Divi hampir menyerah saat pengajuan pinjamannya ditolak, dengan alasan Divi adalah karyawan baru dan pengajuan pinjamannya terlalu besar. Tapi Divi memang membutuhkannya untuk biaya operasi sang ibu juga untuk melunasi hutang Tantenya yang menjadikan Divi sebagai jaminan kepada rentenir. Dimana lagi dia harus mendapatkan uang?
Tiba-tiba saja CEO tempatnya bekerja mengajak Divi menikah! Tapi, itu bukan lamaran romantis, melainkan ada kesepakatan saling menguntungkan!
Kesepakatan apa yang membuat Arkael Harsa yakin seorang Divi dapat memberikan keuntungan padanya? Lantas, apakah Divi akan menerima tawaran dari CEO yang terkenal dengan sikapnya dingin dan sifatnya yang kejam tanpa toleransi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 21. Pelakor Tidak Ada Dalam Agenda Kesepakatan
"Istri? Kael sudah menikah?"
Mendengar nada pertanyaan Rana yang tidak percaya dan cara wanita itu menatapnya, instingnya sebagai seorang istri mulai bekerja. Awalnya Divi memang merasa insecure melihat secara langsung bagaimana sosok sang mantan dari suaminya itu, tapi jiwa bersaing pun tumbuh. Dalam kesepakatan rahasia itu, tidak ada keterangan yang menjelaskan tentang mantan kekasih. Divi hanya diminta untuk berpura-pura sebagai istri yang bahagia, bersikap selalu mesra dan diberikan tambahan bayaran jika Divi mampu meyakinkan Paulina bahwa Arkael sudah menikah dan sangat mencintainya. Jadi, kehadiran mantan kekasih yang mungkin akan menjadi bibit pelakor tidak ada dalam agenda kesepakatan, meski nantinya Divi dan Arkael tetap harus berpisah.
"Iya, sudah." Seli yang menjawab.
Tapi jawaban Seli malah mendapat respon kekehan yang terdengar menyebalkan di telinga Divi.
"Sorry, tapi apa kalian tahu siapa aku?" Rana bertanya dengan senyum indahnya sambil mengibaskan rambutnya ke belakang. Mungkin terbawa akting iklan shampo.
"Apa kamu sedang mencari validasi bahwa semua orang harus mengenalmu karena kamu seorang artis, atau kami harus tau siapa kamu dalam hal yang lain?" Kali ini Divi bersuara, menahan Seli yang hendak membuka mulutnya untuk menjawab Rana.
Senyum Rana bergerak agak miring, matanya yang dihiasi bulu mata yang ditempeli bulu-bulu palsu itu menatap Divi dengan tatapan yang mudah Divi tebak. Artis yang berdiri di hadapannya itu tidak menyukainya.
"Apa kamu tahu siapa mantan suamimu?" Pertanyaan Rana sungguh membuat Divi geli sendiri.
"Apa urusannya dengan kamu, ya? Kenapa juga tiba-tiba kamu mengganggu kami, dan sekarang tahu-tahu mau membahas soal mantan suami aku. Ck, urusannya denganmu apa?"
"Aku ini mantan Arkael. Suamimu itu mantan aku."
Divi dan Seli saling melemparkan pandang, lalu kembali melihat Arana yang berdiri pongah di depan mereka.
"Oh, cuma mantan," Sahut Divi santai.
"Hei, kamu pikir aku percaya kalau kamu istrinya Arkael, bisa jadi kamu hanya mengaku-ngaku, karena banyak wanita yang tergila-gila padanya dan lagi pula Arkael nggak akan mungkin-"
"Balikan lagi dengan mantannya." Potong Divi dengan sangat gemas sambil dalam hati berdoa banyak-banyak.
Semoga Pak Kael memang nggak ada keinginan balik sama mantannya! AMIN!
"Begini ya, kamu kan artis terkenal nih ceritanya, kabarnya pun kamu juga lagi menjalin hubungan yang mesra juga sama siapa tuh aktor pendatang baru itu, kan? Trus kenapa juga sekarang kamu ngurusin mantanmu alias suami aku, hm?"
Arana menipiskan bibir, terlihat jelas wanita itu ingin membalas ucapan Divi, tapi situasinya jelas tidak akan baik bagi citranya, apa lagi kini mereka ada di tempat umum yang perlahan keberadaan dirinya di salon itu mulai mengundang perhatian publik.
"Arana!" Managernya yang berkacamata dengan tablet di tangan menghampiri Arana. "Kamu ngapain disini? Ketemu fans?"
"Geez!" Seli berdesis. "Maaf, Mas, tolong artisnya diajarin etika."
"Maksudnya?" Pria berkacamata itu mengerutkan keningnya, tidak mengerti dengan nada tidak suka Seli kepada artisnya itu.
"Supaya nggak usah mengusik urusan rumah tangga mantannya karena sekarang mantannya sudah menikah dan bahagia."
"Kamu-"
Tapi belum sempat pria itu meneruskan kalimatnya, Arana sudah melengos pergi dari tempatnya.
Sang manager pun terpaksa meminta maaf atas apa pun yang diperbuat Arana itu kepada Divi dan Seli sebelum akhirnya ia menyusul Arana keluar dari salon.
Begitu keadaan kembali tenang, Divi dan Seli sama-sama menghela napas super lega.
"Lo keren!" Seli mengangkat kedua ibu jarinya.
"Tapi tangan gue dingin banget, gila!" Divi mengangkat kedua tangannya. Alih-alih kasihan, Seli malah tertawa dan tawanya menular kepada Divi. Kepanikan pun mencair, Divi harap dia tidak perlu merasa cemas dikemudian hari, dia cukup benar-benar menghilang dari kota ini agar tidak perlu bertemu dengan Paulina dan Arana di masa depan.
