Tiba-tiba Jadi Istri Pak Guru
_____________________________
Arta Malik seorang pengusaha sukses di bidang fashion di Korea, usianya yang sudah tak muda lagi ia ingin anaknya melanjutkan bisnisnya.
"Aku belum siap menikah, yah."
"Usia kamu sudah hampir 30 tahun, coba kamu pikir masa depan kamu, sudah saatnya kamu gantiin posisi ayah."
Bian Malik, ia sangat tidak minat untuk terjun di dunia bisnis. Usianya yang sudah hampir kepala tiga ini ia sama sekali belum memiliki niat untuk menikah. Setelah Bian menikah Arta akan memberikan semua tanggungjawab perusahaan pada Bian.
___________________________________________
"Tis, nanti malam kamu dandan yang cantik ya ada tamu penting yang mau datang."
Latisya Andini, di usianya yang masih 18 tahun ia harus menanggung perbuatan kakeknya. Ia harus menyerahkan dirinya untuk diperistri seseorang yang usianya jauh lebih tua dibanding dirinya.
"Loh bapak kok di sini?"
"Ya? ada masalah?"
Siapakah pria itu? Simak kelanjutannya di cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ssabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanggal 17
"Kenapa kamu menangis?" Tanya Bian
"Saya takut pak, nanti ayah pasti marahin saya." Jawab Tisya.
Bian membelokkan mobilnya ke halaman rumah Tisya, terlihat Pras dan Nia sedang duduk menunggu Tisya di depan rumah.
Tisya dan Bian keluar dari mobil bersamaan, Nia langsung menghampiri Tisya dan memeluknya.
"Sayang kamu dari mana saja, ibu khawatir, kamu baik-baik aja kan ga ada yang luka, kamu tadi diapain sama mereka, bilang sama ayah biar nanti ayah yang selesaikan." Ucap Nia.
Tisya hanya diam saja dan menangis yang membuat Nia semakin cemas.
"Udah bu Tisya ga apa-apa." Ucap Pras.
Nia kemudian mengajak Tisya masuk dan menyuruhnya untuk bersih-bersih. Sedangkan Bian langsung berpamitan untuk pulang.
Setelah selesai membersihkan badannya Tisya keluar kamar menuju meja makan. Di sana Pras dan Nia serta Fian adik Tisya sudah menunggunya.
"Kamu tadi dari mana?" Tanya Pras.
Tisya tidak menjawabnya, ia tertunduk takut menatap sang ayah.
"Yah udah makan dulu, ga enak ngobrol di depan makanan." Ucap Nia.
Mereka kemudian melahap makan malamnya sampai habis lalu Nia mengajak Tisya duduk di ruang keluarga. Tisya menceritakan semua yang ia lakukan sore tadi pada Nia namun tanpa ia sadari sedari tadi Pras duduk di ruang tamu dan dapat mendengar obrolan mereka.
"Jadi kamu tadi main sampai ga ingat waktu?" tanya Pras.
Tisya hanya menganggukkan kepalanya tanpa berani menatap sang ayah.
"Kamu sholat ga?" Tanya Pras lagi.
Tisya menggelengkan kepalanya.
"Astaghfirullah, kamu berani meninggalkan sholat demi nonton bioskop?" Tanya Pras.
Tisya tidak menjawabnya, ia menangis dipelukan Nia.
"Dimana motor kamu?" Tanya Pras lagi dan Tisya hanya bisa menggelengkan kepala.
"Hilang?" Tanya Pras dengan nada yang sedikit tinggi.
"Sudah yah kasian Tisya." Ucap Nia, Tisya terus menangis sesenggukan dipelukan Nia.
"Kasian ibu bilang, anak ini sudah kelewatan batas, dari dulu selalu bikin cemas orang tua aja."
Ya, ini bukan kali pertamanya Tisya pergi tanpa pamit. Bahkan dulu ia pernah pergi camping tanpa izin orang tuanya sampai Pras membuat laporan bahwa Tisya hilang.
"Ayah sudah putuskan, bulan depan pernikahan harus segera dilangsungkan." Ucap Pras dan membuat Nia serta Tisya terkejut.
"Yahh apa ini tidak terlalu cepat?" Tanya Nia.
"Kasian Tisya lo yah, sebentar lagi mau ujian, kita tunggu sampai Tisya lulus sekolah dulu ya yah." Ucap Nia.
"Ga bisa bu, keputusan ayah sudan bulat." Ucap Pras lalu ia pergi untuk menemui Arta di rumahnya.
Tangis Tisya tidak juga berhenti, bahkan ia sempat pingsan beberapa menit.
"Sayang sudah nanti kamu malah sakit." Ucap Nia.
Nia mengoleskan minyak angin ke bawah hidung Tisya. Lalu memberikannya air hangat.
"Fian, tolong ambilkan paracetamol di laci, kakak kamu panas banget tubuhnya." Ucap Nia.
