Seorang laki laki yang bekerja produser musik yang memutuskan untuk berhenti dari dunia musik dan memilih untuk menjalani sisa hidupnya di negara asalnya. dalam perjalanan hidupnya, dia tidak sengaja bertemu dengan seorang perempuan yang merupakan seorang penyanyi. wanita tersebut berjuang untuk menjadi seorang diva namun tanpa skandal apapun. namun dalam perjalanannya dimendapatkan banyak masalah yang mengakibatkan dia harus bekerjasama dengan produser tersebut. diawal pertemuan mereka sesuatu fakta mengejutkan terjadi, serta kesalahpahaman yang terjadi dalam kebersamaan mereka. namun lambat laun, kebersamaan mereka menumbuhkan benih cinta dari dalam hati mereka. saat mereka mulai bersama, satu persatu fakta dari mereka terbongkar. apakah mereka akan bersama atau mereka akan berpisah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Hartzelnut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 21
*****
Pagi hari, Natalia berdiri di bawah pancuran air, air hangat yang mengalir deras dari shower menghantam bahunya. Ssshhh... suara air terdengar samar, tetapi tak mampu menenangkan pikirannya yang terus mengalir seperti air. Sosok Brian terus membayanginya, membuat dadanya terasa sesak. "Bagaimana jika dia benar benar orang yang aku cari?!" pikir Natalia, bibirnya sedikit mengerucut. Sambil mengusap wajahnya, dia meresapi pertanyaan itu, berusaha mencari jawaban dalam percikan air yang mengenai kulitnya.
Matanya terpejam, mengingat pertemuan-pertemuan singkat mereka. "Dia... begitu dingin dan menyebalkan?" Deg... deg... jantungnya berdegup lebih cepat setiap kali bayangan Brian terlintas di kepalanya. Kalung yang dikenakan Brian, sangat mirip dengan kalung yang kini dia pakai.
Selesai mandi, Natalia melilitkan handuk ke rambutnya dan mengeringkan tubuh. Ssstt... ssstt... suara gesekan handuk dengan kulitnya terdengar pelan. Dia berjalan menuju cermin di kamar, mengeringkan rambutnya dengan penuh pikiran, tetapi tiba-tiba... Crak! sesuatu terjadi. Natalia tersentak kaget.
Cling! Kalung berbentuk pick gitar yang dia kenakan terlempar dan jatuh ke lantai setelah tersangkut di handuk.
"Oh tidak!" pekiknya panik, matanya langsung terbelalak. "Kalungku!" Deg! Deg! jantungnya berdetak lebih cepat lagi, dia berjongkok dan mulai mencari dengan cepat di lantai, meraba-raba seluruh ruangan. Tangannya gemetar, rasa cemas mulai menghantuinya. "Kalung itu... Dimana kau....!" pikirnya panik, terus melihat ke sudut-sudut kamar yang mungkin menjadi tempat jatuhnya.
Suara keributan dari dalam kamar itu membuat Julia yang berada di luar mendengar dengan jelas. Tok... tok... tok! Dengan cepat, dia membuka pintu kamar Natalia, wajahnya penuh kekhawatiran.
"Nat, ada apa?" Julia bertanya cepat, matanya memindai ruangan. Melihat Natalia panik, dia tahu sesuatu telah terjadi.
Natalia yang sedang berlutut di lantai, berusaha menahan tangisnya. "Kalungku, Julia! Kalungku jatuh.... aku ga tau kemana tadi... !" ucap Natalia dengan suara hampir bergetar, sembari terus menggeledah lantai di bawah tempat tidur.
Julia tersentak kaget. karena dia tahu betapa berharganya kalung itu bagi Natalia. Tanpa banyak bicara, Julia langsung berjongkok dan mulai membantu mencari.
"Tenang, kita pasti bisa menemukannya!" katanya mencoba menenangkan, meski dalam hatinya juga khawatir. "Di mana kalung itu?" pikirnya sambil meraba-raba lantai. Crik... crik... suara gesekan tangan dengan lantai terdengar di antara keheningan yang semakin mencekam. Namun meskipun mereka mencari dengan teliti, kalung itu tetap tidak ditemukan.
Beberapa menit berlalu, Natalia akhirnya duduk di tepi tempat tidurnya, wajahnya lesu. "Bagaimana ini? Aku nggak bisa kehilangannya," gumamnya lirih, air mata hampir jatuh dari pelupuk matanya. Julia berdiri di sebelahnya, berusaha menenangkan, tetapi juga merasa tak berdaya.
Tak lama kemudian, Manajer Lu datang ke apartemen. Kreek! Pintu terbuka, dan Manajer Lu yang baru tiba langsung melihat ekspresi sedih Natalia.
"Natalia? Apa yang terjadi?" tanya Manajer Lu, matanya menatap tajam ke arah Natalia yang tampak kusut. Dia berjalan mendekat, duduk di samping Natalia.
