Aura tiba-tiba harus menikah dengan laki-laki yang selama ini dia cintai dalam diam. Namun sayangnya pernikahan itu hanya dianggap sebagai ajang pembalasan dendam oleh Arga lelaki yang terpaksa menjadikan Aura sebagai pengantin pengganti, karena kepergian Sheila calon istrinya sekaligus sahabat Aura yang memilih pergi bersama cinta pertamanya dan meninggalkan Arga tepat dihari pernikahannya, sehingga Arga terpaksa memilih Aura untuk menggantikannya.
Penasaran dengan ceritanya langsung aja kita baca ...
Yuk ramaikan....
Update setiap hari...
Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, subscribe, like, gift ,vote and komen ya...
Buat yang sudah baca , lanjut terus. Jangan nunggu tamat dulu baru lanjut, dan buat yang belum ayo buruan merapat dan langsung aja ke cerita nya, bacanya yang beruntun ya, jangan loncat atau skip bab....
Selamat membaca ....
Semoga kalian suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Arga pun fokus pada HP milik Aura yang sudah ada di tangan nya . Dengan cepat jari-jari nya bergerak mengutak-atik isi nya untuk memeriksa dan memastikan kecurigaan nya itu.
Dia tidak menemukan hal baru di sana kecuali beberapa pesan dan riwayat panggilan tak terjawab yang semua nya berhubungan dengan urusan pekerjaan. Akan tetapi ada yang masih mengganjal di dalam pikirannya. Namun karena tidak menemukan apa-apa dia pun mengembalikan hp-nya itu pada pemiliknya.
Aura pun mengambilnya dan memasukkannya ke dalam tas dan segera bergegas mengikuti langkah suaminya yang sudah berjalan dan membuka pintu kamar. Mereka pun turun ke lantai bawah tanpa saling bersuara. Pak Eko sudah menyiapkan mobil yang akan di kendarai sendiri oleh tuan mudanya itu.
"Selamat pagi , dan selamat bekerja, Pak Arga dan Mbak Aura! " Sapa Pak Eko dengan sikap hormat sewajar nya. Mungkin karena sudah dekat dan dianggap sebagai bagian dari keluarga, sehingga Arga tidak pernah bersikap buruk terhadap pasangan paruh bahaya tersebut.
"Selamat pagi, Pak Eko . Terima Kasih. " Hanya Aura yang bersuara untuk membalas salam dan sapaan Pak Eko. Sementara Arga langsung masuk dan duduk di kursi kemudi.
"Kami pamit, dulu Pak." Aura pun membungkuk kan badan nya untuk memberi hormat. Suara mesin yang sudah menyala lekas membuat nya masuk dan seketika itu juga suaminya melajukan kendaraan mewah tersebut.
Seperti sebelumnya ، suasana di dalam mobil pun hening tanpa satupun kata . apalagi percakapan di antara pasangan suami istri tersebut. Aura tidak ingin memancing reaksi Arga apa pun itu, karena saat ini pikirannya sendiri tengah gundah karena memikirkan sesuatu.
Pesan-pesan yang tak bertuan yang dikirimkan kepadanya membuat dirinya merasakan ketakutan . Entah apa sebabnya, padahal seharusnya dia tidak berhak untuk marah atau cemburu pada lelaki yang tidak mencintainya itu , dan hanya menganggap diri nya sebagai pelengkap dan pengganti, yang sebenarnya tidak pernah diharapkan.
Mungkin lebih ke perasaan was-was karena bagaimanapun juga pesan tersebut tidak salah alamat karena jelas-jelas pesan itu dikirim kan kepadanya sebagai istri Arga. Isinya pun tegas menyindir dirinya dengan kalimat peringatan yang berhasil mempengaruhi pikiran nya.
Aura bukan takut untuk menghadapi, ancaman yang datang sehubungan dengan statusnya sekarang yang sudah menjadi istri dari seorang pengusaha muda yang namanya sedang banyak diperbincangkan karena pencapaian dan karirnya yang terbilang cepat dan gemilang.
Ia dia tidak menampik kenyataan bahwa mungkin saja banyak pihak di luar sana yang tidak menyukai dirinya sebagai pendamping Arga , termasuk tidak menyetujui keputusan lelaki itu untuk menikahinya. Karena secara sosial mereka bukan berasal dari kalangan yang sama. Begitu pula asal-usul keluarga yang sangat bertolak belakang, mengingat dirinya yang hanya seorang anak yatim piatu yang hanya hidup sebatang Kara.
Tanpa sadar Aura pun memalingkan wajahnya dan menatap suaminya yang sedang fokus mengemudi.
"Hentikan tatapanmu itu !"
