Menjadi pedagang antar dua dunia? Apakah itu memungkinkan?
Setelah kepergian kakeknya, Sagara mewarisi sebuah rumah mewah tiga lantai yang dikelilingi halaman luas. Awalnya, Sagara berencana menjual rumah itu agar dapat membeli tempat tinggal yang lebih kecil dan memanfaatkan sisa uangnya untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, saat seorang calon pembeli datang, Sagara tiba-tiba mengurungkan niatnya. Sebab, dia telah menemukan sesuatu yang mengejutkan di belakang rumah tersebut, sesuatu yang mengubah pandangannya sepenuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Pandu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21 : Kemunculan Tamu Yang Tidak Diinginkan
Sagara baru saja selesai membeli semua yang dibutuhkannya, termasuk beberapa barang yang akan dijualnya di dunia sihir. Setelahnya dia mengajak Surya meninggalkan pusat perbelanjaan. Langkah kakinya mantap saat ia dan Surya berjalan menuju tempat parkir. Terpancar kepuasan di wajah Sagara karena semua urusan di pusat perbelanjaan itu telah selesai, meski dalam pikirannya masih tersisa pertanyaan besar tentang wanita misterius yang tadi ditemuinya.
Surya mengemudikan mobil baru mereka, sebuah sedan hitam elegan, menuju mansion keluarga Adyatama. Sagara duduk di kursi belakang, menyandarkan tubuhnya, memejamkan mata sejenak. Ketenangan di dalam mobil hampir saja membuatnya terlena, sampai Surya dengan sopan mengalihkan perhatiannya.
"Apakah ada tempat lain yang ingin Anda kunjungi, Tuan? Atau kita langsung pulang?" tanya Surya, matanya tetap fokus memperhatikan jalanan yang terhampar di depan. Sebenarnya dia sempat secara tidak sengaja mendengarkan sang tuan berbicara dengan seseorang di telepon. Nampaknya ada sesuatu yang terjadi di kediaman Adyatama. Dia hanya ingin memastikan bahwa sang tuan tidak memiliki urusan lagi di luar dan ingin segera pulang ke rumah.
Sagara membuka matanya perlahan, menatap pemandangan kota yang berlalu di balik kaca jendela. "Tidak, langsung saja pulang. Ada sesuatu yang sedang menunggu di rumah," jawabnya tenang, tapi di balik ketenangan itu pikirannya kembali dipenuhi berbagai rencana dan perencanaan yang harus dia lakukan selama beberapa hari ke depan.
Saat mobil melaju di jalan yang mulai sepi, Sagara teringat kejadian beberapa jam sebelumnya di toko sepatu. Waktu itu, ia sedang asyik memilih sepatu baru untuk kebutuhan dirinya selama berada di dunia ini dan untuk barang yang akan diperdagangkan di dunia sihir, tapi tiba-tiba ponselnya yang lama berdering. Nada dering lagu lama itu terdengar begitu asing di tengah hiruk pikuk pusat perbelanjaan yang modern. Sagara pun merogoh tas baru miliknya untuk mencari keberadaan ponsel lamanya yang layarnya sudah retak karena terjatuh—sebab itu dia sempat membeli ponsel baru sebelum beranjak membeli barang-barang lainnya sampai di toko sepatu ini.
Nama Lucas muncul di layar ponselnya, membuat Sagara menarik napas panjang sebelum mengangkat panggilan itu.
“Halo, Lucas, ada apa?” sapa Sagara dengan nada santai, mencoba menyembunyikan kekesalannya karena dia tahu Lucas pasti membawa masalah baru untuknya.
"Heh, akhirnya diangkat juga telponnya," sahut Lucas di ujung sana dengan nada yang penuh canda, tapi ada ketegangan terselip di baliknya. "Lu lagi di mana, Ga? Masih di rumah kakek lu itu? Kenapa belum balik juga? Udah betah?"
Sagara mendengus kecil, melirik sepatu-sepatu yang ada di depannya sebelum memutuskan untuk memilih sepasang sepatu kulit hitam yang tampak kokoh. "Iya, gua masih di sini nih, di rumah warisan kakek gua. Masih ada banyak hal yang harus gua urus di rumah ini."
Lucas terdiam sesaat, lalu lanjut berbicara. "Ya, gua tau. Gua cuman mau ngabarin sesuatu, tapi gua mau lu jangan rese, oke? Jadi begini, gua udah bayarin tunggakan kontrakan lu. Gua ngelakuin itu karena gua takut nanti lu diusir. Lu tau kan pemilik kontrakan lu itu ga main-main sama ancamannya? Ini udah tinggal berapa hari lagi loh, Ga. Dan lu belum ada kejelasan balik kapan, jadi biar aman, sementara gua bayarin."
