NovelToon NovelToon
Kamu Berhak Terluka

Kamu Berhak Terluka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Bullying dan Balas Dendam / Enemy to Lovers
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Bibilena

Gilsa tak percaya ada orang yang tulus menjalin hubungan dengannya, dan Altheo terlalu sederhana untuk mengerti kerunyaman hidup Gilsa. Meski berjalan di takdir yang sama, Gilsa dan Altheo tak bisa mengerti perasaan satu sama lain.

Sebuah benang merah menarik mereka dalam hubungan yang manis. Disaat semuanya terlanjur indah, tiba-tiba takdir bergerak kearah berlawanan, menghancurkan hubungan mereka, menguak suatu fakta di balik penderitaan keduanya.

Seandainya Gilsa tak pernah mengenal Altheo, akankah semuanya menjadi lebih baik?

Sebuah kisah klise cinta remaja SMA yang dipenuhi alur dramatis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bibilena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Flashback

Gilsa memang tak tahu persis dimana keberadaan Prima dan orang-orang di telepon tadi. Namun dia memiliki petunjuk jika memang Morgan menjadi salah satu di antaranya. Pria itu sering sekali mengajaknya ke satu tempat, tempat itu juga menjadi tempat yang sama dengan tempat berkumpul Morgan dan teman-temannya. Hanya saja Gilsa tidak pernah mau datang. Pada satu waktu tempat itu juga disebutkan sebagai lokasi dari foto yang Morgan unggah sambil mentag dirinya.

Gilsa hanya bisa berharap tebakannya ini benar sehingga pencariannya menolong Prima lebih mudah.

Gadis itu memarkirkan motor dengan buru-buru, dia tidak memakai helm sehingga langsung mencabut kunci dan segera berlari masuk. Suasana ceria dan lampu warna-warni yang dimainkan dari dalam ruangan menyoroti lorong ketika Gilsa masuk. Dia mengintip dari pintu yang bening apakah temannya ada di sana atau tidak. Sialnya, tempat ini cukup luas ternyata.

Itu adalah sebuah gedung bernama Mills Studio dimana siapapun bisa memesan kamar untuk dipakai seharian tanpa menggunakan kartu identitas. Ini adalah bisnis kamar karoke dimana mereka menyewakan satu ruangan dengan perlengkapan karoke dan fasilitas yang mumpuni kepada pembeli. Masalahnya bukan pada jenis tempat ini, kebanyakan dari mereka tidak datang hanya untuk karoke. Apalagi Gilsa tahu bagaimana Morgan dan teman-temannya menggunakan kamar. Mereka menyewa untuk mencari hiburan yang nakal, dengan selalu ada rokok, gadis dan pernah sekali dia melihat botol minuman di postingan Morgan.

Kemudian matanya menangkap siluet yang mati-matian dia cari.

"Sial, apa ini?!" Gilsa membuka pintu secara kasar hingga nyanyian gadis di dalam ruangan terhenti. Semua orang menatapnya tapi mata gadis itu hanya tertuju lurus pada satu orang.

Kevin, yang merangkul Prima dalam pelukan menatap dengan senyum gadis yang baru datang itu.

Harusnya Gilsa tahu jika teman Morgan tidak mungkin lebih baik dari pria brengsek itu.

Dia berpikir bodoh hanya karena tidak pernah melihat Kevin di dalam postingan Morgan.

"Akhirnya kau mau bergabung?"

Gilsa menghampiri dengan cepat.

"Lepaskan dia, brengsek!" Mendorong pemuda itu lalu menarik Prima menjauh dari sofa, berdiri di belakangnya. Temannya itu tampak ketakutan, rambutnya telah berubah tak beraturan dengan noda lipstik yang luntur hingga ke pipi. Prima jelas tak mungkin memakai make up apalagi dia baru saja pulang dari sekolah. Terlebih mata Prima memerah dan dia menangis. Entah hal buruk apa yang tadi terjadi.

"Apa yang sudah kalian lakukan, hah? Kalian gila?!"

