Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Gading melajukan sepeda motornya menuju area parkir sekolah, namun di gerbang sekolah ia sudah di cegat oleh Wahyu. Petugas Osis. Sekolah sudah terlihat ramai, Wahyu dan teman temannya para petugas OSIS sudah bersiap di gerbang untuk mengecek kelengkapan siswa.
"Cek sepatu, kaus kaki, ikat pinggang, dasi, atribut, botol air minum," ucap Wahyu kepada Gading, sesekali matanya menatap ke arah Mira yang sedang duduk di belakang Gading dengan wajah menunduk.
"Cek sepatu, kaus kaki, ikat pinggang, atribut, botol air minum," ucap Wahyu kepada Mira.
Mira menunjukkan semua kelengkapannya mulai dari sepatu hitam, kaus kaki putih lima centi meter dari mata kaki, ikat pinggang berwarna hitam berlogo OSIS, atribut nama, dan lambang sekolah, dan hanya satu yang Ia tidak bawa, yaitu botol berisi air minum. Karena terburu-buru dirinya jadi lupa untuk membawa air minum dari rumah.
"Kamu tinggal disini! Kamu boleh lanjut," ujar Wahyu kepada Mira. Dan membolehkan gading untuk masuk. Mira hendak turun.
"Tunggu, kamu jangan turun," ujar Gading menghentikan Mira yang sudah hendak turun dari sepeda motor gading.
"Ini peraturan sekolah, kami hanya menjalankan, yang tidak lengkap harus ditahan di sini, tidak bisa masuk ke dalam kelas. Sampai guru BK datang memproses," ucap Wahyu kepada Gading, ia bersikeras agar Mira turun dan tinggal di gerbang sekolah menunggu guru BK.
Gading tidak menjawab, ia hanya tersenyum menyeringai dan melajukan motornya keluar gerbang sekolah.
"Kita mau kemana?" tanya Mira, wajahnya panik.
"Beli minum,"
"Hah" Mira tidak dapat mendengar perkataan Gading dengan jelas, karena tingginya tekanan udara.
"Hah hoh aja, udah kamu ikut aja" ujar Gading. Tak jauh dari lokasi sekolah tempat mereka menuntut ilmu, terdapat indoapril. Dan Gading pun memberhentikan sepeda motornya di depan indoapril tersebut.
"Kita ada keperluan apa ke sini?" tanya Mira.
"Kamu ikut aja, nggak usah pake banyak tanyak," ujar Gading. Lalu, langsung masuk ke dalam Indoapril.
Mira hanya menunduk dan ikut masuk ke dalam Indoapril. Sesampainya di dalam gading langsung membeli botol minum transparan berwarna pink dan membeli air mineral botol. Lalu berjalan ke kasir.
Setelah selesai membayar, gading dan Mira langsung keluar. Di luar gading membuka botol air mineral dan menuangkan isinya ke dalam botol minum berwarna pink yang baru saja ia beli.
"Ini buat kamu, besok jangan sampai lupa lagi untuk membawa air minum," ujar Gading
memberikan botol minum itu kepada Mira.
"Untukku?" ujar Mira menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya.
"Iy, lalu buat siapa lagi? Nggak mungkin untuk ku, aku nggak suka warna pink," ujar Gading.
"Ta-tapi"
"Udah nggak usah pake tapi-tapi, sekarang naik, nanti kita telat lagi," ujar gading.
Mira pun menurut. Hatinya senang karena sekarang ia sudah mempunyai botol air minum yang bagus sama seperti teman-temannya yang lain, jadi dia tidak perlu menggunakan botol akua lagi.
"Lagian kamu aneh, aku yang laki saja bawa air minum, masak kamu yang cewek nggak bawa, biasanya di mana mana cewek itu paling lengkap. Atau jangan-jangan kamu itu memang siswi bermasalah lagi di sekolah? Jawab jujur" ujar gading.
"Hehh, mana ada, aku tidak pernah bermasalah di sekolah" ujar Mira tidak terima di sebut sebagai siswi bermasalah.
"Buktinya hari lalu kau berani menendang batu sampai mengenai kepalaku, lalu sewaktu di ruang BK kau hampir melukaiku dengan membuka perbanku, dan sekarang kau tidak bawa botol minum," ujar gading.
