Rumah tangga Nada Almahira bersama sang suami Pandu Baskara yang harmonis berubah menjadi panas ketika ibu mertua Nada datang.
Semua yang dilakukan Nada selalu salah di mata sang mertua. Pandu selalu tutup mata, dia tidak pernah membela istrinya.
Setelah kelahiran putrinya, rumah tangga mereka semakin memanas. Hingga Nada ingin menyerah.
Akankah rumah tangga mereka langgeng? Atau justru akan berakhir di pengadilan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Bik, Nada ke mana?" tanya Pandu.
Pagi-pagi Pandu sudah tidak melihat Nada, pakaian pun tidak ia siapkan. Jadi, Pandu harus mencarinya sendiri.
"Mbak Nada jogging Mas," jawab Minah seraya menyiapkan sarapan di atas meja.
"Jogging?" Pandu mengerutkan kening, sejak kapan istrinya mulai jogging lagi? Dan apa tujuan dia jogging? Semua pertanyaan berputar di otaknya.
Setelah Nada menikah dengan Pandu, dia berhenti jogging,Gym. Dia berkata untuk fokus mengurus Pandu. Menyiapkan semua kebutuhan Pandu sebelum berangkat kerja.
"Apa yang dia mau sekarang?" kesalnya sembari memukulkan kepalan tangannya di meja.
Pandu berjalan menuju ke halaman rumahnya menunggu kepulangan sang istri. Ia memasang wajah sangar, siap memarahi istrinya yang lalai melayaninya.
Nada yang baru sampai rumah menyeka keringat dengan handuk kecil yang ada di pundaknya. Ia mencium tangan Pandu.
"Belum berangkat Mas? Sudah siang lho," ujarnya dengan tangan yang masih menyeka keringat yang terus mengalir.
"Dari mana saja kamu ini?!" bentaknya. Wajahnya berubah semakin murka karena Nada biasa. Dia seperti tidak bersalah saat tidak melayaninya.
"Jogging, ada apa?" Nada pura-pura tidak tahu kemurkaan Pandu.
"Kamu masih tanya kenapa? Kamu tidak menyiapkan bajuku lagi malah jogging." Pandu menjelaskan dengan suara keras, meskipun dia kesal melakukannya.
"Oh, itu bukan tugas aku lagi. Harusnya Ayu, kan yang mendapatkan uang bulanan, hadiah serta perhatianmu dia," sindir Nada sembari berjalan menuju kursi.
Ia duduk lalu melepas sepatunya. Pandu mengekor Nada, dia tidak terima dengan jawaban Nada.
"Dia itu adikku, berhenti untuk cemburu yang tidak masuk akal," ujar Pandu hampir teriak.
"Aku mau mandi dulu Mas, kamu hati-hati kalau mau berangkat." Nada meninggalkan Pandu begitu saja, dia mengabaikan ucapannya.
"Sial!" umpatnya sembari menendang kursi di depannya.
Sesampai kantor pun Pandu belum bisa melupakan perubahan istrinya yang mulai berani dengannya. Wajahnya kusam, suasana hatinya berantakan.
Eva memandang Jimmy menanyakan keadaan Pandu yang tak memberikan salam seperti biasanya.
Jimmy mengangkat kedua pundaknya, Pandu belum menceritakan apa-apa semenjak dia cerita istrinya sakit.
"Coba kau tanya dia," bisik Jimmy.
Eva langsung menggelengkan kepalanya cepat, "Tidak ah, takut."
Melihat wajah garang Pandu membuat Eva bergidik. Takut kalau dia yang terkena sasaran emosinya.
"Dia tidak akan marah sama kau, percaya sama aku," bujuk Jimmy. Sebenarnya Jimmy juga segan untuk menyapa Pandu.
"Yakin, nanti kalau dia marah kau tanggung jawab," ujar Eva. Dia meminta perlindungan dari Jimmy jika Pandu memaki atau mengamuk.
Jimmy mengangkat jemari berbentuk ok. Eva berjalan pelan mendekati meja Pandu.
"Pandu, apa ada masalah?" tanya pelan dengan sekilas menatap Jimmy lagi. Jimmy menganggukan kepala mengisyaratkan semua akan baik-baik saja.
Eva tersenyum mendapatkan respon yang tidak dia bayangkan. Pandu tersenyum sembari menggelengkan kepala kepadanya.
"Mau kopi?" Eva mencoba menawarkan minuman agar suasana hatinya lumayan tenang.
"Boleh," Pandu tidak menolak tawaran dari Eva, ia senang dilayani oleh seseorang.
"Aku mau dong." Jimmy mengangkat tangannya.
