MANTAN. Apa yang terbesit di pikiran kalian saat mendengar kata 'MANTAN' ?
Penyesalan? Kenangan? Apapun itu, selogis apapun alasan yang membuat hubungan kamu sama dia berubah menjadi sebatas 'MANTAN' tidak akan mengubah kenyataan kenangan yang telah kalian lewati bersama.
Meskipun ada rasa sakit atas sikapnya atau mungkin saat kehilangannya. Dia pernah ada di garis terdepan yang mengisi hari-harimu yang putih. Mengubahnya menjadi berwarna meski pada akhirnya tinta hitam menghapus warna itu bersama kepergiannya.
Arletta Puteri Aulia, gadis berkulit sawo matang, dengan wajah cantik berhidung mancung itu tidak mempermasalahkan kedekatannya lagi dengan cowok jangkung kakak kelasnya sekaligus teman kecilnya-- Galang Abdi Atmaja. Yang kini berstatus mantan kekasihnya.
Dekat? Iya,
Sayang? Mungkin,
Cemburu? Iya,
Berantem? Sering,
Jalan bareng? Apa lagi itu,
Status? Cuma sebatas mantan.
Apa mereka akan kembali menjalin kasih? Atau mereka lebih nyaman dengan -MANTAN RASA PACAR- julukan itu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmi SA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
“Woy! Kalian berdua!” Seru Bian membuat keduanya menoleh.
Raya menatap Galang sekilas, “gila!” bisik Raya membuat Galang sedikit terkekeh. Galang membuntuti Raya yang sudah mendahuluinya.
“Assalamualaikum,”
Belum ada jawaban dari dalam. Kemudian suara langkah kaki terdengar disusul pintu yang terbuka.
“Wa’alaikumsalam, eh kalian.” Wanita paruh baya itu tersenyum ramah pada mereka. Merekapun menyalaminya.
“Andini nya ada tante?” Tanya Arletta setelah menyalaminya.
“Ada, bentar ya, tante panggilin. Sini masuk masuk,” ujarnya mempersilahkan mereka.
Mereka pun duduk di ruang tamu sambil menunggu Andini keluar. Bian yang memang selalu pecicilan itu tak sengaja menatap lantai yang terdapat beberapa pecahan kaca. Ia menyenggol lengan Arletta pelan membuatnya menoleh.
“Kenapa?” Tanya Arletta penasaran.
“It-“ Bian mendongak saat Andini tiba-tiba datang. “Loh kalian?” Andini tersenyum senang melihat teman-temannya masih peduli dengannya.
“Lo kenapa ngga berangkat? Kenapa ngga bilang coba? Bikin khawatir aja sih,” Arletta meluncurkan rasa kekhawatirannya itu.
“Ta, gue ngga apapa kok. Cuma ngga enak badan aja,” ucap Andini tersenyum. Arletta mendekatinya dan memeluknya.
“Tahu ngga? Gue kangen loh ngga ada lo sepi, ngga ada yang cerewet,” ucap Arletta membuat Andini terkekeh.
“Ngga ada yang cerewet kan ada lo, lo juga cerewet,” timpal Andini terkekeh.
“Iya tuh, dia paling semangat ngajakin ke sini tahu, sampe dia bilang kali aja lo ada masalah,” ucap Raya. Andini menghentikan tawanya, ia terdiam menunduk.
“Kenapa Din? Lo beneran ada masalah?” Ucap Arletta khawatir. Bian yang sempat melihat pecahan kaca pun menatap Andini penasaran. Mungkin dugaannya benar.
Andini menatap sendu Arletta di sampingnya, matanya telah berkaca-kaca. Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Arletta langsung saja memeluknya.
“Kalo emang lo ada masalah, cerita sama kita. Jangan lo pendem sendiri Din.” Arletta mengusap-usap punggung Andini.
“Gue- gue harus ikut papa.” Mereka terdiam menatap Andini sendu. Lama hingga Arletta menepuk pelan pundak Andini.
“Lo yakin beneran ikut bokap lo? Lo ngga bakal lupain kita kan?” Ucap Arletta pada Andini. Andini mengangguk.
“Iya, gue ngga akan lupain kalian kok,” ucap Andini tersenyum. Matanya sembap, begitu juga Arletta dan Raya.
Mereka saling peluk satu sama lain, “kita bakal kangen kumpul kayak gini,” ucap Raya di sela pelukan mereka.
“Iya, lo sering-sering main pulang ke sini jenguk kita, ya,” ucap Arletta sendu. Andini kembali mengangguk. Mereka melepaskan pelukan itu.
“Tuh kan kalian jadi jelek nangis gitu,” timpal Andini, mengusap sisa air matanya.
“Bodo! Gara-gara siapa coba?” Dengkus Arletta cemberut begitu pun Raya.
“Maaf,” ucap Andini tersenyum.
***
“Sampai tuan puteri,” ucap Bian setelah sampai di rumah Arletta. Arletta tersenyum manis seperti biasa.
“Kak Tata!” Seru seseorang dari belakang mereka. Arletta dan Bian sontak menoleh.