"Bisakah kau tidak berteriak? Memangnya apa yang kami lakukan? Kami hanya mengobrol bersama."

"Kau pikir aku bodoh?"

Kevin menatap Gilsa. "Tanyakan saja temanmu. Jangan salah paham soal rokok, kami hanya mengobrol saja. Iya kan Prima?"

Gilsa mengeratkan rahangnya. Sementara Prima yang ditanyai Kevin terus menunduk sambil memegang kerah depan bajunya kuat-kuat.

"Kau dan mulut busuk itu tak tahu cara meminta maaf, hah? Apa kau tidak lihat temanku ketakutan dan menangis?! Kau buta, Kevin?!"

"Kevin? Kau memanggilku tanpa panggilan?"

"Iya! Terus kenapa, hah?!"

Kevin sontak berdiri. Raut wajahnya sangat buruk dan tersirat kuat amarah yang tertahan. Pada saat ini jika dia dibiarkan mendekati Gilsa sudah pasti gadis itu akan mendapatkan kekerasan fisik.

Namun Gilsa sepertinya sudah hilang akal.

"Kenapa? Kau ingin memukulku?" provokasinya lagi, lebih kepada sorot dan intonasi kesal yang tak bisa diungkapkan. Matanya sudah berkaca-kaca sekarang.

"Benar, kau harus memukulku agar aku punya lebih banyak hal untuk diadukan."

Teman laki-laki di sisi Kevin sontak menahan pemuda itu saat dia akan melangkah keluar sofa.

"Ayolah tak usah berlebihan begitu. Dia hanya memprovokasimu."

Gilsa semakin mundur sambil membawa Prima di belakangnya. Dia memerhatikan semua orang. Total ada 5 orang pria di sini dan 7 gadis termasuk Prima.

"Aku akan mengingat wajah kalian baik-baik, aku harus mendapatkan setiap maaf dari kalian semua karena sudah membuat temanku menangis. Kalian harus merasakan akibatnya karena kalian yang memaksanya datang kemari!"

"Memaksa?" Kevin menatap gadis itu dengan tajam. "Bagaian mana dari aku yang memaksa dia?"

"Diam, sialan! Aku semakin jijik semakin kau membela diri." Gilsa berteriak. Perlahan tangannya bergerak ke belakang untuk menggenggam jemari Prima. Begitu disentuh tangan itu sudah sangat dingin dan bergetar.

"Mengapa kau menjadikan aku sangat tak bermoral? Aku tidak pernah memaksa mereka yang tak mau. Temanmu itu bersedia datang sendiri kemari."

Gilsa tahu jelas perkataan itu bohong.

"Kau merusak suasana sungguh." Kali ini salah satu dari gadis-gadis itu yang bicara. Di jemarinya telah terapit sebatang rokok yang menyala.

"Merusak? Jangan melucu. Kalian justru yang sudah menganggu kami. Lihat saja, aku akan melaporkan ini." Dengan penuh amarah Gilsa mengangkat ponselnya untuk memotret, tapi seseorang sudah berdiri dan menepisnya hingga ponsel itu terjatuh. Morgan pelakunya, setelah ponsel itu terjatuh dia juga menyeretnya dengan kaki untuk masuk ke dalam kolong sofa.

"Jangan kurang ajar. Kau pikir semudah itu mengancam kami?"

Gilsa tertawa.

"Rupanya kalian juga takut, hah? Lalu kenapa kalian menganggu kami?! Apa salah kami sialan?!" Gilsa berteriak lagi. Tanpa sadar dia menggenggam erat tangan Prima sehingga gadis itu juga menggenggamnya dengan sama kuatnya

"Bukankah itu jelas? Kita semua yang ada di sini adalah kalangan atas. Tentu saja kita harus bergaul dan memiliki koneksi dengan orang-orang yang berada di peringkat yang sama. Jika kau berhenti bertingkah, kami tetap akan menerimamu dan temanmu itu di sini." Salah seorang gadis yang dari tadi diam kini ikut menjawab sambil menegakan tubuh dari pria yang merangkulnya.

