Fakultas peternakan x Fakultas Hukum
Nyambung nggak jelas ngak Nyambung bangetkan, bau sapi sama tumpukan undang-undang, jelas tidak memiliki kesamaan sama sekali. Tapi bagaimana jika terjalin asmara di dalam perbedaan besar itu, seperti Calista Almaira dan Evan Galenio.
Si pawang sapi dan Arjuna hukum yang menjalin hubungan dengan dasar rasa tanggung jawab karena Evan adalah pelaku tabrak lari kucing kesayangan Calista.
Kamu sudah melakukan tindak kejahatan dan masih bertanya kenapa?" Calista sedikit memiringkan kepala menatap Evan dengan tidak percaya, laki-laki yang memakai kaos putih itu pun semakin bingung.
"Nggak usah ngomong macen-macem cuma buat narik perhatian gue, basi tau nggak!" Hardik Evan emosi.
"Buat apa narik perhatian pembunuhan kayak kamu!"
Beneran kamu bakal ngelakuin apapun?" Tanya Calista yang gamang dan ragu dengan ucapan Evan.
Evan mengangguk pasti.
"Hidupin joni lagi bisa?"
"Jangan gila Lu, gue bukan Tuhan!" sarkas Evan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Viral
Sorot cahaya matahari yang sudah mulai terik menemani Evan yang mengendarai motor menuju POM bensin dimana dia menurunkan Calista kemarin sore entah kenapa gadis itu lebih memilih turun di pinggir jalan dan tidak memintanya langsung mengantarkan ke kost tempat ia tinggal. Jam tujuh set dia sudah harus sampai, sebenarnya Evan masih sedikit mengantuk karena efek begadang tadi malam, tapi karena Calista sudah menerornya dengan mengirim pesan beruntun, belum lagi notifikasi dari salah satu aplikasi media sosial yang terus berbunyi sejak kemarin malam, membuat Evan mau tidak mau bangun dan bergerak untuk menunaikan janjinya.
"Epan!" Teriak Calista dengan tangan yang terangkat tinggi melambai pada Evan yang masih berjarak sepuluh meter dari tempat dia berdiri.
"Berisik!" Pekik Evan saat sudah menghentikan motornya di depan Calista.
"Suka-suka Caca," sahut gadis itu sembari mengangkat bahunya acuh. Evan memutar matanya malas melihat tingkah Calista tanpa berniat menyahuti, sepertinya Evan sudah mulai membiasakan diri dengan sikap gadis yang sesuka hati itu.
Tanpa bicara Evan mengambil helm pink bergambar kuromi yang ia beli random di salah satu lapak penjual pinggir jalan saat perjalanan pulang kemarin malam. Calista sedikit terkejut melihat helm itu, apalagi helm itu dipegang Evan mengantung di udara.
Pria itu tidak bicara, ia hanya mengerakkan dagunya mengisyaratkan agar Calista segera menyusupkan kepalanya ke dalam helm itu.
"Apa geleng-geleng gitu? Epan kayak ayam tetelo," celetuk Calista yang membuat mata Evan seketika melotot sebal, untung pacar kalau bukan udah Evan tinggal.
"Lu kalau ngomong nyebelin juga ya, pake helmnya," ucap Evan dengan menahan kesal.
Calista pun menyusukan kepala ke helm baru yang Evan pegang, setelah helm terpasang dengan baik tangan Evan pun beralih ke setir motor kesayangannya.
"Buruan naik, udah siang," ketus Evan berkilah, sebenernya bukan karena siang tapi karena Evan ingin cepat pulang ke apartemen lagi dan melanjutkan tidurnya.
"Iya iya, nggak sabaran banget sih pacar aku," sahut Calista sembari memijakan kakinya di pijakan motor yang sudah Evan turunkan.
Meski ketus dan sedikit suka berkata kasar tapi Evan cukup perhatian, salah satunya dengan menurunkan pijakan kaki. Calista pun naik dan seperti kemarin dia hanya memegang tepian baju Evan, dia tidak cukup berani untuk melingkarkan tangan di perut seksi pria itu.
Motor Evan melaju dengan kecepatan sedang, membawa sepasang pacar pura-pura itu menuju kampus Nolite.
"Evan udah sarapan belum? Kita sarapan bareng yuk. Caca juga belum sarapan soalnya, mau masak nggak keburu, kita makan bubur ayam aja Epan mau nggak? Atau Epan mau sarapan yang lain? Caca pemakai segala kok, Evan nggak perlu khawatir Caca suka apa nggak. apapun yang Epan pengen buat sarapan pagi ini Caca ngikut. Jadi gimana? Kita sarapan di mana Epan?!"
Calista bercerocos ria sampai Evan geleng-geleng mendengar ucapan yang sepeti kereta wush itu, Evan bahkan tidak bisa mendengar keseluruhan kata yang pacar bawelnya katakan. Dia hanya menangkap kata 'pemakan segala' apa gadis ini sedang menjelaskan tentang Omnivora?
"Pelan-pelan kalau ngomong, gue nggak bisa denger!" Teriak Evan sedikit keras, mereka berdua memakai helm dan keadaan jalan juga cukup bising dan ramai.
"Mau-Sarapan-caca-lapar!" Calista mengeja satu persatu kata-kata utama dari maksud dakwah modusnya yang tidak terdengar oleh pacarnya, kali ini dia juga menaikkan suaranya agar Evan bisa mendengar dengan jelas.
"Mau apa?"
"Heh?"
"Lu mau sarapan apa?" Ulang Evan dengan sedikit memekik jengkel.
"Apa aja asal sama Epan!"Teriak Calista sampai membuat beberapa pengendara di sekitar mereka menoleh.