Mira hanya terdiam cemberut di belakang, meski sesekali ia tersenyum tipis namun dirinya sendiri tidak menyadarinya.
Gading menambah kecepatan sepeda motornya agar cepat sampai di sekolah.
"Heiii, ketua OSIS sekarang dia sudah ada botol air minum lengkap dengan isinya, kami sudah boleh masukkan?" ujar gading sombong. Lalu melajukan sepeda motornya menuju parkiran sekolah tanpa menunggu Wahyu menjawab pertanyaannya.
"Keren juga si Mira dapat pacar orang kaya," ujar Aldi.
"Tau dia kaya dari mana, kenal aja nggak" ujar Bagas
"Lihat dari penampilannya lah, bawa sepeda motor Harley, sepatu, dan jam tangannya, kau tau itu harga berapa?" Ujar Aldi
"Berapa?" Tanya Bagas
"Itu harganya sampai 30 juta" ujar Aldi
"Masak sih, kamu tahu dari mana?" Ujar Rian
"Tahu lah, om ku kemaren ngasih Hadiah jam tangan persis seperti itu kepada Abang aku" ujar Aldi
"Wihhh, keren juga tu Mira, si anak miskin bisa pacaran sama anak orang kaya" ujar Rian.
"Emang kamu yakin dia itu pacarnya, bisa jadi itu cuman temannya," ujar Bagas
"Walau cuman teman tetep aja si mira keren, bisa berteman dengan anak orang kaya."
"itu yang laki anak baru bukannya, baru nampak wajahnya" ujar Rian.
"Benner, sepertinya dia itu anak baru, mana gayanya sok lagi" ujar Aldi
"Tapi gagah, dan keren, cocok sama gaya dia yang sok" ujar Bagas
"Sudah ngapain bahas mereka, mau anak baru atau tidak bukan urusan kita, yang penting sekarang kita jalankan tugas kita," ujar Wahyu.
"Pagi Wahyu," sapa Sinta ia baru saja di antar oleh supirnya, dan di turunkan tepat di gerbang sekolah.
"Cieee, ehemmm," ujar Bagas
"Apaan sih?" Wahyu mendelik
"Cek kelengkapan Sin" ujar Wahyu
"Iya, lengkap kok, dasi, sepatu, kaus kaki, botol minum, ikat pinggang" lengkap semua," ujar Sinta.
"Ya sudah, silahkan masuk!" ujar Wahyu.
"Nggak mau ah, mau di sini aja nemenin kamu meriksa anak yang lainnya," ujar Sinta.
"Ya terserah kamu, saya tidak larang," ujar Wahyu cuek. Wajahnya sudah tidak bersemangat lagi.
"Kamu kenapa sih Wahyu, lagi sakit ya?" Ujar Sinta, ia menaruh punggung taganya di atas kening Wahyu, namun dengan cepat Wahyu menghindar.
"Nggak sin, aku baik baik saja kok, mungkin kelamaan berdiri kali ya," ujar Wahyu.
"Ya sudah kamu duduk aaja, biar aku yang gantiin,"ujar Sinta
Wahyu menurut. Ia duduk bersandar lemas di kursi yang ada di posko satpam.
"Kau mau kemana?" ujar gading menghentikan langkah Mira.
"Mau ke kelas lah, kemana lagi?" ujar Mira.
"Lewat jalan itu?" tanya gading, keningnya mengkerut.
Ia heran melihat Mira yang hendak lewat lorong kecil yang sepi.
"Ya memangnya kenapa?" ujar Mira, dirinya sudah terbiasa lewat lorong itu. Orang-orang menyebutnya dengan sebutan lorong tikus.
Lorong ini biasa di pakai oleh anak-anak nakal yang hendak cabut agar tidak ketahuan guru, namun oleh Mira lorong ini ia gunakan untuk menuju kelasnya agar tidak ada yang melihat. Ia malu jika ada yang melihat dirinya. Dirinya merasa jika berjalan sendiri lewat jalan utama yang ramai, seperti ditelan hidup-hidup oleh pandangan orang-orang.
