya sambil memperlemah genggamannya, namun sorot matanya masih penuh amarah. "Baiklah. Malam ini, kamu bisa beristirahat sendiri. Tetapi saya akan pastikan, di waktu selanjutnya saya akan membuatmu mengingat kesalahanmu ini, yang sudah berani menentang saya Kirana!"
Dengan sekali gerakan, Ailard melepas tangannya dari bahu Kirana dan melangkah mundur, ekspresinya masih menunjukkan ketidaksukaan. Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan berjalan keluar dari kamar, meninggalkan Kirana dengan perasaan lega.
Saat pintu tertutup, Kirana menarik napas panjang. Ia tahu betul bahwa dirinya telah menginjak wilayah yang berbahaya dalam hubungan ini, tapi ia tetap tak ingin menyerah pada dominasi Ailard begitu saja. Kirana duduk di tepi ranjang, membiarkan ketenangan menyelimuti malam itu.