⚠️WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA⚠️
Pernikahan yang tidak didasari oleh rasa cinta memang sangat sulit untuk dijalani. Apalagi dengan seorang yang sudah dianggap sebagai musuh sendiri. Seperti itulah kisah Cassie dan Gavino. Dua orang yang harus terjebak dalam status suami-istri karena perjanjian keluarga mereka. Mampukah mereka mewujudkan pernikahan yang bahagia?
Cassie hanya ingin mengukir kebahagiaan nya.Namun apakah ia bisa di tengah kehidupan yang begitu kejam? Bisakan ia bertahan dengan Gavino Zachary Bramasta?
Start: 8 Juli 2024
End:
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heninganmalam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20 - The Truth
"... MIAN CASSIE!"
Wanita itu terjingkat mendengar suara Lily yang begitu keras. Untung saja dirinya tak punya penyakit jantung, jika iya akan ia pastikan sahabatnya itu tak bisa hidup dengan tenang.
Namun sebentar. Apa kata Lily tadi? Cassie segera mengecek base kampusnya. Benar, foto-foto saat Gavino menggendongnya tadi sudah tersebar dengan berita pernikahan mereka yang mulai mencuat.
Cassie hanya dapat mendengus kesal melihat berita itu dan memperlihatkannya pada Gavino, “Liat nih gara-gara lo gendong gue tadi jadi nyebar kan beritanya.”
“Ye kan gue cuma nolongin istri gue doang. Salah lagi? Lagian ya udah, mau gimana lagi emang kayak gitu faktanya. Udah gue bilang viral sama istri sendiri itu nggak dosa.”
“Iming kiyik giti fiktinyi. Lo nggak inget kalau gue tuh udah dibenci sama satu kampus gara-gara pacar lo? Lo nggak mikirin nasib gue nanti kalau makin dibenci karena jadi istri lo? Lagian emang drama queen itu mau sama lo kalau tau lo udah punya istri?”
“Grizelle, Cas... Namanya Grizelle. Lagian kita belom pacaran, lo napa sih bilang dia pacar gue mulu.”
Cassie hanya memutar bola matanya tanpa memperbaiki ucapannya. Hampir saja Gavino kembali memarahinya tetapi telepon yang masuk di ponsel Cassie membuatnya terbebas.
Segera wanita itu mengangkat teleponnya, “Halo.”
“Gue dah tau beritanya barusan. Mau minum bareng nggak lo biar beban lo ilang.”
“Minum ya...” Cassie menatap Gavino yang sudah menatapnya tajam.
Pria itu begitu mengintimidasinya hingga membuatnya bergidik ngeri lalu kembali pada panggilan itu, “Gue nggak minum alkohol dulu.”
Terdengar kekehan dari Jimmy di seberang sana, “Dih ngapa lo? Udah tobat lo sejak nikah ama tuh celeng satu.”
Ucapan Jimmy membuat tawa Cassie lepas. Enak saja pria itu menamai suaminya seenak jidat. Well, walaupun Gavino sering membuatnya kesal tetapi tetap saja ia juga tak ingin memiliki suami celeng seperti kata Jimmy.
“Gue jitakin pala lo ya. Enak aja lo bilang celeng. Lagian bukan karena itu tapi karena gue lagi isi jadi nggak bisa minum.”
"Buset, dah jadi aja lo. Suami lo gercep juga Cas."
Terlalu asyik Cassie mengobrol dengan Jimmy hingga melupakan suami yang masih ada di sampingnya. Pria itu berdeham untuk mendapatkan atensi istrinya tetapi Cassie sama sekali tak meresponnya. Wanita itu masih sibuk dengan teleponnya hingga membuat Gavino kesal.
Pria itu pun langsung mengerem mobilnya hingga membuat Cassie terkejut dan mengeluarkan tatapan tajamnya.
“Gav lo kenapa sih?! Kaget tau nggak!”
Bukannya menanggapi ucapan Cassie, Gavino malah merebut ponsel wanita itu dan mendekatkannya pada telinganya, “Cassie udah punya suami jadi nggak usah nelpon-nelpon istri orang lagi,” tegasnya dan menutup panggilan itu.
Cassie masih terdiam dan mencerna semuanya. Ia menatap ponselnya dan Gavino bergantian. Melihat panggilan telepon yang telah terputus. Padahal baru saja ia dapat tertawa tetapi Gavino sudah menghentikannya. Entahlah Cassie akan merajuk sekarang.
Gavino hanya dapat menghela napasnya dan kembali menjalankan mobilnya menuju supermarket. Alasan Gavino ke supermarket adalah untuk membeli beberapa makanan karena bahan makanan di apartemen mereka sudah habis.
Setelah mendapatkan semua yang ia butuhkan, mereka segera kembali ke apartemen. Namun kedatangan mereka sudah disambut oleh wanita yang sekali lagi membuat Cassie kehilangan mood.
Ellyn, wanita paruh baya yang telah memasak beberapa makanan itu langsung menyuruh anaknya untuk segera makan, mengabaikan menantunya yang juga lapar.
Namun Cassie tak ingin mengambil pusing atas sikap Ellyn. Ia pun langsung pamit ke dalam kamarnya karena tak ingin memulai perdebatan dengan mertuanya. Ia membiarkan ibu dan anak itu menghabiskan waktu bersama.
