"Aku mau kita bercerai mas!." ucap Gania kepada Desta dengan sangat lantang.
"Aku dan adikmu tidak mempunyai hubungan apa-apa Gania?." Desta mencoba ingin menjelaskan namun Gania menolak.
"Tidak ada apa-apa? tidur bersama tanpa sehelai kain apapun kamu bilang tidak ada hubungan apa-apa, apa kamu gila?."
"Bagaimana kita akan bercerai, kamu sedang hamil?."
"Aku akan menggugurkan anak ini!." Gania yang pergi begitu saja dari hadapan Desta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi cahya rahma R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Waktu sudah menunjukan pukul 5 sore. Gania baru saja tiba di rumah. Saat masuk ke dalam rumah, ternyata ia sudah di sambut oleh Vania di ruang tamu. Gania yang melihat wajah Vania seketika menjadi semakin lelah sudah bekerja seharian, di tambah bertemu dengan wanita yang merebut suaminya tersebut.
Gania yang melihat Vania hanya diam, ia berpura-pura tidak melihatnya. Namun saat jalan di depan Vania, tiba-tiba Vania menarik tangannya begitu saja.
"Apa sih.. lepasin! jangan menyentuh tanganku." ucap Gania sambil menarik tangannya.
"Kakak kapan menceraikan kak Desta?." tanya Vania.
"Memang kenapa? kepo banget?." Gania yang menatap Vania lalu mengalihkan tatapannya ke arah lain.
"Kakak harus segera menceraikan kak Desta."
"Tanpa kamu suruh, aku juga akan menceraikannya, ambil saja, aku juga sudah tidak butuh, jijik mertahanin laki-laki seperti Desta." ucap Gania menatap ke arah Vania.
"Baguslah kalau kakak segera menceraikannya, lagi pula kakak juga tidak cocok dengan kak Desta."
Gania yang mendengar ucapan Vania seketika tersenyum kecut."Terserah." Gania lalu berjalan pergi meninggalkan Vania yang masih berdiri di sampingnya.
"Eh bentar dulu, aku belum selesai bicara." Vania yang kembali menarik tangan Gania.
"Apa lagi sih? aku itu capek baru pulang kerja, kamu ma enak cuman tidur-tidur aja di rumah."
"Lalu bagaimana nasib kandungan mu itu, jika nanti kamu bercerai dengan kak Desta?."
"Itu bukan urusanmu, kalau kamu mau sama Desta silahkan, tidak usah memikirkan kandunganku." Gania yang semakin kesal kepada Vania.
"Gugur kan saja, lagi pula kamu pasti juga tidak menginginkan bayi itu kan?."
Gania seketika mengibaskan tangannya yang sedang di genggam oleh Vania. "Urus saja nasib mu dengan nasib ibu mu itu, cari cara agar kamu tidak keluar dari rumah ini."
"What? kamu mengancam ku?."
"No.. aku tidak mengancam mu, bukan kah selama bertahun-tahun kamu dan ibu mu mencari cara agar aku dan ayahku mati setelah mamaku, lalu kamu bisa mengambil alih harta keluarga ku?."
"Jaga ucapan mu, Gania?." Vania yang tidak terima dengan ucapan kakak tirinya
"Kenapa? bukankah perkataan ku benar? ibumu menikahi ayahku hanya untuk menguasai hartanya saja, bahkan ibu mu juga membeli obat-obatan supaya ayahku sakit."
"Kamu menuduh ibuku?."
"Aku tidak menuduh, tapi itu kenyataannya, kalian itu tidak tahu diri, udah di pungut dari desa, malah seenaknya!." ucap Gania.
"Kurang ajar kamu!." Vania seketika menarik rambut panjang Gania begitu saja.
Gania yang mendapat tarikan dari Vania tidak tinggal diam, ia seketika mengibaskan tas branded nya ke arah kepala Vania. Hingga Vania melepaskan jambakannya.
"Wanita sialan!." Ucap Vania sambil meringis kesakitan.
"Kamu lebih sialan, anak ngga punya malah belagu jadi anak orang kaya, udah di kasih rumah enak, makan enak, masih tidak bersyukur, wanita seperti mu seharusnya di musnahkan!." maki Gania. "Dan sekarang malah merebut suami orang, wajah mu terbuat dari tembok ya?."
"Akan ku sobek mulutmu!." Vania yang kembali ingin menarik rambut Gania, namun Vania lebih dulu menarik rambut Vania.
"Ahhh.. lepaskan rambut ku brengsek, aku baru saja selesai ke salon, lepaskan!." teriak Vania.
"Nih.. sekalian biar tambah bagus rambutmu." Gania yang semakin menarik kencang rambut pirang Vania.
