Alina tidak menyangka sahabat yang dia kira baik dan pengertian telah menghancurkan biduk rumah tangga yang telah di jalin Alina selama tiga tahun lamanya. Lenna adalah sahabat Alin. mereka berdua telah menjalin persahabatan sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. ternyata Lenna menyukai suami Alin sejak lama. Lenna merasa tidak adil kenapa Alin bisa mendapat seorang pria tampan dan kaya seperti Revan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinni Iskandar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.21 Tidak pulang
Setelah hampir setengah jam merapikan ruang kerja suaminya, akhirnya semuanya beres. Namun, saat ia akan membuang sampah dan debu pada kotak sampah, seketika ia urungkan
Ia meletakkan kembali pengki dilantai, matanya memicing kedalam kotak sampah. "Kok, banyak banget bekas tissue?" gumamnya, ia masih memperhatikan tissue-tissue itu, "Apa? tadi malam Mas Revan kena flu?" Ia masih menerka-nerka sendiri
"Hm.. Udahlah! nanti bisa aku tanya langsung aja" ucapnya kemudian, lalu ia membuang debu dan sampah yang ada didalam pengki.
Gegas ia keluar, karena kegiatannya sudah selesai. Tidak lupa ia menenteng kantong sampahnya.
****
Ketika siang telah tiba, Alin mencoba menghubungi suaminya, ia merasa rindu dengan suaminya itu. Saat ini ia tengah duduk dikamar, duduk bersandar atas ranjang.
[ Mas, lagi ngapain? ] ia tersenyum manis, menunggu balasan pesan dari suaminya. Namun, setelah beberapa menit menunggu, pesan singkatnya belum terbalaskan, bahwa belum dibaca oleh suaminya
Ia kembali mengetik pesan untuk Revan.
[ Lagi sibuk ya, Mas? Jangan lupa makan siang ya ? ]
Akhirnya, ia pasrah. Ia menghela nafas panjang, lalu meletakkan kembali ponselnya diatas nakas.
pandangannya menatap kosong kedepan, sebenarnya, ia kesepian. Tiba-tiba, tangannya mengusap pelan permukaan perutnya yang rata itu.
"Apa, aku mandul? tapi dokter bilang, aku subur". ia bermonolog sendiri. "Gimana, kalau aku gak bisa kasih anak untuk Mas Revan?!" ucap Alin frustasi, ia mengacak pelan rambutnya
*****
Disisi Lain, saat ini Revan tengah makan siang direstoran bersama sahabat isterinya, keduanya tengah asyik menyantap makannya, dan sesekali ia melempar gombalannya.
Revan tidak menyadari, ponselnya menyala. Ia sengaja tidak memberikan nada pada ponselnya saat ia sedang bekerja. Atau bisa jadi ia lupa bahwa dirumah ada seorang istri yang menunggu nya dirumah.
"Makan kok bisa sampai belepotan gini sih, Sayang?" ucap Revan, ia mengulurkan tangannya kedepan untuk menghapus noda disudut bibir Lenna.
Lenna mematung dengan aksi Revan, darahnya seketika berdesir. " Makasih, Mas " ucapnya Malu-malu
Keduanya, melanjutkan makan siangnya dengan romantis. sesekali Lenna menyuapkan makanan ke mulut Revan.
"Mas, gimana, kalau Alina tahu tentang perselingkuhan kita?" ucap Lenna tiba-tiba, ia memasang wajah sedihnya.
Pertanyaan itu, membuat Revan terdiam sejenak. Lalu menatap wajah kekasih gelapnya itu. " Jangan sampai tahu, kita simpan rahasian ini baik-baik" jawab Revan tegas.
Beberapa menit kemudian, keduanya telah menyelesaikan makan siangnya. Lenna bergelayut manja dilengan kekar Revan, keduanya berjalan bersisian, menjauhi pelantaraan restoran.
Setelah mengantar Lenna ketempat dia bekerja, Revan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan standart.
Ia segera memarkirkannya mobilnya, lalu gegas ia turun dari dalam mobil dan melangkah cepat menuju ruangnya. ketika keluar dari lift, ia berpapasan dengan Andi.
Keduanya melempar senyum, lalu berjalan beriringan.
"Dari mana, bro?" tanya Andi
"Kepo amat" jawab Revan acuh
Andi terkekeh pelan, " Pake rahasia-rahasiaan segala, bro?"
Revan tampak tidak perduli dengan celoteh temannya itu. "Aku masuk duluan, bro" ucap Revan setelah ia sampai didepan ruangannya dan menepuk pelan pundak temannya itu.
Andi hanya mengangkat ibu jarinya menunjukkan simbol OK.
○○○
Tidak terasa waktu berjalan sangat cepat. Jam menunjukkan pukul 17.00, tanda semua pegawai pulang, namun ada beberapa karyawan yang memutuskan untuk lembur.
Revan dan Rekan-rekannya yang lain memutuskan untuk pulang. Seperti biasanya, Revan menjemput sang kekasih gelapnya.
tidak butuh waktu lama, ia sampai dan ternyata Lenna telah menunggunya di tempat biasa.
Segera Revan melajukan mobilnya. Namun, arah mobilnya yang ia bawa, ia belokkan kearah lain. Membuat hati Lenna semakin berdetak kencang. Ia tampak mengulum senyum diam-diam
Tadi siang, sebelum keduanya berpisah, mereka berdua telah memutuskan untuk menyewa sebuah kamar hotel. Hotel yang mereka pilih pun cukup jauh, butuh waktu lebih dari setengah jam.
