Di ulang tahun pernikahannya yang kedua, Lalita baru mengetahui kenyataan menyakitkan jika suaminya selama ini tidak pernah mencintainya, melainkan mencintai sang kakak, Larisa. Pernikahan yang selama ini dia anggap sempurna, ternyata hanya dia saja yang merasa bahagia di dalamnya, sedangkan suaminya tidak sama sekali. Cincin pernikahan yang yang disematkan lelaki itu padanya dua tahun yang lalu, ternyata sejak awal hanya sebuah cincin yang rusak yang tak memiliki arti dan kesakralan sedikit pun.
Apa alasan suami Lalita menikahi dirinya, padahal yang dicintainya adalah Larisa? Lalu akankah Laita mempertahankan rumah tangganya setelah tahu semua kebenarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta Bantuan
"Mengurus perceraian?" Hendro menautkan kedua alisnya.
"Iya, Om. Perceraian saya," sahut Lalita.
Hendro terlihat agak terkejut, tapi tentu saja dia bisa menetralkan raut terkejutnya itu dengan cepat.
"Kenapa ingin bercerai? Erick berselingkuh?" tanya Henrdo kemudian. Tentu dia juga mengenal Erick meskipun tak terlalu dekat.
"Tidak. Ini bukan masalah saya melakukan kesalahan atau Erick melakukan kesalahan. Saya hanya ingin mengembalikan apa yang seharusnya tidak saya miliki," sahut Lalita.
Sekali lagi Hendro mengerutkan keningnya. Sebagai penasihat hukum Arfan, tentu saja lelaki itu tahu seluk beluk keluarga Baskara. Hendro sangat tahu bagaimana sejarah Erick sampai bisa menjadi seperti sekarang ini. Dia bahkan tahu latar belakang Riani dan Larisa. Pasalnya, Hendro adalah orang yang membantu Arfan agar Larisa bisa memakai nama Baskara seperti Lalita.
Namun, ada satu hal yang Hendro tidak tahu, yaitu hubungan Erick dan Larisa di masa lalu.
"Om tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan, Lita. Tapi apapun itu, perceraian bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan dengan mudah, apalagi jika itu dalam keadaan emosi," ujar Hendro menanggapi.
"Saya tidak sedang dalam keadaan emosi, Om. Saya memutuskan itu setelah memikirkannya dengan benar. Jika pernikahan ini diteruskan, tidak menutup kemungkinan jika nanti saya akan berakhir di rumah sakit jiwa. Bahkan, mungkin saja saya akan berpikir untuk mengakhiri hidup saya sendiri. Jadi, saya mohon bantuannya." Lalita menjawab dengan tenang, namun juga terdengar emosional.
Hendro tertegun dibuatnya. Dia sudah mengenal Lalita sejak putri sahabatnya itu masih kecil. Di matanya, Lalita adalah sosok yang ceria dan positif. Tak pernah sebelumnya dia melihat tatapan sendu dan raut wajah setengah putus asa seperti yang sekarang Lalita perlihatkan di hadapannya.
"Lita, apa yang sudah Erick lakukan padamu?" tanya Hendro kemudian dengan hati-hati.
Lalita terdiam, sedikit bingung mesti menjawab apa. Memangnya apa yang telah Erick lakukan padanya? Tidak ada. Erick tetap memperlakukannya seperti yang dilakukan oleh lelaki itu sejak dua tahun yang lalu. Hanya saja, dulu Lalita tidak mengetahui seperti apa isi hati lelaki itu, sehingga dirinya tetap merasa bahagia meski tak pernah sekalipun diperlakukan dengan baik.
Berbeda dengan sekarang. Semua kebahagiaan semu itu mesti berakhir tatkala Lalita mengetahui semua kebenarannya. Tak ada namanya sama sekali di hati Erick, melainkan nama kakaknya. Setelah mengetahui semua itu, justru tak masuk akal rasanya jika Lalita memilih untuk bertahan dan pura-pura tidak tahu.
"Lita?"
Lalita sedikit tergagap. Jika ingin meminta bantuan Hendro, sepertinya dia harus menceritakan semuanya pada lelaki paruh baya ini. Tak ada pilihan.
"Erick mencintai Kak Risa, Om," ujar Lalita akhirnya. Dia menghela nafasnya, berusaha untuk mengatur ritme detak jantung dadanya yang saat ini mulai bergemuruh dengan hebat.
"Saya tahu, alasan saya pasti terdengar begitu picisan di telinga Om Hendro. Tapi yang saya rasakan setelah mengetahui fakta itu, saya nyaris gila. Saya merasa ditipu dan dibohongi oleh orang-orang terdekat saya. Bukan hanya oleh Erick, tapi juga oleh Mama, Papa dan Kak Risa. Mereka semua sudah membuat saya menikah dengan lelaki yang bahkan tak pernah melihat ke arah saya dengan benar. Saya sungguh tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Saya mesti membebaskan diri jika ingin tetap bertahan." Lalita kembali menambahkan dengan panjang lebar.