"Lepaskan.. sakit goblok!." teriak Vania lagi.
Dua security yang mendengar keributan di dalam rumah seketika langsung mengeceknya.
"Waduh nona muda Vania dan Gania berkelahi?." teriak pak Bambang selaku security senior di rumah tersebut.
Pak Bambang dan Daniel yang melihat mereka berdua berkelahi seketika segera melerainya.
"Duh non Gania dan non Vania ada apa ini? kenapa kalian berdua berkelahi?." ucap pak Bambang yang mencoba menarik Gania agar menjauh dari Vania. Namun tidak mudah, karena Gania menarik rambut Vania begitu sangat kencang.
"Aduh tolong bantuin lepasin rambutku!" teriak Vania, dan Daniel pun mencoba untuk melepaskan tangan Gania dari rambut Vania, namun sangat sulit.
"Non.. lepasin rambut non Vania, jika nanti tuan besar melihatnya, pasti akan marah." ucap pak Bambang.
"Lepaskan rambutku berengsek!." maki Vania.
Gania tidak mengindahkan ucapan Vania, ia semakin menarik rambut Vania sangat kencang hingga rambut Vania rontok cukup banyak.
"Daniel.. cepat lepaskan tangan non Gania, masa kamu gitu saja tidak pecus, aku sudah menahan tubuh non Gania." ucap pak Bambang kepada Daniel, security muda.
"Duh susah pak.. nariknya kenceng banget." ucap Daniel yang melihat Gania seperti orang kesetanan.
"Heh.. kalian ini gimana sih, malah ngobrol, cepat lepaskan rambutku, sakit tauk!." bentak Vania yang terus meringis kesakitan.
Tuan Maxim dan nyonya Dewi yang mendengar keributan di ruang tamu seketika keluar dari dalam kamar.
"Apa-apaan ini?." teriak tuan Maxim, dan seketika pak Bambang dan Daniel melepaskan tangan mereka dari Vania dan juga Gania.
Nyonya Dewi yang melihat Vania dan Gania berkelahi seketika terkejut.
"Maaf tuan, saya sudah berusaha melepaskan tangan non Gania, namun sulit." ucap pak Bambang.
"Ayah.. ibu.. tolong Vania." rintih Vania yang terus di jambak oleh Gania.
"Lepaskan Gania..." ucap tuan Maxim, namun tidak di indahkan oleh putrinya.
Tuan Maxim seketika mendekat ke arah Vania dan juga Gania.
"Ayah bilang lepaskan, Gania..." ucap tuan Maxim sambil menarik tangan Gania.
Gania seketika melepaskan tangannya, dengan raut wajah yang begitu marah, bertahun-tahun Gania memendam kebencian kepada Vania dan juga ibu tirinya. Setelah kehadiran nyonya Dewi membuat nyonya Tania yaitu mamanya sakit-sakitan, karena nyonya Dewi telah merebut ayahnya, hingga sang mama jatuh sakit lalu meninggal. Dulu saat Gania masih berusia belasan tahun, ia tidak bisa melawan sang ayah, yang terus membela itu tiri dan saudara tirinya. Namun sekarang Gania tidak ingin diam saja, dia harus menyingkirkan benalu yang sudah merusak keluarganya.
Gania seketika mengibaskan tangannya kala di telapak tangannya terdapat banyak rambut Vania. Lalu kembali mengambil tasnya yang telah jatuh ke lantai, dan berjalan pergi begitu saja meninggalkan semua orang yang menatap ke arahnya.
"Gania.." panggil tuan Maxim.
"Gania capek yah.. "ucap Gania tanpa menatap ke arah sang ayah terus berjalan menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.
Nyonya Dewi yang melihat rambut putrinya acak-acakan dan banyak yang rontok seketika mendekat."Kamu tidak apa-apa Vania?." tanya nyonya Dewi kepada putrinya.
"Tidak apa-apa bagaimana bu? kepala ku sakit, mungkin ini berdarah." rengek Vania sambil merapikan rambutnya. "Padahal aku baru saja ke salon tadi pagi."
"Udah ngga papa.. besuk ke salon lagi." ucap nyonya Dewi.
"Lagi pula kamu ngapain cari gara-gara sama Gania? di waktu dia pulang bekerja, dia itu lelah, butuh istirahat, bukan kaya kamu yang hanya tidur di rumah, pergi ke mall, dan shoping aja." ucap tuan Maxim kepada Vania.
"Kok ayah jadi marahin Vania sih?." nyonya Dewi yang tidak terima anaknya di salahkan.
"Memang anak mu yang salah kan? orang baru pulang kerja di ajak berantem." ucap tuan Maxim lagi lalu berjalan pergi untuk menemui putrinya di kamar.
banysk yg antri.