Season 2 Pengganti Mommy
Pernikahan Vijendra dan Sirta sudah berusia lima tahun lamanya, namun mereka belum dikaruniai momongan. Bukan karena salah satunya ada yang mandul, itu semua karena Sirta belum siap untuk hamil. Sirta ingin bebas dari anak, karena tidak mau tubuhnya rusak ketika ia hamil dan melahirkan.
Vi bertemu Ardini saat kekalutan melanda rumah tangganya. Ardini OB di kantor Vi. Kejadian panas itu bermula saat Vi meminum kopi yang Ardini buatkan hingga akhirnya Vi merenggut kesucian Ardini, dan Ardini hamil anak Vi.
Vi bertanggung jawab dengan menikahi Ardini, namun saat kandungan Ardini besar, Ardini pergi karena sebab tertentu. Lima tahun lamanya, mereka berpisah, dan akhirnya mereka dipertemukan kembali.
“Di mana anakku!”
“Tuan, maaf jangan mengganggu pekerjaanku!”
Akankah Vi bisa bertemu dengan anaknya? Dan, apakah Sirta yang menyebabkan Ardini menghilang tanpa pamit selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
Seketika kedua mata Vi terbuka lebar setelah mendengar ucapan wanita yang tidur di sebelahnya, yang ia kira Sirta.
“Maaf.” Vi langsung menyingkirkan tangan dan kakinya dari tubuh Ardini. Lalu dia duduk bersandar di sandaran tempat tidur, sambil merutuki dirinya sendiri, karena sudah mengira Ardini adalah Sirta. Ia tidak enak hati dengan Ardini jadinya. Pagi-pagi sudah membuat suasana tidak mengenakkan pada Ardini.
“Tidak apa-apa, Mas,” ucap Ardini.
Ardini lalu bangun dari tidurnya, ia menggeser tubuhnya, dan duduk di tepi ranjang, sebelum ia ke kamar mandi untuk cuci muka. Ardini mengambil jepit rambut dan sisir di atas meja, ia menyisir rambutnya, lalu menjepit rambutnya dengan jepitan rambut favoritnya itu.
“Maaf ya, saya jadi mengganggu tidur mas yang sedang nyaman dan nyenyak. Kalau begitu silakan mas tidur lagi, ini masih sangat pagi soalnya. Saya mau keluar dulu,” ucap Ardini.
“Loh mau ke mana? Ini masih pagi, kamu nyuruh aku tidur lagi, tapi kamu malah mau keluar?” tanya Vi.
“Saya mau jalan-jalan pagi, sekalian ikut Bi Siti belanja sayur. Hari ini stok buah, lauk pauk, bumbu dapur, dan sayuran sudah sedikit, Mas. Nanti mau masak apa kalau tidak ada sayuran dan lainnya?” jawab Ardini.
“Pagi-pagi sekali memang sudah ada supermarket yang buka, Din? Kamu jangan ngaco deh?” ujar Vi.
Ardini hanya tersenyum saat mendengar pertanyaan Vi. Lampu kamar yang sedikit temaram itu, membuat Vi melihat senyuman manis Ardini meski samar terlihat.
“Memang beli sayur harus di supermarket, Mas? Saya sama Bi Siti biasa belanja di perempatan jalan sebelah utara sana. Di sana ada Kang Sayur yang mangkal setiap paginya, banyak juga yang jualan sarapan, jajanan pasar, kue-kue tradisional, hampir mirip pasar, tapi ya pasar kecil,” ucap Ardini.
“Oh begitu? Aku kira kamu sama Bibi mau ke Swalayan atau ke Supermarket gitu? Ya sudah aku antar pakai mobil, ya? Jangan jalan kaki, nanti kalian capek, lagian kamu sedang hamil juga? Jauh lho dari rumah ke perempatan itu?” ucap Vi.
“Ya ampun, mas ini? Masa dari rumah ke perempatan sana jauh? Kita biasa jalan kaki, sambil menghirup udara yang masih sangat segar, kan sehat, Mas? Mas tidur lagi saja deh? Nanti ke kantor, kan?”
“Enggak, aku ikut saja. Aku juga pengin ikut jalan-jalan pagi, sambil menghirup udara segar, sepertinya sangat menyenangkan kalau jam segini jalan-jalan pagiu?” ucap Vi.
“Baiklah, kalau mas mau ikut, sana cuci muka dulu,” perintah Ardini.
“Oke. Tungguin, ya?” ucap Vi dengan semangat.
Ardini mengangguk, dia senang melihat Vi yang semangat pagi ini, apalagi melihat senyum Vi yang sangat menggetarkan hatinya. Tidak menyangka Vi yang notabene dengan keangkuhannya itu, ternyata bisa senyum sehangat itu pada dirinya.
