Hai, kenalin! Ini adalah novel gue yang bakal ngajak kalian semua ke dunia yang beda dari biasanya. Ceritanya tentang Lila, seorang cewek indigo yang punya kemampuan buat liat dan ngerasain hal-hal yang nggak bisa dilihat orang lain. Tapi, jangan mikir ini cuma cerita horor biasa, ya!Lila ini kerja di kota besar sebagai jurnalis, sambil terus nyoba buat hidup normal. Sayangnya, dunia gaib nggak pernah jauh dari dia. Dari gedung-gedung angker sampai pesan misterius, Lila selalu ketarik ke hal-hal aneh yang bikin bulu kuduk merinding. Di tengah kesibukannya ngeliput berita, Lila malah makin dalam terlibat dengan makhluk-makhluk dari dunia lain yang seolah ‘nungguin’ dia buat ngungkap rahasia besar.Penasaran gimana dia bakal hadapin semuanya? Yuk, ikutin terus perjalanan Lila di "Bayangan di Kota: Kisah Gadis Indigo". Siap-siap deh, karena lo bakal nemuin banyak misteri, ketegangan, dan sentuhan supranatural yang bikin lo nggak bisa berhenti baca!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hansen Jonathan Simanjuntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Kejar-Kejaran di Batas Nyata
Lila masih terduduk kaku di pojokan kamar kosnya. Napasnya ngos-ngosan, tapi rasa takut bikin dia nggak bisa tenang.
Setelah bayangan perempuan menyeramkan tadi hilang, suasana jadi hening lagi. Tapi heningnya malah bikin suasana makin nggak enak.
“Gila lu, Lila… gue nggak kuat nih,” dia bergumam sendiri, berusaha meyakinkan kalau apa yang barusan terjadi cuma halusinasi akibat kurang tidur.
Dia bangkit dari tempat tidur, ngelirik jam dinding yang nunjukin udah jam 2 pagi. “Anjing, ngapain juga masih jam segini,” Lila ngusap muka, mencoba menenangkan diri.
Tapi setiap dia merem, wajah perempuan itu kebayang lagi, senyuman lebar yang bikin bulu kuduknya berdiri terus-terusan.
“Udah ah, gue harus keluar bentar.” Dia meraih jaket dan keluar dari kamar kos. Udara malam terasa dingin, tapi dibandingin suasana di kamarnya, Lila lebih pilih kedinginan di luar. Kos-kosan sepi, cuma ada suara angin yang berhembus pelan.
Pas keluar gerbang kos, Lila jalan tanpa arah. Dia nggak tahu mau ke mana, tapi jalan di tengah malam kayak gini, setidaknya bisa ngasih dia sedikit ketenangan. Suara langkah kakinya jadi satu-satunya yang terdengar di trotoar sepi itu.
Setelah beberapa menit jalan, tiba-tiba dia ngerasa ada yang ngikutin. Langkah kakinya melambat. “Apa perasaan gue aja ya?” pikirnya, tapi pas dia denger lagi, langkah kaki itu makin jelas.
Lila ngerasa darahnya mulai berdesir, jantungnya berdegup lebih cepat. Dia nengok ke belakang, dan nggak ada siapa-siapa. Tapi perasaan was-was itu nggak hilang.
Dia mempercepat langkah, tapi suara langkah kaki di belakangnya juga makin cepat. “Anjing, ini beneran ada yang ngikutin!” Lila udah mulai panik. Dia bener-bener ngerasa ada yang deket banget di belakangnya.
Di satu momen, dia nggak tahan lagi. Lila langsung lari sekenceng mungkin. Nafasnya berat, tapi dia nggak berani berhenti. Tiba-tiba, di pojokan jalan, dia ngeliat ada kafe 24 jam yang masih buka. Tanpa mikir panjang, dia langsung masuk.
Pas udah di dalam, suasana kafe yang terang dan hangat bikin dia ngerasa sedikit aman. Dia nyari meja kosong di pojokan, duduk, dan mencoba nenangin diri. “Gue nggak gila kan tadi?” Lila masih nggak percaya sama yang barusan dia alami.
Pelayan kafe ngeliat dia yang ngos-ngosan, terus ngasih menu. “Mbak, pesan sekarang?”
Lila yang masih setengah panik langsung jawab, “Kopi hitam, panas.”
