Gubee, Pangeran Lebah yang ingin merubah takdirnya. Namun semua tidaklah mudah, kepolosannya tentang alam membuatnya sering terjebak, dan sampai akhirnya menghancurkan koloninya sendiri dalam pertualangan ini.
Sang pangeran kembali bangkit, mencoba membangun kembali koloninya, dengan menculik telur calon Ratu lebah koloni lain. Namun, Ratu itu terlahir cacat. Apa yang terjadi pada Gubee dan Ratu selanjutnya?
Terus ikuti ceritanya hingga Gubee terlahir kembali di dunia peri, dan peperangan besar yang akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruang Gelap Di Mata Sang Ratu
“Apa kau tidak bisa melihatku?” tanya Gubee setelah itu.
“Tidak!” jawab Ratu itu menggeleng.
Gubee menatapi mata Ratu lebah muda tersebut. Ia mulai menyadari adanya kekurangan yang terjadi pada bola mata sang Ratu. Mata yang berwarna hijau zambrud itu, tak berfungsi seperti semestinya. Ratu yang dinantikan Gubee selama ini, ternyata terlahir buta.
“Kenapa kenyataan yang aku terima selalu berbeda dengan apa yang aku harapkan? Kenapa setiap keinginanku tidak berjalan dengan semestinya? Ada apa dengan alam ini!?
Gubee merasa sangat terpukul dengan semua itu. Keinginan untuk kembali menghidupkan koloninya seakan dipersulit. Selalu saja ada rintangan yang datang di luar kendalinya. Alam seperti tak berpihak sedikit pun pada tujuannya.
“Bagaimana mungkin aku bisa membangun kembali sebuah koloni di sarang ini, sementara Ratu yang ku nanti-nanti selama ini terlahir buta? Mungkin dia bisa melahirkan telur yang akan menjadi lebah baru di sarang ini, tapi siapa yang akan merawat telur itu nantinya? Sedangkan aku, akan mati setelah kawin!” Pikiran Gubee terus bergejolak menyesalkan kenyataan yang menimpanya.
“Apa kau sedang memikirkan sesuatu?” Ratu lebah muda bertanya pada Gubee yang tiba-tiba diam tanpa suara.
“Sepertinya, aku harus keluar. Aku harus mencari nektar bunga untuk makanan kita. Tapi sebelum itu, aku akan mengantarmu ke tempat di mana seharusnya Ratu lebah berada.” Ucapan Gubee berbeda dengan apa yang baru dipikirkannya.
“Baiklah.” Ratu lebah muda tersenyum.
Gubee membawa Ratu lebah muda menuju kamar Ratu lebah. Ia terus membimbing Ratu yang terlahir buta itu dengan sangat hati-hati. Walau ada kekecewaan di dalam hatinya pada kenyataan yang terjadi, namun kekecewaan itu tak ingin diperlihatkannya kepada Ratu lebah muda. Karena ia sadar, itu bukan kesalahan Ratu lebah muda.
Sesampainya di kamar Ratu lebah, Gubee membantu Ratu lebah muda menaiki ranjang Ratu lebah yang sudah lama kosong. Ranjang yang berukirkan bunga dan lebah itu masih terlihat indah seperti sebelumnya, seperti ada yang mengurus kamar itu selama ini. Tidak ada sedikitpun debu yang menempel di perabotan yang menghiasi kamar itu.
“Tunggulah di sini. Aku akan keluar untuk mencarikan nektar untukmu,” ucap Gubee, lalu pergi meninggalkan ruangan itu.
Gubee terbang meninggalkan sarangnya, menuju hamparan tanaman bunga yang tak jauh dari pohon Willow tempat sarang itu berada. Dengan sebuah mangkuk tanah di tangannya, ia terus mengumpulkan nektar bunga, dan mengisi mangkuk itu.
“Heeiii…Gubee!” Sepintas suara memanggilnya.
“Seperti ada yang memanggilku?” Gubee melihat ke sekelilingnya, namun ia tak melihat siapa-siapa di antara hamparan bunga-bunga di sekitarnya.
“Apa kau lupa bunga ini?
Gubee kembali mencari-cari asal suara itu.”Terdengar seperti suara Antber,” gumamnya memperhatikan satu persatu tangkai bunga yang ada di sekitarnya. Sampai pada akhirnya tampaklah seekor semut merah yang tersenyum di rumpun bunga Bakung lembah.
“Antber! Kau di sini?
“Iya! Aku sudah dari tadi ada di sini. Kau saja yang tidak melihatku,” jawab Antber.
“Sedang apa kau di sini?
“Menunggu makanan untuk koloniku, tapi dari tadi belum ada satupun yang serangga yang terjebak oleh bunga ini,” terang Antber mengeluh memandangi bunga Bakung lembah di sampingnya.