Setelah meminum obat, Nia kemudian mengajak Tisya masuk ke kamarnya. Karena efek obat Tisya langsung memejamkan matanya.
Di kediaman Arta, Pras dan juga Bian sedang duduk di ruang tamu.
"Kalau ada yang penting kenapa tidak dibicarakan tadi waktu di rumah." Tanya Bian
" Ya biar enak aja kita ngobrol di sini." Jawab Pras.
Tak lama kemudian Arta turun menemui Pras di ruang tamu.
"Hei Pras, sorry ya nunggu lama haha biasa lagi servis haha." Ucap Arta tanpa malu.
Arta duduk di samping Pras. Di sana Pras tidak banyak basa-basi, ia langsung membicarakan intinya.
"Emangnya Tisya siap kalau bulan depan?" Tanya Arta.
"Insyaallah siap, Kalau Bian?" Tanya Pras
"Saya ngikut aja om." Jawab Bian.
"Bian mah sekarang juga mau, orang udah ngincer dari lama hahah." Ledek Arta.
"Paahh."
"Haha iya iya."
"Untuk pernikahannya saya mau disembunyikan dulu, kasian Tisya." Ucap Bian.
"Boleh, untuk itu terserah kalian saja." Jawab Arta.
Setelah semua urusannya selesai, Pras pamitan untuk pulang dan Bian masuk ke kamarnya.
Mayang yang dari tadi menguping pembicaraan mereka langsung turun ke ruang tamu.
"Emangnya ada apa kok diajuin bulan depan, katanya setelah Tisya lulus?" Tanya Mayang.
"Ada sedikit masalah." Jawab Arta.
Arta masuk ke ruang kerja sedangkan Mayang berjalan ke dapur membuatkan teh untuk suaminya.
Di kamar Bian mengumpulkan berkas-berkas persyaratan untuk menikah. Rencananya besok pagi ia mau mengurus ke kelurahan.
"Akhirnya mimpi aku satu persatu terwujud." Ucap Bian.
Keesokan harinya kepala Tisya sangat berat untuk bangun, ia memanggil ibunya lalu Nia membantunya berjalan ke kamar mandi.
"Kamu izin dulu hari ini, nanti biar ayah telpon Bian suruh ngijinin." Ucap Nia.
Setelah selesai sholat subuh Tisya kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur. Mungkin ia kelelahan menangis alhasil kepalanya pusing.
"Yah tolong telpon Bian dong, bilangin kalau Tisya lagi sakit, izin dulu ga masuk sekolah." Ucap Nia.
Pras langsung mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Bian.
Setelah selesai menghubungi Bian, Pras masuk ke kamar Tisya. Ia menyentuh kening Tisya yang sedikit panas.
Tisya membuka mata lalu berusaha untuk duduk.
"Bian akan urus semua pernikahan kalian. Hari ini dia mau daftar ke KUA, awalnya ayah minta kamu juga ikut, berhubung kamu lagi sakit nanti biar ayah anterin berkas kamu ke Bian." Ucap Pras.
Tisya hanya diam tak menjawab ucapan ayahnya. Ia juga tidak tahu harus menjawab apa, sebab keputusan ayahnya sudah tidak bisa diganggu.
"Buk siapkan berkasnya biar nanti ayah bawa sekalian berangkat kerja." Ucap Arta.
...****************...
Setibanya di sekolah, Bian menulis surat izin Tisya lalu memberikannya pada Agus. Setelah itu ia izin ke kepala sekolah kemudian ia pergi ke kelurahan untuk melengkapi berkas-berkasnya.
"Aduh sayang sekali Mas Bian, untuk tanggal yang Mas Bian ajukan ini sudah full, ada 20 pasangan di kecamatan ini yang menikah di hari itu." Ucap Petugas KUA.
"Saya sarankan Mas Bian menikah tanggal 17 saja, hari itu hari bagus menurut hitungan jawa, selain itu juga hari jumat, hari bagus untuk orang Islam."
"Ya boleh, tanggal 17 saja." Ucap Bian.
Bian keluar dari KUA lalu kembali ke sekolahan, ia membuka ponselnya lalu menghubungi Pras.
"Tanggal 17? " Kaget Tisya.
"Buk ini sudah tanggal 5 loh, berarti tinggal dua minggu lagi?" Tanya Tisya dan Nia hanya menganggukkan kepala.
"Yah ini terlalu cepat bagi Tisya, ayah ga adil, ayah mengambil keputusan tanpa minta pendapat Tisya." Ucap Tisya.
"Jangan salahkan ayah, kan yang ngatur semua calon suami kamu." Bela Pras.
"Tapi kan ayah yang nyuruh nikahnya diadain bulan depan." Ucap Tisya.
"Udah udah kalian ini malah debat." Lerai Nia.
"Ga masalah nikahnya mau besok, minggu depan bulan depan kek sama aja, ujungnya Tisya pasti nikah." Ucap Nia
"Ya ga gitu dong buk, ini Tisya loh yang mau ngejalanin." Ucap Tisya