Niat hati memberikan pertolongan, Sean Andreatama justru terjebak dalam fitnah yang membuatnya terpaksa menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dia sentuh.
Zalina Dhiyaulhaq, seorang putri pemilik pesantren di kota Bandung terpaksa menelan pahit kala takdir justru mempertemukannya dengan Sean, pria yang membuat Zalina dianggap hina.
Mampukah mereka menjalaninya? Mantan pendosa dengan masa lalu berlumur darah dan minim Agama harus menjadi imam untuk seorang wanita lemah lembut yang menganggap dunia sebagai fatamorgana.
"Jangan berharap lebih ... aku bahkan tidak hapal niat wudhu, bagaimana bisa menjadi imam untukmu." - Sean Andreatama
ig : desh_puspita27
---
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 - Masih Mau Jadi Pacarku?
"Mau, Mas!! Aku mau!! Aku belum pernah pacaran."
Di antara banyaknya wanita, mungkin hanya Zalina yang tidak dia rayu dengan kata-kata mutiara yang biasa digunakan oleh para buaya untuk menaklukan lawannya. Hanya sekali ajakan semata, tanpa bunga ataupun coklat, Zalina dengan polosnya menerima Sean sebagai kekasihnya.
Dia yang sejak dahulu dilarang keras pacaran, kini akan Sean manjakan dengan caranya. Bukan bulan madu keliling Eropa atau tempat lainnya, Zalina begitu lepas menikmati perjalanan tak terduga yang Sean rencanakan sejak lama.
Seketika dia bahkan lupa jika mereka belum mengenal lama. Terjebak dalam sebuah pernikahan paksa yang menyeret Sean sebagai korbannya. Mata Zalina sejenak terhibur dengan hamparan kebun teh seluas mata memandang.
Sejak dahulu, dia selalu menginginkan kebebasan semacam ini. Namun, kiyai Husain beserta kedua kakaknya terlalu mengekang sehingga begitu banyak hal yang tidak bisa Zalina rasakan.
Sean memberikan Zalina kebebasan untuk melakukan apa yang dia inginkan. Sedikit aneh memang, Zalina besar di kota ini, tapi begitu merindukan hal-hal yang seharusnya bisa dia temui kapan saja.
"Mas, aku di sini!"
Sean hanya tersenyum tipis melihat istrinya yang melambaikan tangan dari jarak yang cukup jauh. Tubuhnya yang mungil dengan suara yang kecil dipaksakan melengking membuat Sean gemas sendiri.
"Mas sini, kenapa cuma di situ."
Sejak tadi Sean mencuri kesempatan untuk mengabadikan. Sudah tentu akan dia pamerkan pada keluarganya. Ini adalah kali pertama Sean berani mengabadikan Zalina dalam kenangan di ponselnya. Selama ini, hendak mencuri di saat sang istri tidur saja Sean tidak berani.
Puas mengabadikan istrinya, Sean mengikuti kemana langkah sang istri. Semakin didekati, Zalina semakin menjauh. Gelak tawa ketika Sean selalu gagal mendapatkannya benar-benar sebahagia itu.
Keduanya mungkin sama-sama lupa usia. Mereka bukan lagi remaja yang menginjak dewasa ataupun pasangan yang baru merasakan cinta.
Namun, begitu di hadapkan dengan hal sesederhana ini mereka bahkan mengalahkan pasangan muda yang juga berada tidak jauh dari mereka. Hanya mereka berdua yang berlarian menyusuri kebun teh seakan milik sendiri.
"Ayo sini ... Mas kejarnya kurang niat."
Bibirnya maju hingga beberapa centi, Sean sejak tadi sudah menggigit bibir degan tingkah Zalina yang seakan memancing Sean agar berbuat lebih. Sean mendekatinya perlahan, istrinya yang jinak-jinak merpati ini tidak bisa ditaklukan dengan mudah.
"One ... two ... three."