Mereka sudah siap untuk keluar. Vi langsung mengajak Ardini keluar, dia menggandeng tangan Ardini untuk keluar kamar. Di teras, Bi Siti sudah terlihat menunggu dengan sembari menyapu teras. Tas belanjaannya juga sudah siap untuk di bawanya.
“Bi, yuk?” ajak Vi.
“Nah Tuan mau ajak Bibi ke mana? Bibi ini mau pergi beli sayur, sama Nyonya Adin juga sih biasanya?” ucap Bi Siti.
“Biar luar biasa, aku juga ikut ya, Bi? Pengin ikut jalan-jalan pagi, sambil menghirup udara segar dengan kalian. Yuk, Bi?” ucap Vi, lalu mengajak Bi Siti untuk berjalan.
“Lah ini beneran Tuan mau ikut juga dengan kami? Aduh jangan deh Tuan, nanti Tuan lelah?” ucap Bi Siti.
“Udah ayok, aku pengin ikut, Bi. Ayo ih buruan, Bi?” ajak Vi dengan begitu semangat.
“Ayok Bi, Mas Vi mau ikut juga katanya?” ucap Ardini.
“Ah, ya sudah ayok!”
Bi Siti berjalan di sisi Ardini, sedangkan Vi, dia masih setia menggamit tangan Ardini, hingga Bi Siti menjadi heran dengan kedekatan mereka. Bi Siti senang majikannya bisa sedekat itu. Bi Siti malah mengira kalau Vi hanya ingin bayi Ardini saja, tapi ternyata Vi terlihat begitu sayang dengan Ardini, meskipun mungkin saja belum ada cinta di antara mereka. Bi Siti tahu riwayat bagaimana Ardini dan Vi bisa menikah, semua diceritakan oleh Alex, juga Ardini sendiri.
Mereka berjalan dengan menikmati udara pagi yang masih sangat segar, belum terkontaminasi dengan polusi sama sekali. Mereka sampai saling diam, karena begitu menikmati segarnya udara pagi.
“Mas?”
“Adin?”
Tatapan mereka saling bertemu saat mereka secara bersamaan saling memanggil.
“Silakan mas dulu, mau bicara apa?” ucap Ardini.
“Kamu dulu saja, Adin. Perempuan harus didahulukan, ya gak, Bi?” ucap Vi.
“Iya deh,” jawab Bi Siti.
“Mas ini saya masakan apa pagi ini?” Ardini.
Pertanyaan Ardini yang sangat sederhana itu, mampu menggetarkan hati Vi seketika. Baru kali ini dia ditanyai perihal ingin di masakkan apa. Karena sebelumnya ia hanya bisa menikmati apa yang ada di meja makan, yang kadang membosankan, itu pun pembantu yang menyiapkan bukan Sirta.
“Masak apa pun yang kamu mau. Aku pasti akan memakannya,” jawab Vi dengan tersenyum menatap Ardini.
“Baiklah,” ucap Ardini.
“Apa kamu dari tadi hanya diam saja karena memikirkan hal itu? Ingin masak apa gitu?” tanya Vi.
“Iya, Mas,” jawabnya. “Saya kan tidak tahu kebiasaan mas makan dengan apa saat di rumah, jadi aku takut masakanku gak cocok, karena saya masaknya dari kemarin hanya itu-itu saja? Kali saja Mas bosan atau sebenarnya tidak suka?” ucap Ardini.
“Aku suka masakan kamu, sangat suka. Kalau gak suka, aku gak bakal makan masakan kamu dong?” ucap Vi.
“Iya juga, sih?” ucap Ardini.
Wajar saja jika Ardini berpikir demikian. Karena wajah Vi yang kebule-bulean itu, bukan seperti orang Indonesia asli. Jadi Ardini bingung, dan mengira Vi terpaksa memakan masakannya yang sangat sederhana itu, masakan rumahan biasa seperti orang pada umumnya. Apalagi Vi adalah CEO yang kaya raya, jadi Ardini tidak Pede dengan masakan yang ia suguhkan pada Vi.
“Mulai sekarang, apa pun yang kamu masak, aku akan memakannya. Jadi masak saja sesuai dengan apa yang kamu ingin masakkan untuk aku. Gak usah bingung, masakan kamu enak kok, aku suka. Meskipun aku sebetulnya gak suka kamu masak, karena takut kamu lelah, apalagi sudah ada bibi?” ucap Vi.
“Tuh kan benar kata Tuan, sudah bibi saja yang masak, ya?” ucap Bi Siti.
“Enggak dong, Bi? Saya harus yang memasaknya, bibi gak usah masak, bibi kerjakan yang lainnya saja.
“Ini kok lama gak sampai-sampai?” protes Vi yang merasa kalau ia sudah lama berjalan dari tadi. Padahal Ardini bilang dekat perempatannya, paling sepuluh menit sampai.