Dengan suara pelan, Natalia menjawab, "Aku... kehilangan kalungku, Manajer Lu. " Bibirnya bergetar, dan matanya kembali memerah.
Manajer Lu menghela napas panjang, lalu dengan lembut menepuk bahu Natalia. Tap... tap... "Jangan terlalu sedih. Kita pasti bisa menemukannya nanti. paling masih disekitar sini," katanya menenangkan, meski sedikit rasa prihatin tergambar di wajahnya.
Setelah beberapa saat, Natalia mulai sedikit tenang. Tapi matanya masih tampak sayu. "Kalung itu satu-satunya penghubung dengan masa laluku..." pikirnya, merasa kalut.
Melihat Natalia sudah lebih tenang, Manajer Lu akhirnya mengungkapkan sesuatu. "Ngomong-ngomong, Nat, kamu hari ini ada jadwal rekaman. Kamu harus siap-siap."
Sekilas, wajah Natalia menegang lagi. Dia benar-benar lupa tentang jadwal itu. "Aku... aku belum siap untuk rekaman sekarang..." pikirnya, rasa cemas kembali datang. "Bisakah rekamannya diundur?" tanyanya, sedikit memohon.
Manajer Lu tampak berpikir sejenak, lalu menghela napas. "Baiklah, aku akan coba telepon mereka." Kreeek... dia meraih ponselnya dan menelepon pihak rekaman.
Tut... tut... suara sambungan terdengar. Setelah beberapa menit, akhirnya pembicaraan selesai, dan Manajer Lu meletakkan ponselnya kembali.
"mereka setuju. Rekamannya diundur minggu depan," katanya lega, tersenyum tipis.
Natalia langsung menghela napas panjang, merasa sangat lega. "Terima kasih banyak, Manajer Lu," ucapnya sambil tersenyum lemah. "Setidaknya ada waktu buat tenang," pikirnya.
Sambil duduk di sebelah Natalia, Julia kemudian bertanya, "Kalau nggak ada jadwal lagi, mau ikut keluar nggak? Aku, Jack, dan Brian mau ke showroom mobil. Lumayan, buat nyegerin pikiran."
Namun, sebelum Natalia bisa menjawab, Manajer Lu langsung memotong. "Nggak boleh. Wartawan bisa saja melihat kalian. Lebih baik jangan," ucapnya tegas, melindungi Natalia dari kemungkinan gosip tak diinginkan.
Julia tersenyum memohon, "Yaaaah, Manajer lu.... sekali ini aja."
Tapi Natalia menggelengkan kepala. "Julia... aku nggak ikut keluar. Aku lagi nggak mood," jawabnya dengan suara lemah, ekspresi sedihnya kembali muncul.
Julia akhirnya mengalah dan mengerti perasaan sahabatnya. "Oke... Kalau kamu butuh apa-apa, tinggal bilang ya," ucapnya lembut, lalu mengambil ponsel untuk mengirim pesan ke Jack, memberi tahu bahwa dia sudah siap.
Sementara itu, di apartemen sebelah, Jack dan Brian sedang sarapan dengan tenang. Klik! Jack membuka pesan dari Julia dan tersenyum kecil. "Ayo, Brian, kita berangkat. Julia sudah siap," katanya sambil bangkit dari kursi.
Brian hanya mengangguk pelan dan menyelesaikan sarapannya. Sstt... dia meletakkan garpu di piring, lalu mengambil jaket. Keduanya berjalan keluar dari apartemen dengan langkah mantap.
Ketika mereka sampai di depan apartemen Julia, dia menyapa mereka dengan ceria, "Hai, kalian udah siap?"
Jack tersenyum, "Yup, siap." Tapi seperti biasa, Brian hanya memberikan anggukan kecil tanpa ekspresi.
Setelah mereka bertiga berjalan menuju basement, mereka berhenti di mobil Julia. Julia melirik mereka dan berkata, "Eeeh...... bisakah salah satu dari kalian duduk di depan?" candanya sambil tertawa kecil.
Tanpa menunggu, Brian langsung membuka pintu belakang dan masuk dengan tenang. Klik! pintu tertutup, meninggalkan Jack yang hanya bisa tersenyum geli.
"Baiklah," katanya dengan nada bercanda, lalu membuka pintu dan masuk ke kursi depan.
Vroom... Mobil melaju keluar dari basement, suara ban berdecit halus saat mereka keluar menuju jalanan kota. Suasana di dalam mobil terasa sedikit canggung, tapi Julia mencoba mencairkan suasana dengan obrolan ringan. Sstt...
