Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Muncul hal-hal aneh
Satu tahun kemudian Ratu dan Reyza beserta tiga temannya sudah duduk di bangku kelas 11. Itu artinya mereka berlima akan menjalani Praktik Kerja Lapangan.
Namun, sebelum berangkat Panca sudah memberi tahu pada Ratu, bahwa dirinya tak bisa sembarangan bersikap di sana. Ketika selesai pemilihan tempat, Ratu dibawa oleh Panca ke sebuah tempat yang sepi.
Di sebuah bangunan rumah kosong tak memiliki atap, Panca dan Ratu berdiri berhadapan.
"Untuk sebelumnya aku minta maaf kalau mungkin aku sedikit mau membuka apa yang aku lihat, nanti atau besok ketika kamu sudah sampai di desa Pepeling itu jangan lupa ikhlas apabila kamu kehilangan sesuatu. Baik itu barang maupun seseorang," kata Panca.
Untuk sebelumnya Ratu mengernyit tak paham, beberapa detik kemudian ia baru sadar. "Oh, Mas Panca bisa lihat yang mau terjadi, ya?"
Panca mengangguk.
"Kamu hati-hati di sana, karena tidak sembarangan orang mampu keluar dari desa itu. Kuncinya adalah jangan tergoda dengan apa yang ada di sana." Nasihat dari Panca, Ratu mengerti.
"Terus kenapa cuma aku aja yang dibawa ke sini? Emangnya Reyza sama yang lain gak boleh tahu?"
"Bukan gak boleh tahu, takutnya mereka gak percaya dan malah menantang. Jangan kasih tahu ke Reyza dulu, ya? Takutnya dia jadi khawatir." pesan Panca.
Ratu mengangguk. "Makasih ya, Mas Panca. Udah bantu aku dan teman-teman aku juga. Selama ini Mas Panca bantu kita banyak banget, sampai kita bikin Mas Panca celaka juga kita gak dimarahin." ucap perempuan kakaknya Reyza itu.
"Iyaa, sama-sama, Ratu. Sudah seharusnya aku jagain kalian semuanya. Nanti kalian juga akan ketemu sama adik aku,"
Begitu menyebut seorang adik, Ratu terkejut bukan main. "Hah? Mas Panca punya adik? Sejak kapan?"
Panca terkekeh, "Baru tahu kemarin. Ibu aku bukan asli warga sini 'kan? Nah, beliau punya anak laki-laki lagi. Seumuran kamu, lebih ganteng dari aku kayaknya. Soalnya kata ibu dia putih kulitnya, atau barangkali nanti kamu bisa suka sama dia, hehe." kata Panca tertawa.
Bukan ikut tertawa Ratu justru kesal dengan ucapan Panca. Terlebih lagi, ia seperti menjodohkan dirinya dengan adiknya yang bahkan dirinya saja belum tahu seperti apa orangnya.
"Sembarangan aja, udah ah, capek aku ngomong sama orang ngeselin." ketusnya lalu berjalan meninggalkan Panca.
"Namanya Cakra Putra Djiwa, dari namanya aja lebih bagus dia. Yakin kamu gak mau?" Ucapan Panca seketika menghentikan langkah Ratu.
"Cakra? Kayaknya aku pernah dengar, tapi di mana, ya?" heran Ratu, kemudian Panca menghampirinya.
"Pasti masih inget lah, dia ganteng banget kata ibu. Kayaknya kamu juga bakal suka ke dia."
Ratu memicingkan matanya heran, "Sejak kapan aku jadi cewek yang mudah suka sama orang? Sok tahu banget Mas Panca!"
Dengan gemasnya Panca tertawa sambil mengusap puncak kepala Ratu begitu lembut. Yang diperlakukan seperti itu pun menahan salah tingkah.
"Intinya kamu hati-hati di desa itu. Karena tidak semua orang bisa keluar dari sana, makanya kamu jaga lisan dan perbuatan."
Sembari hormat Ratu berdiri tegak. "Siap bos!"
Lagi-lagi Panca dibuat tertawa oleh tingkah laku Ratu yang amat seperti anak kecil. Selain lucu, Ratu juga kadang menyebalkan, itulah alasan mengapa Panca menyukainya.
...*******...
Pagi hari sebelum berangkat ke lokasi tempat PKL, Ratu bersama Reyza serta temannya berkumpul di halaman depan rumahnya. Dengan perjalanan yang cukup jauh dan lokasi jalan tak seperti di kota, Panca berkali-kali memberitahu pada Ratu agar selalu waspada ketika telah sampai di sana.
