Tidak ada seorang istri yang rela di madu. Apalagi si madu lebih muda, bohay, dan cantik. Namun, itu semua tidak berpengaruh untukku. Menikah dengan pria yang sedari kecil sudah aku kagumi saja sudah membuatku senang bukan main. Apapun rela aku berikan demi mendapatkan pria itu. Termasuk berbagi suami.
Dave. Ya, pria itu bernama Dave. Pewaris tunggal keluarga terkaya Wiratama. Pria berdarah Belanda-Jawa berhasil mengisi seluruh relung hatiku. Hingga tahun kelima pernikahan kami, ujian itu datang. Aku kira, aku bakal sanggup berbagi suami. Namun, nyatanya sangat sulit. Apalagi sainganku bukanlah para wanita cantik yang selama ini aku bayangkan.
Inilah kisahku yang akan aku bagi untuk kalian para istri hebat di luar sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Solusi
Aku terisak di penghujung tangis. Ikhlas dan memaafkan diri sendiri adalah kunci untukku saat ini.
"Udah enakan?" tanya Rei sambil memberiku tisu.
Aku mengangguk tak kuasa menjawab. Ku ambil tisu dari Rei lalu mengatur napas dari mulut. Hidungku tersumbat akibat menangis. Meski aku sudah mengeluarkan cairannya tetap saja tersumbat.
"Gue tahu, lu pasti bisa ngelewatin ini semua, El. Lu juga harus ingat di setiap rumah tangga itu ada orang ketiga yang tak kasat mata."
"Maksud lu?"
"Ah, masa elu ngga tahu!"
Aku geleng kepala karena aku memang tidak tahu yang dimaksud oleh Rei. Wanita cantik berhijab itu berdehem lalu berbisik, "Setan. Anak buahnya iblis."
"Ih, Rei!" aku bergidik ngeri.
Si pembuat takut malah tertawa. Tak peduli dengan aku yang bergidik ngeri.
"Lha, emang bener! Mereka itu yang paling suka kalo ada perpecahan dalam rumah tangga. Kalo kata laki gue nih ya, Setan itu ibarat sales. Nah, mereka itu saingan, mana yang berhasil dan capai target jabatannya dinaikin," jelas Rei.
"Jangan nyaco deh, Rei!" seruku.
"Ngaco dari mana?" Rei membenarkan posisi duduknya.
"Itu salah satu kiat biar kita ngga terbujuk rayu setan. Setiap manusia pasti bisa ngerasain bisikan setan. Contohnya, misal nih laki lu pulang kerja telat. Ngga kayak biasanya. Mulai deh tuh pikiran elu menerawang kemana-mana. Jangan-jangan pulang langsung nongkrong! Jangan-jangan traktir temen-temennya! Jangan-jangan ketemu sama cewek laen! Pokoknya buanyak banget dah kata jangan-jangan," jelas Rei.
Kali ini nada bicaranya terdengar bersemangat. Sangat berbeda jauh saat tadi memberiku nasehat.
"Bisa ngga sih Rei, elu ganti dengan yang laen? Ini gue kan lagi curhat masalah rumah tangga. Kenapa jadi horor begini sih, Rei!" aku memasang wajah memelas.
"Lha, ini tuh emang bener, Ella! Elu tanya ahli agama mana pun pasti bener," Rei membela diri.
Posisi duduknya kini menghadap ke samping, tepat berhadapan denganku. Wanita cantik ini sangat antusias bercerita tentang setan dan iblis.
"Ampun deh, Rei! Ngga bisa di ganti?" aku memelas.
"Hmm, ya udah! Nah, jadi tuh si bang Set ini tugasnya ngomporin suami atau istri. Bisikannya bikin hati kita panas. Terus udah bayangin kalo pulang nanti mau kita apain deh tuh laki. Sampe-sampe mikirin bikin taktik apa saat dia pulang. Kalo sampe terhasut si bang Set, udah pasti capai target dong. Apalagi kalo sampe berpisah. Wuih! Bisa-bisa dapet bonus dari bos Bibis. " Rei menepuk pundakku saking antusiasnya.
"Bang Set sama bos Bibis siapa lagi Rei?" tanyaku malas.
"Setan dan iblis lah! Kan tadi elu suruh gue ganti," jawab Rei santai.
Lagi-lagi aku geleng kepala melihat kelakuan Rei. Tadi dia membuatku nangis bombay. Sekarang malah membuatku tak habis pikir.