"Tidak kenapa, lanjut saja," ujar gading.
Mira tidak menjawab dia langsung balik badan dan berjalan menyusuri lorong tikus.
Mira berhenti.
Dirinya merasa ada seseorang yang mengikuti dirinya.
"Ka-kau"
"Kenapa?"
"Kau kenapa mengikuti ku"
"Siapa yang mengikuti mu?"
"Kau"
"Siapa bilang aku mengikuti mu?"
"Buktinya kau berada di belakangku"
"Ya sudah aku sekarang aku berada di depanmu," ujar gading berjalan ke depan Mira.
"Kau nyaman berjalan di lorong ini?" Tanya gading.
"Memangnya ada apa?" Tanya Mira.
"Tidak, aneh saja anak perempuan merasa baik-baik saja melewati lorong lembab yang sisi kanan temboknya banyak coretan coretan yang mengerikan." Ujar gading
memperhatikan suasana lorong yang sepi, lembab, dan banyak coretan di dinding nya, ada coretan anak punk dan lain sebagainya.
"Kau takut?" Ujar Mira
"Kenapa harus takut? Aku bahkan lebih mengerikan daripada ini semua?" Ujar gading berbalik badan dengan kedua tangan di kantong depan celananya, dan menatap Mira dengan tajam.
Mira hanya menunduk. Ia tidak mampu menatap tatapan gading yang seperti ingin menerkamnya.
"Heh" ujar gading menyeringai, lalu balik badan dan lanjut berjalan.
"Kelasmu di mana?" tanya gading, namun tak ada suara yang menyahut ternyata Mira masih berdiri dengan wajah kesal di tempatnya semula.
"Heiiii, kau kemarilah, ngapain berada di sana terus, kau mau mati mematung di sana," ujar gading menghalau Mira dengan tangannya.
"Kau duluan saja, aku tidak suka kalau ada yang mengikuti ku," ujar Mira
"Kau lupa aku tidak suka di bantah?" Ujar gading dengan nada sinis. Akhirnya Mira pun menurut saja.
"Nah begini donk, jalan di samping aku" ujar gading.
"Ka-kau"
"Aku tudak suka di bantah," ujar gading.
"Kau saja jalan terlebih dahulu, aku di belakangmu," ujar Mira
"Jalan di sampingku, atau aku paksa!" Perintah gading
Akhirnya Mira tidak ada pilihan lain. Diapun berjalan di samping gading. Gading berjalan dengan wajah pongahnya, sedangkan Mira berjakan dengan wajah ketakutannya.
"Di mana kelas mu?" Tanya gading dengan kedua tangan di kantong depan celana.
"Itu yang terdapat pohon di depannya," ujar Mira, seraya menunjuk sebuah ruangan yang ada di sebuah pohon setinggi satu meter di halaman kelasnya. Dari sederet ruangan di sana hanya kelas Mira yang ada pohon kecil di halamannya.
"Ohhh, jangan lupa jam istirahat kau datang ke kelasku" ujar gading.
Mira hanya diam saja.
"Nah sudah sampai, rajin rajin belajarnya ya sayang," ujar Gading. Semua teman sekelas Mira yang duduk di bangku teras ruangan pun sontak bersorak ramai.
"Ciee... Mira"
"Cie..." Kawan kawan satu kelas Mira mengceng cengin Mira. Mira Hanay tertunduk malu. Sesekali bibirny tersenyum.
"Sampai jumpa jam istirahat sayang" ujar Gading menepuk kepala Mira, kemudian berjalan menuju kelas nya dengan kedua tangan di kantong.
"Ganteng banget Mira, anak mana mir"
"Jumpa di mana"
"Kapan jadiannnya"
Mira si anak pendiam yang tadinya tidak memiliki teman, seketika jadi ramai ditanyai teman teman sekelasnya karena ulah gading. Mira sampai sampai tak tahu mau menjawab pertanyaan mana terlebih dahulu.
"Kringgggg"
Bel masuk berbunyi, Wahyu baru saja sampai di depan kelasnya. Ia menatap Mira dengan tatapan tajam, sedangkan Mira menatapnya dengan tatapan tanda tanya.
'ada apa?'