"Jadi maksud kamu, selama ini Erick terpaksa menjadi suamimu?" Hendro menegaskan.
Lalita mengangguk.
"Saya baru tahu kalau dulu Erick dan Kak Risa itu menjalin hubungan asmara. Entah kenapa, Erick malah datang untuk melamar saya. Tapi saya sangat yakin kalau semua itu diatur oleh Mama dan Papa. Saya tidak habis pikir, bagaimana mereka bisa melakukan itu. Mungkin karena mereka tahu kalau saya menyukai Erick. Tapi apapun itu, tak semestinya saya dibohongi sampai seperti ini. Menjadi satu-satunya orang yang tak tahu apa-apa."
Hendro hanya diam mendengarkan dan menyimak. Melihat raut wajah Lalita saat ini, Hendro bisa merasakan jika apa yang dikatakan oleh Lalita barusan adalah suara yang berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam.
"Terus terang, Om. Sejak mengetahui kalau Erick hanya terpaksa menikahi saya, setiap detiknya saya merasa tersiksa. Dada saya terasa begitu sempit dan sesak, perasaan saya juga terus-terusan sedih dan pesimis. Sekuat tenaga saja menyemangati diri sendiri. Tapi jika hal itu terus berlangsung, sepertinya saya akan membutuhkan bantuan psikolog, atau bahkan psikiater."
Tanpa sadar Hendro sedikit menghela. Dia sungguh tak menyangka jika putri kesayangan sahabatnya ini akan berakhir seperti ini sekarang. Padahal setahunya, Arfan rela melakukan apa saja demi untuk membuat Lalita bahagia.
"Bagaimana dengan Papamu? Apa dia mengetahui rencanamu hendak menggugat cerai Erick?" tanya Hendro kemudian.
Lalita menggeleng pelan.
"Tidak ada yang tahu. Papa, Mama dan Kak Risa tahunya saya baik-baik saja. Tapi jika Om Hendro bersedia membantu saya, sudah pasti lambat laun mereka pasti akan tahu. Tapi biarlan itu menjadi urusan saya, Om. Saya yang akan menjelaskan semuanya pada mereka," sahut Lalita.
Hendro kembali terdiam sejenak untuk berpikir.
"Jika kamu menggugat Erick, sudah pasti hal itu akan menjadi sebuah pemberitaan yang menghebohkan, seperti halnya dulu saat kamu menikah dengan Erick. Sedikit banyak, hotel milik Papamu juga pasti akan terkena imbasnya." Hendro kemudian kembali mengingatkan Lalita.
"Justru karena itulah saya meminta bantuan Om Hendro. Saya minta tolong agak Om bisa mengurus perceraian saya tanpa tercium publik. Saya ingin berpisah dengan Erick secara damai dan tenang. Setelah itu, saya juga ingin pergi ke suatu tempat selama beberapa saat untuk menenangkan diri dan memulihkan mental saya. Untuk Papa, itu akan menjadi urusan saya, Om. Saya yang akan memberitahu Papa tentang perceraian saya dan akan saya pastikan Papa tidak akan marah pada Om Hendro," sahut Lalita meyakinkan.
Cukup lama Hendro berpikir. Selama itu juga Lalita berusaha membujuk sahabat papanya itu. Hendro adalah satu-satunya harapan bagi Lalita agar dia bisa berpisah dari Erick tanpa banyak drama, karena Hendro terbiasa menangani sebuah kasus dengan begitu rapi tanpa kehebohan. Itulah kenapa besar harapan Lalita terhadap pengacara paruh baya itu.
"Baiklah," ujar Hendro akhirnya setelah berpikir cukup lama. "Saya akan membantu kamu. Tapi kamu mesti menghadapi Papamu sendirian. Kamu tahu sendiri seperti apa Papamu itu kalau dia sudah marah."
"Iya, Om. Jangan khawatir. Sayalah yang datang meminta bantuan pada Om Hendro. Papa tidak akan marah pada Om, tapi pada saya." Lalita menyahut.
Hendro hanya mengiyakan, meski di hatinya dia tak begitu merasa yakin jika Arfan tak akan marah padanya.
Setelah berbasa-basi sejenak dan berpamitan dengan sopan, Lalita pun akhirnya meninggalkan ruang kerja Hendro. Dia pergi dengan perasaan yang sedikit lebih lega. Langkah pertama sudah berhasil dia ambil. Setelah itu, dia akan segera memulai langkah selanjutnya.
Bersambung ....
🤔🤔
Mak othor kereeen /Good//Good//Good//Good//Good/