“Bella?” Sapa Arletta, ia tersadar sesuatu. Ia menoleh pada Bian yang diam di sana. Bella berlari ke arah Arletta dan memeluk tangannya.
Arletta tidak berkata apapun. Bian tampak tidak senang melihatnya. Bukan karena dia benci, hanya saja dia adik Galang, mantan Arletta. Bian berpamit pada Arletta dengan senyum yang ia paksakan. Arletta tahu, Bian tidak senang dengan kehadiran Bella saat itu.
“Kak, ajarin aku matematika dong, Kak Galang ngga pulang-pulang jadi aku ke sini, ternyata Kak Tata juga baru pulang,” ucap Bella. Ia melepaskan tangannya dari lengan Arletta setelah Bian pergi.
Arletta menghela nafas, Galang kan pergi bersama dia. “Kak Galang juga pasti udah pulang kok,” ucap Arletta. Bella tampak mendengkus.
“Sebenarnya aku lagi males di ajarin sama Kak Galang,” ucap Bella menunduk memainkan kakinya. Arletta mengernyit heran.
“Kenapa?”
Kembali Bella menghela nafas lesu, “dia sibuk terus akhir-akhir ini.” Arletta terdiam. Ia tahu Galang pasti sibuk dengan Raya akhir-akhir ini.
“Kak Tata kenapa sekarang ngga pernah ke rumah?” Ucap Bella membuat Arletta membuyarkan lamunannya.
“Nanti deh, Kak Tata main, oke,” ucap Arletta tersenyum. Bella menggeleng, “No! Saat ini juga, ayo!”
Bella menarik lengan Arletta untuk mengikutinya. Arletta pun pasrah dibawa Bella ke rumahnya. Tak cukup waktu lama, mereka sampai di rumah Bella. Dapat Arletta lihat motor Galang sudah terparkir di depan rumahnya. Arletta berhenti membuat Bella menoleh.
“Besok aja deh ya, kan ada Kak-“
“Kalo hari ini Kak Tata ngga ikut aku ke rumah, besok-besok juga Kak Tata ngga boleh ke rumah aku lagi,” potong Bella melepaskan tangannya dari Arletta.
Arletta terdiam. Bella keras kepala, sama seperti kakaknya-Galang. Mau tidak mau Arletta ikut masuk dengan Bella. Tidak mungkin juga karena hal sepele ia memecah persaudaraan di antara keluarganya dan Galang. Arletta melangkah mendekati Bella, “ya udah ayo.”
Bella tersenyum senang lalu masuk ke dalam rumahnya beriringan dengan Arletta.
Mereka berjalan masuk ke kamar Bella. Ia sudah terbiasa di sini. Apalagi keluar-masuk kamar Bella.
“Bentar ya kak, aku ambilin minum dulu,” ucap Bella keluar dari kamarnya.
Arletta yang masih menggendong tasnya sejak tadi itu meletakkan tasnya di atas karpet. Ia menyandarkan kepalanya pada tepi ranjang. Ia memejamkan matanya.
“Aw!” Pekik Arletta saat merasakan sakit di pipinya, sontak ia menegakkan tubuhnya terkejut saat membuka matanya mendapati Galang jongkok di sampingnya.
“Astagaa! Bikin kaget aja sih! Ngapain cubit-cubit? Sakit tahu!” Omel Arletta mengusap pipinya. Galang terkekeh di sana. Ia duduk bersila menghadap Arletta.
“Ngapain? Kalo capek itu istirahat, jangan dipaksain ke sini,” ucap Galang lembut. Memang ya, kadang Galang lembut, kadang bar-bar, kadang ngomong ngga pake filter.
“Bella ngancem gue, kalo gue ngga ikut dia ke sini, besok-besok gue juga ngga boleh lagi ke sini,” ucap Arletta lesu.
“Kok sedih? Takut ngga ketemu sama gue, hmm?” Galang bersedekap dengan alis yang terangkat.
“Dih! Pede banget sih,” dengkus Arletta kembali menyandarkan kepalanya.
“Siapa tahu.” Galang ikut menyandarkan kepalanya di tepi ranjang itu.
“Katanya lo ngga pacaran sama Bian, kok sekarang?” pikirannya mengawang-awang.
“Kata siapa? Gue ngga pacaran sama Bian. Lo juga, kenapa jadi lengket banget sama Raya?” balas Arletta tak mau kalah.
“Kenapa? Cemburu?” Galang menoleh. Arletta memanyunkan bibirnya kesal. Galang selalu bisa menggodanya.
“Ngga! Kayak aneh aja gitu,” cicit Arletta tanpa mau menatap Galang.
“Salah ya? Kalo gue deket sama cewek lain? Lo aja udah bisa move on dari gue, masa gue ngga boleh,” ucap Galang menengadahkan wajahnya menatap langit-langit kamar itu.
Cemburu? Entah mengapa Arletta merasakan itu. Apa benar ia benar-benar belum bisa move on dari Galang. Kenapa dia tidak bisa melihat Galang dekat dengan Raya. Move on dia tidak bisa, menerima Galang kembali pun dia tidak bisa. Mungkin.
Arletta menghela nafas, “Raya suka sama Kak Rafa.”
tinggal urusan cintanya aja yang masih jauh🤭