Hening, tak ada sahutan dari laki-laki itu. Malu, Evan merasa malu saat mereka menjadi pusat perhatian di tengah ramainya jalan raya pagi itu. Ia pun sedikit menambah kecepatan agar lekas sampai kampus.
Beberapa meter sebelum sampai area kampus motor Evan berbelok ke kiri masuk ke gang kecil yang tidak lagi aspal, melainkan paling blok.
"Kita kemana? Caca mau diajak kemana?" Tanya Caca sembari memperhatikan kanan kiri jalan yang mereka lewati.
Berbeda dengan keadaan jalan raya yang bising dan ramai, setelah melewati dua puluh meter tembok pagar tinggi yang mengapit jalan, mereka memasuki area kebun mangga yang cukup lebat.
"Epan pagi-pagi mau mesum kah?" Gumam Caca saat mereka melewati kebun mangga.
Motor Evan berhenti di depan sebuah warung tenda dengan gerobak warna hijau bertuliskan lontong sayur, lontong tahu dan gado-gado.
"Turun," titah Evan sembari menstandarkan motornya.
Calista pun turun dari mulai melepas helm pink yang nangkring di kepalanya. Warung lontong itu cukup ramai meski berada di pedalaman seperti ini, pedalaman dalam artian tidak berada di jalan besar, tapi berada di perkampungan kecil di belakang kampus. Terbatas tembok tembok pagar tinggi yang dibangun pihak kampus.
Evan mengambil helm milik Calista, lalu mengaitkan helm mereka dipengaruhi yang ia pasang di motornya. Evan menarik tangan Calista yang sedari tadi diam mematung mengamati gerobak tempat si penjual meracik dagangannya.
"Lu mau lontong sayur apa lontong tahu?" Tanya Evan setelah mereka duduk di kursi plastik.
"Lontong sayur aja," jawab Calista sembari meletakkan totebag di kursi kosong di sampingnya.
Evan bangkit dari kursi plastik lalu berjalan menghampiri penjual yang sedang sibuk membuatkan pesanan pelanggan lain. Sementara Evan memesan sarapan mereka Calista membuka ponsel yang sejak tadi bergetar.
Dahinya berkerut kecil melihat dua puluh lima pesan yang terdiri dari sahabatnya.
"Laura ngapain spam chat sih?" Gumam Calista bertanya pada dirinya sendiri.
Manik hitam Calista melebar saat membuka aplikasi pesan dan mulai membaca rentetan gelembung pesan dari sang sahabat. Tangan Calista sampai menutup mulut yang terbuka saking terkejutnya.
"Kenapa Lu?" Tanya Evan yang merasa heran dengan ekspresi wajah Calista.
Perlahan Calista mengalihkan pandangannya dari layar ponsel, ia menatap Evan dengan tatapan mata yang sama, berbinar terang dengan keterkejutannya. Evan meletakkan teh hangat miliknya dan Calista di meja dengan tatapan aneh yang tak lepas dari pacar sementaranya.
"Kita jadi artis Epan," celetuk Calista yang membuat dahi Evan semakin penuh kerutan.
"Kita? Artis? Artis apaan? Nggak usah ngaco, Lu laper sampe ngelahu gitu Ca, bahaya banget Lu kalau lagi laper," sahut Evan sambil menggeleng pelan.
"Ih siapa yang halu sih, nih kalau nggak percaya."
Calista menyodorkan ponselnya kearah Evan untuk menujukan akun media sosial menfess Nolite yang ramai membicarakan mereka berdua. Teh yang baru saja menyentuh tenggorokan Evan menyembur keluar dengan kekuatan penuh saat melihat fotonya dan Calista, mereka terlihat dekat karena foto itu diambil saat Evan mengaitkan pengaman helm Calista di parkiran kampus.
Evan meletakkan gelas teh dengan sedikit kasar hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras, Calista terjingkat kaget dan segera menarik kembali ponselnya.
"Maaf," lirih Calista dengan menunduk.
"Ngapain Lu minta maaf?" Evan menatapnya dengan aneh.
"Kamu nggak suka ya kita jadi artis Nolite, kamu marah?"
Calista mencuri-curi pandang dengan takut pada pacarnya itu. Evan menghela nafas, tidak seharusnya dia sepeti ini di depan Calista. Evan memang tidak suka menjadi sorotan meskipun selama ini dia kan dua sahabatnya menjadi bahan yang selalu asik dibicara di Nolite.
"Nggak, gue nggak marah," sahut Evan meski wajahnya masih terlihat tegang.
"Yakin?" Tanya Calista masih sedikit takut.
Evan hendak menjawab tapi ia urungkan saat si abang penjual datang dan meletakkan dua lontong sayur pesanan mereka.
"Silahkan dimakan," ucap pria itu dengan ramah.
"Iya Pak, terima kasih," sahut Calista dengan senyum manis.
Pria itu pun mengangguk kecil lalu pergi menjauh. Evan langsung menyantap lontong miliknya dengan suapan besar, seperti sedang melampiaskan rasa kesalnya pada sepiring lontong dengan kuah sayur bersantan itu.
cukup dengan memberi makan kucing saja Caca udah bahagia banget
semoga kebahagiaan cepat menghampiri kamu
kalau pas lagi bawel saja bilang cerewet lah, berisik lah.
coba nanti kalau si caca diem. pasti kelimpungan tuh si evan
Caca tuh cerewet karena peduli sama kamu Evan . Ada ada Evan masa dari dulu belum pernah makan sayuran . Sayuran sehat tauuu
tp keknya evan udh cinta ke caca tp gk sadar deh
.ciyeee Evan ciyeee🥰🥰🥰
gak pernah makan daging deh