Bentakan Arga pun membuyarkan lamunan Aura. Dia berkesiap dengan wajah yang sudah menegang dan pucat. Setelah mengerjap dan menetralkan debaran di dalam dada , wanita itu pun menarik pandangannya dan menunduk.
"Maaf, Mas." Meski takut dia bersyukur Arga tidak memperpanjang kemarahannya. Keduanya kembali terdiam hingga sampai di area parkiran di di depan perusahaan.
"Hari ini aku akan pergi ke perusahaan."
Yang yang dimaksud Arga adalah gedung utama yang menjadi bekal usaha properti rintisan ayahnya , Dimas Anggara . Arga hanya sesekali datang dan ke sana setiap bulannya , untuk melakukan pertemuan dan menyerahkan laporan yang berhubungan dengan tanggung jawab atas jabatan yang masih di pegang nya.
Walau pun masing-masing sudah mendirikan usaha sendiri yang terlepas sepenuh nya dari perusahaan Ayah nya, Arga dan Reza tetap di libatkan dalam kendali perusahaan tersebut karena kelak mereka berdua yang akan meneruskan nya. Kecuali jika kedua nya menghendaki untuk di serahkan kepada pihak lain yang tidak terkait hubungan kekeluargaan.
"Iya, Mas." Aura menganggukkan kepalanya dan tidak berkata apapun lagi. Karena merasa bukan ranah nya untuk berkomentar. Namun ternyata dia salah.
"Jam 10.00 kita berangkat . Aku tunggu di lobby utama!"
Sebelum suaminya keluar dari mobil, Aura pun memberanikan diri bicara untuk memastikan pendengaran nya tidak salah menangkap perkataan Arga.
"Kita, Mas? jadi aku juga ikut?" Aura pun tidak mengerti mengapa dia harus mendampingi suaminya, karena mereka memiliki tanggung jawab masing-masing yang harus di selesaikan.
"Mamah ingin bertemu dengan mu."
Hanya Itu jawaban yang diberikan Arga . Lelaki itu langsung keluar dan meninggalkan istrinya yang masih duduk di dalam mobil. Baru sekian detik kemudian Aura bergegas keluar dan menyusul suaminya.
Mereka pun berpisah di ujung lobi karena harus menggunakan lift yang berbeda . Arga yang sudah disambut oleh asistennya langsung masuk ke lift khusus yang langsung terhubung ke lantai teratas. Sedang kan Aura masuk ke lift umum untuk menuju ruang kerja nya sendiri.
Seperti kemarin, hanya Irma yang menyapa nya dengan lepas seperti kebiasaan mereka selama ini . Mereka berbincang ringan sambil mempersiapkan pekerjaan masing-masing. Sementara rekan-rekan yang lain nya terkesan menjaga jarak dan mengurangi intensitas percakapan nya dengan Aura. Kecuali yang berhubungan dengan urusan pekerjaan saja.
"Aura, kapan kamu ada waktu? aku ingin menceritakan sesuatu kepadamu," bisik Irma.
Sambil membuka halaman pekerjaan yang akan di selesaikan nya sebelum pergi, Aura pun menoleh ke arah meja kerja sahabat nya.
"Aku belum tahu, Irma. Tapi kamu bisa mengirim pesan atau menelepon ku sewaktu-waktu jika tidak ada hal yang bersifat rahasia."
Irma pun hanya terdiam dan menyimpan jawaban nya dalam hati , dia hanya membalas dengan senyuman dan anggukan kepala saja . Dia tidak ingin membebani pikiran Aura , dan menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan semua nya.
Kedatangan Ridwan yang menyapa seluruh tim, menyudahi percakapan singkat dua orang sahabat tersebut. Mereka pun sibuk dengan pekerjaan masing-masing hingga tak terasa kurang 5 menit menuju waktu seharus nya Aura turun untuk pergi bersama suami nya.
"Aura, tolong bawa laporan mu ke ruangan saya!"
Sebelum Aura menghadap. Atasan nya sudah lebih dulu memanggil nya untuk urusan pekerjaan.
"Baik!"
Karena Aura sudah mempersiapkan nya dari rumah dan baru saja di cetak setiba nya di kantor . Aura pun lekas berdiri dan membawa berkas yang dimaksud. Irma pun memperhatikan diam-diam karena sudah tahu apa yang akan di sampaikan Ridwan kepada sahabat nya itu.
"Ini laporan nya Pak."
Setelah di persilakan masuk, Aura pun menyerah kan berkas yang di minta Atasan nya itu . Untuk mempersingkat waktu yang sudah mendesak dia tidak duduk dan langsung menyampaikan keperluan nya yang lain.
"Pak, saya mau minta izin untuk pergi keluar .
Pak Arga meminta saya untuk mendampingi beliau ke gedung perusahaan."
****************