* * *
Arkael baru saja selesai memantau lokasi proyek saat ponselnya bergetar dan menampilkan nama kakeknya pada layar datarnya. Sebenarnya dia malas untuk menjawab panggilan itu, tapi mengingat Tuan Argam adalah orang yang masuk dalam daftar orang-orang yang dia sayang meski pun menyebalkan, jadi, Arkael tetap menjawabnya.
"Ya, Kek?"
"Dimana kamu?"
"Lokasi proyek."
"Jawab Aku, apa kamu masih berhubungan dengan wanita itu?!"
"Wanita siapa?" Kening Arkael berkerut d atas kaca mata hitam yang bertengger pada tulang hidungnya yang tinggi.
"Mantanmu itu!" Jelas ini bukan sesuatu yang baik karena nada suara Tuan Argam tidak akan meninggi kecuali ada pemicunya.
"Arana?"
"Heh, memangnya kamu punya mantan berapa banyak?!"
"Aku nggak pernah bertemu lagi dengan Rana sejak-"
"Cepat ke kantor sekarang! Kakek tunggu lima menit!"
"Lima menit, tapi lokasi proyek-"
Tut!
"Astaga kakek tua ini!" Gerutu Arkael. "Bim! Kita ke kantor sekarang! Kakek menunggu dalam waktu lima menit!"
"Astaga!" Bimo pun langsung bergerak super cepat menuju mobil yang diparkirnya.
Dalam perjalanan yang menguji ardenalin karena Bimo mengeluarkan bakat terpendamnya sebagai pembalap, Arkael terus saja berpikir kemungkinan-kemungkinan yang membuat kakeknya tiba-tiba membahas soal Arana dan apa yang membuat pria tua itu terdengar marah.
Begitu sampai di kantor dalam waktu dua belas menit, meski itu adalah kemampuan terbaik mengingat jarak kantor dan lokasi proyek menempuh waktu normal dua puluh lima menit, Bimo tetap saja panas dingin. Dua pria itu berjalan cepat menuju ruangan Tuan Argam yang terletak satu lantai di atas lantai ruangan Arkael berada.
"Masuk!" Suara Argam terdengar menyentak jantung ketika Arkael mengetuk pintu. Tadinya Bimo memutuskan untuk menunggu Arkael di depan ruangan itu, tapi tangan Arkael menyambar jasnya dan menarik Bimo di detik-detik terakhir begitu dia melangkah masuk ke dalam ruangan Argam.
"Kenapa lama sekali?!" Bentak Argam kepada dua pria itu.
"Kakek juga kenapa ke kantor? Seharusnya di rumah sakit." Arkael mencoba mengalihkan omelan kakeknya.
"Heh, kamu pengen aku terus-terusan sakit?!"
"Bukan begitu, tapi-"
"Jangan mengalihkan pembicaraan!" Bentakan Argam kembali membungkam Arkael.
"Oke, jadi apa yang mau Kakek bicarakan?" Tanya Arkael sambil mengambil tempat di single sofa, sementara Bimo berdiri tak jauh dari Ron.
"Apa kamu tau kenapa Kakek menyuruhmu datang dalam waktu lima menit?"
"Tentu saja aku nggak tau, Kek. Kakek nggak ngasih tau apa-apa juga ke aku."
"Karena mantanmu itu datang mencarimu. Dia datang kesini!" Ekspresi tegang dan marah dari kakeknya jelas bukan ekspresi yang bisa dianggap main-main. "Katakan apa yang membuat dia mencarimu sampai ke kantor?!"
"Aku nggak tau Kek, sungguh!"
"Dasar! Bikin malu saja!" Tuan Argam sampai menggebrak meja. "Semua orang membicarakanmu, membicarakan cucu mantuku! Apa kamu pikir hal ini akan menjadi baik untuk kondisi besanku yang baru saja selesai operasi, hah?!"
Arkael tidak tahu harus merespon apa. Dia bingung, sungguh.
"Dan apa kamu tahu hal yang membuatku lebih jengkel?"
"Apa lagi, Kek? Tentu saja aku nggak tau. Demi Tuhan, aku baru saja dari lokasi proyek!" Arkael ikut kesal akhirnya.
"Dia bertemu dengan istrimu! Demi apa pun, jika dia sampai melukai cucu mantuku, akan aku buat karir mantanmu itu tenggelam untuk selama-lamanya!"
Mata Arkael menatap tajam pada Bimo, tapi asistennya itu menggelengkan kepala tanda dia juga tidak tahu menahu soal Rana yang bertemu dengan Divi.
"Heh! Mau kemana kamu? Kakek belum selesai!" Omel Argam begitu Arkael berdiri dan melangkah menuju pintu.
"Menemui istriku, aku nggak mau dia salah paham."
"Bagus! Secepatnya juga kalian harus menggelar acara resepsi!"
"Semua sudah dipersiapkan, Tuan Besar." Bimo menyahut.
"Bagus! Kalau sampai cucu mantuku pergi hanya karena perempuan itu, aku akan membuat kalian tenggelam bersama!"
"Tidak akan, Divi tidak akan pergi kemana-mana." Arkael mengucapkannya dengan tegas tanpa keraguan sebelum akhirnya ia keluar dari ruangan dengan langkah kaki yang lebar.
Jadi, Arana akhirnya kembali mencari gue? Tapi kenapa gue justru khawatir pada...Divi?
.
.
.
Bersambung~