*****
Ketika mobil Julia siap keluar dari basement apartemen, tiba-tiba Natalia berlari dari arah pintu depan dan menghadang mobil. "Ciiiittt!" suara rem mendadak membuat Julia terkejut, tubuhnya terhuyung sedikit ke depan karena hentakan itu. Dia segera melirik ke arah Natalia, yang langsung membuka pintu dan masuk ke dalam mobil tanpa berkata sepatah kata pun, lalu duduk di sebelah Brian.
"Natalia! Kenapa kamu tiba tiba berubah pikiran?" tanya Julia, masih terkejut dengan tindakan spontan sahabatnya. Natalia hanya menunduk tanpa menjawab, jantungnya masih berdegup kencang setelah aksi nekatnya tadi.
Ssst... deg... deg... detak jantung Natalia terasa jelas di dadanya, tapi dia memilih diam. Brian, di sebelahnya, melirik sedikit dengan sudut mata, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Wajahnya tetap dingin, seperti biasanya.
Julia yang merasa sedikit kesal, menatap Natalia melalui spion tengah. "Baiklah..." gumamnya sambil memutar kemudi dan kembali melanjutkan perjalanan. Vroom... suara mobil kembali terdengar saat mereka melaju keluar dari basement.
Perjalanan mereka menuju showroom mobil terasa sunyi, hanya suara mesin mobil dan lalu lintas yang terdengar. Natalia sesekali melirik ke arah Brian, mencoba membaca ekspresi wajahnya, tetapi yang dia dapatkan hanyalah tatapan kosong yang menatap lurus ke depan.
"Kenapa aku merasa canggung...?" pikir Natalia dalam hati, merasa canggung duduk bersebelahan dengan pria yang dia duga sebagai sosok yang penting dalam masa lalunya.
Setibanya di showroom, Brian membuka pintu mobil dengan tenang dan keluar tanpa berkata apa-apa. Jack yang duduk di depan, menyusul keluar dan berdiri di samping Brian. Mereka berdua berjalan masuk ke dalam showroom untuk memilih mobil mereka, sementara Natalia dan Julia tetap duduk di dalam mobil, sengaja tidak ikut turun karena takut akan terlihat oleh wartawan.
"Kira-kira mereka beli mobil apa ya?" gumam Julia sambil memainkan jari-jarinya di setir, lalu menoleh ke arah Natalia yang duduk dengan canggung.
Natalia hanya tersenyum tipis, pikirannya masih terpaku pada Brian. "Mobil seperti apa yang cocok untuk mereka?" pikirnya sambil menatap kosong ke luar jendela.
Beberapa saat kemudian, Brian dan Jack keluar dari showroom dengan mobil baru mereka. Julia dan Natalia yang melihat dari dalam mobil terkejut melihat kedua mobil yang keluar dari showroom itu tampak sama, kembar.
"Hahaha!" Julia dan Natalia langsung tertawa serempak melihat pemandangan itu. "Apa mereka sengaja beli mobil yang sama?" kata Julia sambil terus tertawa.
"Mungkin mereka nggak mau beda," jawab Natalia dengan nada bercanda, ikut menikmati momen lucu itu.
Julia lalu segera mengambil ponselnya dan menelpon Jack. "Jack! Kamu dan Brian sengaja beli mobil kembar ya? Hahaha! Ini lucu banget," katanya sambil menahan tawa.
Di seberang sana, Jack tertawa juga. "Hahaha, nggak kok! Kebetulan aja kita punya selera yang sama. Eh, ngomong-ngomong, kalian mau ke mana sekarang?"
Julia kemudian mengusulkan, "Gimana kalau kita makan siang bareng? Sekalian ngobrol-ngobrol santai."
Jack menyetujui ide itu. "Oke, aku setuju. aku kasih tahu Brian dulu."
Setelah percakapan telepon selesai, Jack menelpon Brian dan mengatakan bahwa mereka diajak makan siang oleh Julia. Meskipun tanpa banyak kata, Brian setuju.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk menuju restoran yang sudah disepakati. Julia memimpin di depan dengan mobilnya, sementara Natalia duduk di sampingnya. Di belakang mereka, Jack mengemudikan mobil barunya dengan Brian yang mengikuti di belakang mobil Jack. Mereka berjalan beriringan di jalan, menciptakan pemandangan yang rapi dan sinkron.
Di dalam mobil, suasana mulai terasa nyaman. Julia melirik ke arah Natalia yang masih tampak terpikirkan sesuatu. "Nat, kamu yakin nggak apa-apa?" tanyanya sambil melirik ke arah spion.
Natalia tersadar dari lamunannya dan mengangguk sambil tersenyum, "Nggak apa-apa, aku cuma lagi mikir."
Dalam hati, Natalia terus memutar-mutar pertanyaan yang sama. Pikirannya terus berputar, tapi dia tetap mencoba menikmati perjalanan itu. Vroom... suara mobil terus mengalun halus sepanjang perjalanan, membawa mereka menuju pertemuan berikutnya.
*****