"Mas" ucap Lenna dengan suara lembut nan menggoda, ia sandarkan kepalanya dibahu Revan.
"Sabar, ya!?" Jawab menyeringai
****
Mobil Revan telah sampai didepan hotel xxxx. Keduanya segera turun bergandengan tangan, layaknya pasangan kekasih
Setelah mendapatkan kunci kamarnya, keduanya melangkah menyusuri lorong-lorong kamar yang tampak sepi.
Sampailah keduanya pada kamar yang telah dipesan secara online itu, setelah tiba, Lenna menghempaskan tubuhnya diatas ranjang mewah ukuran king size itu.
Ia menghela nafas pelan, "Akhirnya, kita sampai juga ya, Mas?" ucapnya manja, lalu bangkit dan berjalan mendekati Revan, membantu melepaskan jasnya dan juga dasi yang melilit lehernya
"Mandi, bareng yuk!" Ajak Revan, ia mencium pipi Lenna sesaat. Lenna mengangguk pelan.
Mandi bareng adalah hanya akal-akalan Revan saja, kini ia telah mencecap tubuh sexy Lenna. Ia merasa sangat bergairah ketika melihat wajah Lenna yang kepayahan.
Seringai dibibir Revan terlukis disana, ia akan membuat Lenna tak berdaya. Yang ada dipikiran Lenna pun sama halnya seperti itu.
Akhirnya penyatuan itupun tidak bisa lagi ditahan oleh keduanya, entah beberapa kali mereka melakukannya didalam kamar mandi.
Setelah puas bermain didalam kamar mandi, Mereka memutuskan untuk kekuar.
"Mas, kita makan dulu yuk!" ucap Lenna diatas pangkuan Revan. "Aku, akan buat Revan semakin tidak bisa lepas dariku " batin Lenna tersenyum puas
****
Waktu telah menjelang tengah malam. Revan memutuskan untuk pulang. Ia dan Lenna telah bermain dan bahkan berkali-kali mengulangi penyatuan, namun keduanya nampak belum merasa puas.
"Kamu, hebat. Kamu benar-benar bikin aku kecanduan" Bisik Revan didepan telinga Lenna. Semu merah merona dipipi sang gadis.
Dua puluh menit yang lalu keduanya telah meninggalkan hotel. Revan melihat jam yang melingkar ditangannya. "hm.. hampir jam satu malam" batinnya, barulah ia merogoh saku celana.
Ia tertegun sejenak melihat ada beberapa pesan masuk dan panggilan telepon dari istrinya. Namun, ia masukkan kembali ponselnya, sebab, ia saat ini sedang mengemudi.
Seorang Wanita cantik, memakai piyama merah, sedang berjalan mondar-mandir.
"Kok gak diangkat sih?" ucapnya dengan nada penuh khawatir. Ia terus mengirim pesan singkat kepada suaminya, namun tak juga dibaca.
Berulang kali ia menelepon, namun hasilnya masih sama. Revan tak mengangkat telponnya.
"Kemana sih,kamu Mas? apa dia kerumah mama? " ucapnya sembari mondar-mandir.
Akhirnya, ia menghempaskan bokongnya diatas sofa. Ia sangat khawatir terhadap suaminya itu, karena tidak biasanya Revan seperti ini.
Entah keberapa kalinya ia menghela nafas gusar, "Aku, coba telepon mama dulu deh" ucapnya kemudian
Setelah dering ketiga, barulah telepon dijawab sang mertua
"Haloo" suara parau diseberang telepon terdengar, menandakan orang tersebut baru terbangun dari tidur nya
"Ya, halo, ma"
"Alina?" ucap mama mertuanya yang nampak terheran-heran. "Ada apa Lin, kok malam-malam begini nelpon mama?"
Alin tampak ragu-ragu ketika ingin menanyakan keberadaan suaminya, akhirnya ia memberanikan diri bertanya
"Ee.. A-anu Ma, apa Mas Revan menginap dirumah Mama?
Sang Mertua mengerutkan dahi. "Enggak, emang kemana Revan" tanyanya balik
"Mas Revan, belum pulang Ma, aku kira Mas Revan menginap dirumah Mama"
"Ya enggaklah" ucap sang mertua dengan nada sedikit meninggi. "Kamu, kok bisa sampai gak tau suamimu kemana"
"Aku, udah coba hubungi ma, tapi gak ada respon dari, Mas Revan"
Sang mertua mendengkus kesal, "Makanya, kamu cepetan hamil, biar Revan betah dirumah"
Tiba-tiba, Alin merasakan dadanya begitu sesak, mendengar perkataan sang mertua. Ia menahan diri agar tidak menangis, lalu buru-buru mematikan sambungan teleponnya
Ia memegang dadanya, meremasnya dengan kuat, ia merasa kan nyeri dihatinya. Akhirnya, suara isakannya mulai terdengar, ia mencoba menahan airmata nya, namun ia sudah tidak mampu lagi
Akhirnya, ia menangis sesenggukkan diatas sofa, tubuhnya meringkuk, berselimutkan dinginnya malam
Alina tertidur diatas sofa ruang tamu, ia kelelahan akibat kebanyakan menangis.