"Dia ini adik aku sama dua temannya. Namanya Cakra, Rangga sama Lita. Pesan aku, kamu jangan jauh dari Cakra, karena hanya dia yang tahu tentang desa itu." kata Panca sambil mengusap kedua bahu Ratu.
"Apa gak sebaiknya kamu pikirkan lebih matang dulu, Nak? Soalnya ayah merasa ada yang tidak beres dengan desa itu, apalagi namanya saja Desa Pepeling. Setahu ayah, itu desa bukan sembarang desa." ujar Rizky pada putrinya.
Ratu merangkul Reyza di sampingnya, "Tenang aja, Ratu sama Reyza gak akan kenapa-napa kok. Kan udah ada Cakra, pasti dia bisa kasih tahu aku soal desa itu."
Tanpa berlama-lama Ratu dengan Reyza pun akhirnya melakukan perjalanan menuju Desa Pepeling. Desa yang dulunya pernah menerima murid-murid untuk Praktik Kerja Lapangan, khususnya pada jurusan Teknik Komputer Dan Jaringan. Murid-murid yang ingin belajar di sana akan diarahkan ke sebuah balai desa. Dimana di sanalah mereka belajar serta bertugas bersama masyarakat sekitar.
"Kamu tahu banyak hal tentang desa itu kah?" tanya Ratu.
Usai perjalanan menggunakan mobil yang dibawa oleh ayahnya Ratu, kini mereka memilih jalan kaki untuk memasuki desa Pepeling. Karena jalannya hanya setapak, tak bisa dilewati oleh kendaraan beroda empat.
"Waktu aku masih kecil aku pernah ikut pamanku pergi mengungsi saat desa kami mengalami kebanjiran. Pada saat itu aku belum pernah bertemu dengan Mas Panca, juga tidak tahu siapa orangtua ku. Kami mengungsi ke desa itu, tapi dulu namanya Desa Welingan. Satu bulan menjadi warga asing, di sana aku melihat banyak anak-anak Sekolah Menengah Kejuruan yang bertugas di balai desa selama beberapa bulan." jelas Cakra.
"Sampai sekarang bagaimana, Cak? Apa desa itu masih menerima anak-anak?" Kali ini Ratu mulai penasaran.
"Aku tahu beberapa hal, Ratu. Namun, aku tidak bisa memberitahu untuk saat ini. Pada intinya, pesanku tak berbeda dari Mas Panca. Kita harus waspada dan jaga sikap." Jawaban Cakra seketika membuat Ratu mengerti.
Entah apa dan bagaimana bisa, tiba-tiba indra penciuman Ratu berubah menjadi aneh. Ia mencium aroma yang tidak dirinya sukai. Iya, bau darah.
Aroma itu sangat pekat terasa di hidung Ratu. Sembari berjalan pelan, ia pun sedikit mendekat ke Cakra.
"Kamu ngerasa bau amis, gak?" tanyanya bisik-bisik.
Cakra dengan santainya mengangguk cepat.
"Sekarang saja kamu sudah cukup peka, nanti saat kita sampai di sana tolong jangan asal bicara tentang apa yang kamu rasakan. Sebab, ucapanmu ialah kenyataan."
Cukup terkejut bahkan sampai kakinya hampir keseleo. "Ini pertanda apa ya, Cak?"
"Nanti kamu akan paham sendiri. Intinya kamu jangan asal bicara apalagi sampai memberikan informasi pada orang lain perihal yang kamu rasakan."
...*******...
Satu jam kemudian mereka telah sampai di lokasi Desa Pepeling. Hal yang mereka cari sebelum mencari balai desa ialah tempat untuk menginap.
"Di sini ada kontrakan gak sih, Cakra?" tanya Bisma.
"Ada kayaknya, dulu sih ada. Kayaknya sebelah sana, ayo kita lanjut." ajak Cakra.
Ninda dan Intan saling bertukar pandangan saat posisi mereka berjalan di belakang Rangga serta Lita, temannya Cakra.
Karena dua perempuan temannya Ratu itu tak berani mengobrol, akhirnya mereka berdua berkomunikasi lewat ponsel pintarnya.
⟵ Intan My Bestie
[Eh, masa gue ngeliat Lita mukanya pucet banget, Nin. Suer, gue merinding liatnya. Mana matanya tuh kayak gak ada bola yang warna itemnya, putih semua matanya.]
⟵ Ninda Pren:)
[Lah, elu mah liat begitu. Lah gue? Bibirnya Rangga kok kayak robek gitu weh:( gue takut cuy, belum pernah ngeliat orang wujud muka setengah ancur terus mulutnya kek robek gitu ke pipi.]