"Omong kosong apa ini?" Suara Gilsa menjadi lemah saking dia merasakan tak masuk akalnya perkataan gadis itu.

"Kau putri keluarga Orlando, selain itu kau juga pintar, pengikutmu banyak di sosial media dan wajahmu juga lumayan," lanjutnya, kemudian menatap Prima di belakang Gilsa.

"Kalau dia sih, wajahnya saja yang peringkatnya tinggi."

Tatapan Gilsa berubah jijik seketika.

"Itu maksudmu? Apa kau berpikir saat bicara tadi? Kau membicarakan manusia bukan barang."

Beberapa orang tertawa mendengarnya, dan itu menenangkan amarah Kevin. Dia berwajah datar sekarang dan kembali duduk dengan mata yang perlahan mencemooh Gilsa.

"Kau juga barang cacat Gilsa. Kau tidak naik kelas setelah membuat adikmu mati dan ibumu koma di rumah sakit."

Gilsa diam, tapi bukan dalam arti dia kalah. Gadis itu mengumpulkan amarah sebelum akhirnya melepaskan tangan Prima dan menghampiri Kevin.

"Siapa kau berani menilai soal hargaku?!" bentaknya lagi. Berniat menghampiri Kevin tapi cengkraman kuat menarik rambutnya hingga kepala Gilsa mendongak ke belakang. Gilsa berubah meringis, memegangi tangan Morgan yang menarik rambutnya.

"Brengsek, lepaskan ini."

"Apa kau gila berteriak seperti ini hanya karena masalah kecil?!"

"Kau yang gila! Kalian semua tidak waras! Jika ingin gagal jangan mengajak orang lain, sialan."

Morgan menekan kepala Gilsa hingga dia terjatuh dan keningnya terantuk pinggir sofa. Posisi itu menjadi ambigu karena dia berada di bawah Kevin, kepalanya menempel di sofa tepat diantara kedua kaki pemuda itu.

"Sial, padahal aku menyukaimu tapi kau ternyata setidak seru ini?" Morgan mengangkat kepala Gilsa lagi lalu mendorongnya kembali ke tempat semula dengan tenaga lebih besar. Bunyi benturan yang kuat terdengar sampai menyamai suara musik yang juga belum dimatikan.

Tiba-tiba Kevin tersenyum dan mengambil ponselnya.

"Jangan!" Prima sadar hal itu. Dia tak berani mendekat tapi dia tak bisa melihat posisi Gilsa yang disudutkan. Gadis itu bergetar saat Kevin bahkan tak menatapnya, memotret Gilsa dalam posisi tertunduk di sofa.

"Angkat wajah dia, Morgan."

Kembali, sekali lagi bunyi memotret terdengar tepat ketika mata Gilsa melihat pemandangan Kevin tersenyum menjijikan.

"Kalau kau sampai mengadukan kami, aku akan menyebarkan foto ini."

1
Rasmi
🥲
Rasmi
😭😭😭😭
Rasmi
gilsa gk naik kelas????? 🧐 kok isoo
Rasmi
kencan??? 😌
Rasmi
Critanya mnarik bngt.. ada kisah pertemanan, masalah kluarga jga prcintaan ...ditnggu smpe end thorr 😌☺
Rasmi
nooooo 😭
Rasmi
altheo??
Rasmi
😲
Rasmi
susss😌
Rasmi
typo y yang trakhir thor mau ikutan kaget jdi gk jadi 😭🤣
Bibilena: Ah iya maaf aku baru tahu 😭😭
total 1 replies
Rasmi
jahat bngt bjingan😭
Rasmi
pengalaman bangettt 😵‍💫
Rasmi
bner banget knpa y orng kaya tuh suka caper 😕
Rasmi
wah, seru juga,kyaknya cweknya badass dehh
Gió mùa hạ
Tak terduga.
Bibilena: 😮 terima kasih (?)
total 1 replies
BX_blue
Jalan cerita seru banget!
Bibilena: Terimakasih atas dukungannya^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!