Sempat kehilangan kesempatan berkali-kali dan Zalina selalu berhasil melepaskan diri. Kini, sang istri terperangkap dalam pelukannya, keduanya terlalu bersemangat hingga terjerambab dengan posisi Zalina di bawahnya.
"Aku mendapatkanmu ... mau lari kemana sekarang?"
Adegan romantis tipis berganti sedikit panas dengan posisi mereka yang seperti ini. Zalina menatap lekat manik tajam Sean yang hanya berjarak beberapa centi di atasnya. Mereka begitu dekat, hingga hidung keduanya saja bersentuhan.
Sudah tentu jika jaraknya sedekat itu Sean takkan melepaskannya. Lambat laun dia tetap akan menyesap bibir ranum Zalina pada akhirnya. Jika biasanya sang istri hanya pasrah dan tidak membalas, hari ini Sean merasakan perkembangan kala Zalina turut memainkan lidahnya.
Masih kaku sebenarnya, tapi cukup membuat batin Sean bergejolak hingga hassrat ingin mencari hotel terdekat tidak bisa dia bendung lebih lama. Sungguh, Zalina terbawa suasana hingga tidak menyadari jika di kebun teh itu bukan hanya mereka berdua.
Gelak tawa yang terdengar dari seorang pria lain membuat Zalina sontak mendorong dada Sean agar melepas pagutannya. Dia juga bingung kenapa bisa terlena hingga terbuai dengan perlakuan manis Sean yang justru menciumnya di tengah kebun begini.
"Mas kok cium aku?"
"Apa salahnya? Sah-sah saja, 'kan?" tanya Sean tertawa sumbang seraya membantu membersihkan pakaian sang istri yang tampak kotor akibat ulahnya.
"Kita, 'kan masih pacaran, Mas ... orang pacaran ciuman juga?" tanya Zalina kemudian mengusap bibirnya yang kini sedikit basah.
"Hahahaha lebih dari itu, Sayang."
Sean hanya mengusap puncak kepalanya. Andai Zalina dipertemukan saat Sean masih menggila, mungkin dengan mudah wanita ini masuk dalam perangkapnya dan membuat Sean kembali mewarisi kesalahan sang papa sebagai perusak anak gadis orang.
"Lebih dari itu ya? Tapi kenapa, Mas? Bukankah mereka saling mencintai?"
"Cinta tanpa naf-su itu bohong, Na," tutur Sean merapikan kerudung sang istri yang sedikit berantakan saat ini.
"Masa iya sih, Mas? Tapi menurutku tidak semua yang pacaran begitu."
"Ya memang, tidak semua ... tapi kebanyakan begitu, Mas begitu juga soalnya," tutur Sean tersenyum tipis, seakan sengaja memancing agar Zalina bertanya walau sudah Zalina katakan dia tidak peduli tentang masa lalu Sean.
"Heih? Mas begitu juga?"
Akhirnya dia bertanya juga, Sean mendadak berbunga dan bersedia mengarang cerita agar Zalina lebih mendalami suasana.
"Hahaha tentu, dulu waktu Mas pacaran sama mantan yang ke-berapa ya? Satu, dua, tiga, empat kalau tidak salah yang ke-lima atau ke-enam begitu. Mas sempat tinggal berdua di apartemennya, latihan jadi suami istri begitu ... minimal pelukan, maksimal ya pikirkan sendiri."
Zalina hanya mengerjap pelan mendengar penjelasan Sean. Antara percaya dan tidak percaya, atau sebenarnya dia tengah terkejut dengan hitungan Sean yang sudah persis anak marmut itu.
"Jadi gimana? Masih mau jadi pacarku?"
"Masih, aku suka pacaran, Mas," jawab Zalina mengangguk pasti dan tidak memberikan respon cemburu ataupun cemberut setelah mendengar penjelasan panjang lebar tentang dirinya.
"Cemburu sedikit, Zalina!!"
.
.
- To Be Continue -