“Bagaimana kabar larva calon ratu yang kau rawat Gubee?” imbuhnya bertanya.
“Larva itu sudah berubah menjadi Ratu yang sangat cantik Antber.
“Benarkah?
Gubee mengangguk. “Hanya saja.., ada masalah dengan penglihatannya. Ratu itu terlahir buta Antber.
Antber teringat pada pesan Ratunya sepekan yang lalu. Ratunya berpesan agar larva calon ratu diberikan madu sebagai makanannya, kalau tidak mungkin larva calon ratu akan terlahir cacat. “Apa yang dikatakan Ratuku memang benar,”bisiknya dalam hati.
“Tapi, Ratu itu masih bisa melahirkan telurkan?” Antber mulai khawatir dengan hal lain.
“Entahlah Antber. Kita hanya bisa mengetahui itu setelah Ratu dewasa dan siap untuk kawin.” terang Gubee. Ia kembali mengambil nektar bunga di depannya, namun wajahnya tampak murung.
“Semoga saja kekurangan Ratu baru itu, tidak mempengaruhi apa yang kau harapkan selama ini Gubee.
Gubee hanya diam. Ia terus mengambil nektar-nektar bunga di sekitarnya dan memasukan ke dalam mangku di tangannya. Ada keraguan di dalam hatinya yang belum bisa ia ungkapkan saat itu.
Antber terus memandangi sahabatnya. Ia tahu, ada beban berat yang sedang bergejolak di hati sahabatnya itu. Tetapi, tak ada yang bisa ia lakukan selain berharap, semoga apa yang sahabatnya nantikan selama ini, tidak menjadi penantian yang sia-sia.
“Aku harus pergi dulu Antber. Ratu baru saja keluar dari pupanya, dan ia mungkin sangat lapar. Aku akan memberikan nektar ini padanya,” ucap Gubee pada Antber setelah mangkuk di tangannya penuh dengan nektar.
“Bersemangatlah kawan! Semoga semuanya akan baik-baik saja.” ujar Antber.
Gubee kembali terbang ke sarangnya, melayang menuju pucuk pohon Willow. Dengan sebuah mangkuk yang penuh dengan nektar, ia kemudian berjalan perlahan-lahan sesampainya di bibir sarang, melangkah hati-hati menuju kamar sang Ratu.
“Minumlah nektar bunga ini Ratu, agar tubuhmu kembali segar setelah lama berpuasa di dalam pupa,” ucap Gubee setelah sampai di hadapan Ratu lebah muda, dan menyodorkan mangkuk di tangannya kepada sang Ratu.
“Apa kau bercanda? Aku baru saja meminum nektar. Mana mungkin aku bisa meminumnya lagi? Perutku sudah penuh!” Ratu lebah muda menolak nektar yang diletakkan ke tangannya.
“Apa maksudmu Ratu? Aku belum memberikan apapun padamu. Aku baru saja kembali dari luar!” Gubee kebingungan mendengar apa yang di katakan Ratu lebah muda itu.
“Apakah Ratu ini tidak hanya buta, tapi juga pelupa?” pikirnya terus memandangi Ratu yang tersenyum gumam di hadapannya.
“Kau ingin mengerjaiku Pangeran?” tanya Ratu lebah muda di sela-sela senyumannya.
“Tidak! Aku benar-benar belum memberikan apapun padamu. Mungkin tadinya kau hanya berhalusinasi karena terlalu lapar,” tegas Gubee.
“Jangan mengerjai aku seperti ini! Walaupun aku tidak bisa melihat tubuhku sendiri, tetapi aku masih bisa merasakan apa yang terjadi pada tubuhku ini! Aku masih bisa membedakan antara rasa lapar dan kenyang!” Ratu lebah muda tampak kesal dengan apa baru saja Gubee katakan.
“Maafkan aku Ratu. Aku tidak bermaksud mengerjaimu ataupun menyinggung perasaanmu. Aku hanya ingin kau makan lebih banyak,” ucapnya berkilah dengan nada menyesal.
Gubee kembali mengambil mangkuk yang berisi nektar dari tangan Ratu lebah muda. Ia mulai merasakan ada sesuatu yang lain yang juga menjadi kekurangan sang Ratu.
“Panggil aku jika kau mulai merasa lapar,” ucap Gubee ingin pergi meninggalkan ruangan itu untuk membawa nektar di tangannya ke tempat penyimpanan nektar.
“Apa setiap Ratu lebah terlahir buta?
Gubee mengurungkan niatnya. Pertanyaan sang Ratu membuat langkahnya terasa berat. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan untuk menjawab pertanyaan itu. Di satu sisi ia ingin jujur, namun sisi lain pikirannya juga memaksanya harus berbohong agar semangat hidup sang Ratu tak terganggu.
Lanjut Bab 22