Pelayan itu ngangguk dan pergi. Lila masih nyoba mengatur napas, tapi rasa takutnya belum hilang sepenuhnya. “Apa bener tadi ada yang ngikutin gue?” pikirnya. Dia berusaha logis, tapi semua yang terjadi malam itu terasa nyata banget.
Pas dia lagi nyoba nenangin diri, ada suara kecil di sebelahnya. “Kamu nggak capek dikejar-kejar?”
Lila langsung nengok, dan di sebelahnya duduk sosok perempuan yang sama dengan yang dia lihat di kamarnya tadi. Kali ini dia lebih jelas, duduk santai sambil senyum tipis. Bajunya putih lusuh, rambutnya berantakan, tapi mukanya... kelihatan lebih kalem.
“Gila... lu lagi!” Lila mau teriak, tapi tenggorokannya tercekat. Perempuan itu cuman senyum sambil ngelihatin Lila kayak nunggu reaksi. “Kita cuma pengen ngobrol.”
“Nggak usah bacot, pergi lo dari sini!” Lila nggak bisa tahan lagi. Tangannya gemetar, tapi suaranya berusaha tetap kuat.
Perempuan itu malah ketawa kecil, seakan menikmati ketakutan Lila. “Aku nggak bakal pergi sebelum kamu dengerin,” katanya sambil mendekat sedikit. “Kamu udah lama bisa lihat kami, kan? Kenapa sekarang kamu mau kabur?”
Lila diem. Kata-kata itu bikin dia ngerasa kayak dijebak. Dia emang dari dulu bisa lihat hal-hal aneh, tapi nggak pernah sedeket ini. Biasanya cuma sebatas bayangan atau sosok yang nggak jelas, tapi sekarang… mereka ngomong sama dia.
“Kita semua di sini, Lila,” perempuan itu ngomong pelan tapi jelas. “Dan semakin kamu menolak kami, semakin sering kami akan datang.”
Lila nggak tahu mau ngomong apa. Rasa takutnya masih ada, tapi sekarang dia juga bingung. “Apa sih yang lo mau dari gue?”
Perempuan itu senyum lagi, tapi senyumannya kali ini lebih lembut. “Kamu cuma perlu terima. Terima kalau kamu bisa lihat kami. Terima kalau kamu bagian dari dunia kami.”
“Tapi gue nggak mau!” Lila langsung jawab. “Gue cuma pengen hidup normal, nggak mau urusan sama hal-hal kayak gini.”
Perempuan itu menghela napas panjang. “Kalau gitu, kamu bakal terus dikejar. Sampai kapan pun.”
Lila terdiam. Kata-kata itu bener-bener bikin dia ngerasa kejebak. Di satu sisi, dia bener-bener pengen semua ini berhenti, tapi di sisi lain, dia juga nggak tahu gimana caranya.
Pas kopi pesenannya datang, Lila nengok lagi ke arah perempuan itu, tapi… dia udah nggak ada. Sosoknya hilang begitu saja, kayak bayangan yang diterpa cahaya.
Lila masih duduk di situ, mencoba mencerna apa yang baru aja terjadi. "Gila lu," gumamnya sambil ngelihat ke sekeliling.
Kafe masih sepi, nggak ada yang aneh, tapi kejadian barusan bikin dia ngerasa lebih nggak tenang dari sebelumnya.
Dia menyeruput kopinya, mencoba menenangkan diri. Tapi satu hal yang dia tahu pasti, perempuan itu nggak bohong.
Selama ini, Lila selalu mencoba kabur dari kemampuannya. Tapi makin dia lari, makin banyak hal aneh yang datang.
Dia sadar, nggak ada jalan keluar yang mudah. Mau nggak mau, dia harus hadapin semua ini. Tapi gimana caranya? Itu yang masih jadi misteri.
Setelah selesai minum kopinya, Lila akhirnya keluar dari kafe.
Udara malam masih dingin, tapi setidaknya di sini terasa lebih tenang daripada di dalam kamarnya tadi.
“Nggak ada lagi kabur,” Lila bilang ke dirinya sendiri, berusaha yakinin diri kalau dia bakal kuat ngadepin apa pun yang bakal datang. Apa pun itu, dia nggak bakal lari lagi.
Tapi di dalam hati, dia tetap takut. Takut sama hal-hal yang belum dia ngerti. Tapi dia juga tahu, ini saatnya buat berhenti pura-pura nggak peduli.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mbak Lila yang sedang panik lari ketakutan!!!!