Sagara langsung menghentikan gerakannya, jari-jarinya masih memegang sepatu yang akan dicobanya. Dia menghela napas panjang, merasa sedikit frustrasi tapi tak bisa benar-benar marah. Sagara hanya diam sebagai balasan dari pengakuan temannya itu.
"Udah ya, terima aja. Lagian lu itu udah gua anggap kaya saudara, jadi apa salahnya saling membantu saudara sendiri? Gua ga bisa tenang selama lu terancam bakal diusir dari kontrakan," Lucas beralasan, nada suaranya terdengar tulus tapi sedikit ceria, seolah dia merasa sudah melakukan hal yang benar dan tidak ingin Sagara merasa terbebani karena masalah sepele itu.
Sagara pun menggelengkan kepala, meskipun Lucas tidak bisa melihatnya. Dia menghargai niat baik sahabatnya itu, tapi baginya, ketergantungan semacam itu bisa menjadi masalah dalam jangka panjang. Sagara merasa selama ini sudah menyusahkan Lucas dan mendapat banyak bantuan finansial dari anak itu, sehingga membuatnya terkesan seperti memanfaatkannya, padahal tidak. "Ya udah, gua pasti akan ganti semuanya nanti," kata Sagara, meski ia tahu Lucas pasti akan menolak ketika dirinya berniat mengembalikan uang itu.
Setelah selesai membahas mengenai kontrakan, suasana menjadi agak canggung. Namun, Lucas segera memecahkan keheningan dengan melontarkan pertanyaan lain yang sukses membuat Sagara tertegun.
"Oh iya, ngomong-ngomong, lu lagi di mana sih sekarang? Gua punya kenalan dari Nyokap yang tertarik beli rumah kakek lu itu. Sekarang dia udah sampai, tapi dia barusan ngabarin kalau lu lagi pergi keluar. Beneran lu lagi keluar? Takutnya dia salah masuk rumah, Ga."
Sagara merasakan jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Ia terdiam sejenak, otaknya bekerja cepat untuk merespons. Sebelumnya memang dia ingin menjual rumah itu, tapi dengan semua yang telah terjadi—terutama sejak dia menemukan portal menuju dunia sihir—situasinya sudah berubah. Rumah itu bukan hanya sekadar properti warisan biasa sekarang, tapi sudah menjadi bagian dari hidupnya, keluarganya, tanggung jawabnya, dan segalanya bagi Sagara.
"Lucas... soal itu," Sagara berhenti sejenak, memilih kata-katanya dengan hati-hati. "Iya gua sekarang lagi ada di luar rumah, tapi ini gua udah di perjalanan pulang. Nanti gua kabarin lagi kalau udah ketemu dengan orang itu. Untuk masalah yang lain nanti kita bicarakan lagi."
Sagara bingung menjelaskan tentang kondisinya saat ini, jadi dia memutuskan untuk merahasiakan terlebih dahulu mengenai dirinya yang tidak jadi menjual rumah warisan kakeknya itu. Sagara perlu mencari alasan yang pas untuk diberitahukan kepada Lucas agar anak itu percaya pada keputusannya tidak jadi menjual rumah. Tentunya, Sagara tidak akan menceritakan tentang bisnis kakeknya ataupun portal yang membawanya ke dunia sihir. Semua itu akan selamanya menjadi rahasia untuk dirinya sendiri dan orang-orang penting yang dia percayai seperti Fransiskus.
"Oke, sama ini gua ada info lagi, orang ini baru ngabarin ke gua lagi kalau dia sangat tertarik setelah lihat rumahnya langsung dan serius mau beli rumahnya. Pokonya sekarang lu buruan pulang dan temuin dia ya!"
Sagara pun menggumamkan persetujuan sebelum mengakhiri pembicaraan. Namun, begitu panggilan berakhir, ia hanya bisa duduk terdiam, memejamkan matanya, memikirkan apa yang harus dia lakukan pada sahabatnya. Menjual rumah kakeknya mungkin pernah menjadi solusi, tapi sekarang tidak lagi. Bagaimana dia bisa menjelaskan kepada Lucas bahwa rumah itu memiliki nilai yang jauh lebih besar dari sekadar harga di atas kertas?