“Istri kamu tuh ya emang nggak tau sopan santun. Dia nggak bisa menghargai mama sama sekali,” adu Ellyn membuat Gavino menghembuskan napasnya.
“Mama juga harusnya bisa menghargai istri Gavin kalau mau dihargai. Kan mama sama dia juga yang mau Gavin nikah sama Cassie, kenapa sekarang pas udah nikah mama malah nggak suka sama istri Gavin?”
Wanita itu mendengus, “Bukan mama yang mau kamu nikah sama anak pungut itu tapi papa kamu yang maksa mama buat menyetujui pernikahan kalian. Mama sih nggak mau keturunan kamu nggak jelas asal-usulnya.”
“Maksud mama?”
“Oh iya kamu belum tau ya, Cassie itu bukan anak kandung Lenny dan Damian. Dia itu cuma anak yang dipungut sama keluarga Moon karena Lenny dan Damian nggak bisa punya anak. Dan ya, kamu tau sendiri perusahaan Damian kemarin gimana makanya papa kamu membantu mereka dengan syarat dia harus menjadi istri kamu.”
Gavino tak dapat menyembunyikan raut terkejutnya. Ia baru mengetahui jika Cassie bukan anak kandung keluarga Moon. Jadi karena itukah Cassie sering melakukan self injury?
Entahlah Gavino juga belum mengetahuinya, tetapi yang pasti ia akan mencari tau lebih dalam nanti. Ia pun segera mengakhiri percakapan itu karena tak ingin Cassie mendengarnya.
Namun terlambat, Cassie sudah mendengar semua percakapan Gavino dengan ibunya. Ia bisa mendengar semua ucapan Ellyn dari baik pintu kamar.
Bahkan ia bisa dengar dengan jelas bagaimana mertuanya itu tak ingin Gavino mendapatkan keturunan dari wanita yang tak jelas asal usulnya seperti dirinya. Ia pun hanya bisa menunduk dan mengelus perutnya pelan.
Maafin mama ya nak kamu harus punya ibu yang nggak jelas asal-usulnya. Belum lahir aja mama udah bikin kamu dibenci sama nenek kamu sendiri. Gimana kalau kamu udah lahir nanti, sayang?
Tanpa sadar air mata Cassie menetes. Ia tak bisa membayangkan kehidupan anaknya nanti jika Ellyn belum juga bisa menerima dirinya dan anaknya. Ia tak ingin jika anaknya bernasib sama seperti dirinya. Menjadi anak yang tak diinginkan itu benar-benar menyedihkan.
Namun gerakan gagang pintu kamar membuat Cassie buru-buru menghapus air matanya. Ia berlari menuju kasur dan membaringkan tubuhnya serta memejamkan matanya. Ia tak ingin pria yang baru masuk itu melihatnya dalam keadaannya yang memalukan.
Sandiwara Cassie berhasil. Gavino yang melihat istrinya tertidur hanya dapat menghela napasnya dan duduk di samping Cassie. Memastikan jika wanita itu tidur dengan nyaman sebelum menuju walk in closet dan mengganti pakaiannya.
Setelah berganti pakaian yang lebih santai, Gavino kembali mendekati Cassie. Ia ingin menyuruhnya makan terlebih dahulu tetapi wanita itu masih terlihat tertidur dengan nyenyak. Namun biarlah, ia juga lega jika wanita itu tak mendengar percakapannya dengan Ellyn.
Dengan perlahan Gavino menutup kembali pintu kamar itu dan kembali menemui ibunya. Makan bersama dan bercerita banyak hal bersama Ellyn hingga sore hari. Setelah mengantarkan ibunya keluar, Gavino kembali menuju kamarnya untuk membangunkan Cassie.
Namun wanita itu sudah tak terlihat di kasur. Gavino pun mengedarkan pandangannya dan menemukan istrinya yang sedang berada di balkon.
“Cas,” panggilnya yang hanya ditanggapi oleh angin yang berhembus.
Kembali Gavino memanggil Cassie tetapi wanita itu masih tetap bungkam hingga ia menyadari jika wanita itu sedang menggunakan airpods. Ia pun segera duduk di samping Cassie dan menarik airpods itu dari telinga Cassie hingga membuat wanita itu menoleh.
Cassie mengerutkan keningnya, “Ngapain lo di sini? Tante udah pulang?”
“Mama, Cas... Mama bukan tante.”
Bukan Cassie tak ingin memanggil Ellyn dengan sebutan mama tetapi ia hanya menghargai kemauan Ellyn.
Wanita itu pun kembali mengalihkan pandangannya, “Mama lo, bukan gue. Lagian tante Ellyn juga nggak mau gue panggil mama. Lo tau sendiri kan.”
“I’m sorry.”
Dekripsi suasana hati, tempat baik nya lebih di perjelas. Jangan hanya menekankan emosi perkarakternya saja.
Ceritanya sebetulnya Menarik, bisa dinikmati. Cuma sayang aja penggambarannya kurang jelas, Dari bab sekian yg udah kubaca, tiap muncul problem selalunya udah segitu aja, gak di perpanjang. Jadi kesannya kaya kurang pas gitu, lebih di olah lagi biar Kita yg baca beneran geregetan. /Pray//Smile/
dekripsi, alur, gaya menulis, sama peran perkarakternya itu bagus lohh.
Kulihat, ini tipikal novel yg alurnya cepat yaa.
Lanjutin Terus semangat /Good//Smile/