"Jadi Ella. Biar hal itu ngga terjadi, elu harus perbanyak istigfar, sholawat, kalo perlu baca ayat-ayat pendek. Terus harus ingat suami kita pergi ya ijin buat kerja. Nah, kalo pulang telat, bisa jadi ada halangan. Kita sebagai istri harus doain suami. Masalah dia bohong atau ngga biar jadi urusan dia sama Yang Maha Kuasa aja. Di situ poinnya," jelas Rei sambil memainkan alis mata.
"Terus nasib rumah tangga gue gimana? Apa gue harus relain Dave sama lelakinya?" tanyaku polos.
"Ya, ngga bisa gitu!" Rei memukul meja hingga membuatku terkejut.
Aksi Rei menarik perhatian beberapa pengunjung cafe yang duduknya tidak begitu jauh dari tempat kami.
"Sst, Rei!" seruku sambil mengamankan tangannya.
"Sorry! Sorry!" Rei menangkup tangannya ke depan sebagai tanda minta maaf.
"Lagian elu bikin gue kaget," timpal Rei.
"Kan gue denger arahan dari elu," balasku.
Sumpah, aku bingung dengan penjelasan Rei. Di mana letak kesalahanku.
"Iya bener. Cuman ini kan beda kasus. Kalo tadinya laki elu dapet yang cantik, bohay, pokoknya sesama kaum hawa, ya ngga masalah. Ini kan pisang makan pisang. Gimana mau di relain? Yang ada dosa, Ella," jelas Rei.
Rei kembali meraih gelas dan menyeruput airnya yang hampir habis hingga meninggalkan bunyi air macet disedot dari pipet.
"Elu harus pertahankan laki lu dan bawa dia kembali ke jalan yang benar," timpal Rei.
"Caranya?" tanyaku malas.
"Bentar gue mikir dulu," jawab Rei.
Rei menyandarkan punggungnya. Tangannya dilipat ke depan dan matanya menatap langit-langit. Sesekali dia memainkan bibirnya. Selagi Rei berpikir keras, aku memilih ke toilet untuk membasuh wajah.
Sisa air mata tadi terasa lengket. Membuatku tidak nyaman. Untung aku memakai bedak dan lipstik saja. Tak dapat ku bayangkan bila aku memakai make up dan maskara.
Sekitar sepuluh menit aku membenahi diri lalu keluar. Saat berjalan menuju meja tempat aku dan Rei duduk, aku dibuat tercengang. Rei tidak berada di tempat duduk semula. Dia duduk bersama dua orang pengunjung cafe yang menurutku baru saja tiba karena tadi aku tidak melihat keberadaan mereka di sana.
"Apa kenalannya, ya?" tanyaku pada diri sendiri lalu kembali duduk.
Sesekali aku memperhatikan Rei dan kedua pria tadi. Entah apa yang mereka bicarakan. Aku sedang malas mempertajam kemampuan mendengar ku alias menguping. Jadi, aku memilih mengisi perut dengan camilan yang tadi ku pesan. Menangis membuat kepalaku sedikit pusing dan lapar.
Sret
Rei menarik kursi yang berseberangan denganku. Tadi kami duduk bersebelahan agar saat aku curhat tadi tidak terdengar oleh pengunjung yang lain.
"Kenalan elu, Rei?" tanyaku sesaat setelah Rei menjatuhkan bokongnya ke kursi.
"Baru aja kenalan," jawab Rei santai.
"Kok bisa?" aku tak percaya dengan kelakuannya.
"Ya bisalah! Kenapa ngga bisa? Lagian gue udah ijin sama laki gue," jawab Rei santai.
"Kapan elu ijin?" tanyaku bingung.
"Tadi. Pas elu ke toilet, mereka berdua masuk. Gue perhatiin keknya bisa bantu nyelesain masalah elu. Ya udah, gue langsung chat dan kirim futu mereka ke laki gue. Udah dapet ijin baru gue melipir ke sono," ucapnya sambil memajukan bibirnya ke arah mereka.
Tanpa di sengaja, salah satu dari pria itu melihat ke arah kami. Spontan saja Rei langsung melambaikan tangannya dan di balas oleh pria tersebut.
"Apa hubungannya dengan mereka?"
"Adalah. Mereka pasangan pisang makan pisang," Rei menjawab santai.
Uhuk!
Uhuk!
"Ya ampun, Ella. Kok bisa kesedak!" seru Rei seraya berpindah tempat duduk dan membantuku menepuk punggung.
Sahabatku yang satu ini memang luar biasa. Aku baru tahu sifat aslinya ternyata blak-blakan dan to the point. Sangat berbeda jauh saat pertama kali bertemu. Pertemuan sebelumnya juga biasa saja. Baru kali ini aku melihat sifatnya yang cukup membuat otakku jungkir balik.