Sepeninggalan Eva, Jimmy mendekati Pandu. "Ada apa?" tanya Jimmy.
"Pusing, semakin hari Nada semakin menjadi. Dia bilang adikku orang ketiga dalam rumah tangga ini," dengusnya. Rasanya kesal jika mengingat masalah ini.
"Kenapa istri kau bisa benci sama adikmu? Pasti ada sebab kan?" Jimmy beropini kalau ada sesuatu yang membuat Nada kesal sehingga dia membenci adik iparnya.
"Aku tidak tahu, semenjak kedatangan adikku ke sini. Dia tidak menerima dengan tangan terbuka," ujarnya. Dia menutupi masalah keuangan yang lebih banyak kepada orang tua dan adiknya.
Dia menekankan dari sudut dirinya, sehingga salah dimatanya.
"Mungkin Ayu pernah membuat kesalahan kali, sampai akhirnya istrimu seperti itu," cerca Jimmy, dia yakin jika istri dan adik sahabatnya itu tidak akur pasti ada penyebab yang melukai hatinya.
"Adikku sangat baik, dia ramah juga terhadap Nada. Memang dia saja yang aneh, cemburu sama adik sendiri," celotehnya tidak mau kalah.
"Sepertinya aku tahu letak masalahnya," Jimmy bisa menyimpulkan masalah yang dihadapi sahabatnya setelah mendengarkan jawab-jawaban dari Pandu.
"Apa?" tanya Pandu tidak yakin dengan Jimmy.
"Kau terlalu membela adikmu, dan sering mengabaikan istrimu," ucap Jimmy.
Jimmy pun merasakan sakit jika menjadi Nada, dengan jelas dia membela adiknya dan menjelekkan sang istri. Pantas saja Nada kesal, cemburu jika perlakuannya seperti itu.
"Aku tidak melakukannya, dia saja yang berprasangka buruk." Pandu masih tidak peka, anggapannya Nada tetap yang bersalah.
Jimmy menggaruk kepalanya, sahabatnya itu memang keras kepala. Tidak mau mendengarkan nasehat, saran untuk masalah keluarganya.
Kantor Pandu hari ini pulang lebih awal karena tidak ada lembur. Seperti biasa, dia masih malas untuk pulang ke rumah untuk bertemu dengan istrinya.
"Kok belum siap-siap?" tanya perempuan berwajah manis.
"Masih malas pulang," sahutnya dengan menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi.
"Bagaiman kalau kita jalan-jalan dulu, agar pikiran kamu tenang," ajak Eva. Dia sedang berusaha menjadi teman curhat untuk Pandu agar dia nyaman kepadanya.
"Boleh, kita mau ke mana?" tanya Pandu. Lelaki muda itu memang sedang butuh hiburan.
"Terserah kamu, aku ikut saja," kata Eva, dalam hatinya yang penting berdua Eva ikut saja.
Pandu dan Eva memilih pergi ke kafe, menikmati alunan musik yang lembut yang sangat sopan masuk di telinganya.
Dengan kopi dan coklat panas yang menemani mereka. Mereka berdua tampak asyik ikut bersenandung.
Tanpa sadar Eva menggandeng tangan Pandu, gadis itu tampak menikmati malam seperti bersama dengan kekasihnya.
Pandu melirik ke arah tangannya, jantungnya lumayan bergetar. Ia kemudian menatap Eva yang masih asyik menikmati lagunya. Wajah manis Eva terlihat sangat menggoda Pandu.
Eva menoleh ke arah Pandu saat dia merasa di perhatikan, dengan cepat Pandu menatap ke depan agar tidak ketahuan.
Eva menarik tangannya saat sadar dia menggandeng suami orang. Namun, Pandu gantian menariknya. Ia menggenggam erat.
"Begini dulu tidak masalah, " bisiknya dengan tersenyum.
Bibir yang tertarik sempurna dan kedua mata yang menyipit membuat wajah Pandu sangat manis. Jantung Eva berdenyut sangat keras, hatinya berantakan.
"Pandu, memang tidak apa-apa seperti ini?" lirih Eva yang mendapatkan jawaban anggukan.
Suasana di kafe yang sangat romantis sangat mendukung dengan perasaan mereka berdua. Ditambah orang-orang di sana berpasangan semua. Membuat Pandu dan Eva tidak ragu bergandeng tangan.
Eva menempelkan kepalanya di pundak Pandu, serta menggenggam erat tangannya. Dunia seakan sedang berpihak kepadanya.
Pandu melupakan statusnya sebagai seorang suami dan juga anaknya di rumah. Menikmati romantisnya malam seperti seorang bujang.
Eva memandang wajah tampan Pandu, "Boleh tidak aku jatuh cinta kepadamu?"