S 4
Rangga begitu terpuruk saat Fiona, istri tercintanya meninggal dunia setelah melahirkan anak kedua mereka. Di saat duka masih menyelimuti, ia dipaksa menikahi Flora yang merupakan adik kembar mendiang istrinya, demi memberikan kasih sayang sosok ibu untuk kedua anaknya.
Mampukah Flora menghadapi sikap Rangga yang dingin dan terkadang tak ramah padanya, sementara hatinya pun sedang tak baik-baik saja. Selain duka atas kepergian saudari kembarnya, ia juga terpaksa harus memutuskan hubungannya dengan sang kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21. KAMU TETAP MAMANYA AZKA DAN KIA
"Pisah?" Rangga berucap lirih. Netranya bergerak gelisah mengindai satu persatu paruh baya yang duduk berseberangan dengannya.
'Sebaiknya kalian berpisah saja!' Kalimat itu seakan menggema di telinganya. Meskipun sikapnya tidak baik selama enam bulan ini terhadap Flora. Namun, ia tidak pernah terpikirkan untuk menceraikan istrinya itu. Ia hanya menunggu waktu, dimana hatinya sudah bisa berdamai dengan keadaan hingga ia bisa menerima sosok yang baru.
Namun, itu semua tidak muda dilalui seorang Rangga. Semua kenangan tentang Fiona begitu sulit untuk ia enyahkan. Senyum, kehangatan, canda tawa mendiang istrinya terus menerus menghantui, menimbulkan emosi yang memuncak atas kerinduan yang membuatnya begitu sulit untuk berdamai dengan keadaan.
"Sebelum proses perceraian kalian, Flora akan kami bawa pulang dan anak-anak akan tetap bersama Papanya." Kata mama Zana. Begitu jelas terlihat di netranya, ada kekecewaan yang teramat besar di sana.
Mendengar ucapan mamanya, barulah Flora mendongak. Dari ekspresinya ia terlihat tidak rela akan dipisahkan dari dua keponakannya. "Ma," ucapnya lirih memohon, ia menggeleng pelan kepalanya.
"Iya, aku akui aku salah dan aku meminta maaf untuk itu. Tapi, bukankah kalian sendiri yang meminta kami menikah agar Kia dan Azka tetap mendapatkan sosok ibu, kalian menyuruhku menikahi Flora karena kalian tidak ingin cucu kalian dirawat oleh orang lain tapi kenapa sekarang menyuruh kami berpisah? Seharusnya kalian bisa memahami kenapa aku bersikap demikian, tidak mudah kehilangan orang yang sangat kita cintai." Tutur Rangga.
"Kami paham perasaanmu, Rangga. Jelas kami juga sangat terpukul atas kepergian Fiona, dia Putri kebanggaan kami. Tapi seharusnya kamu sadar Rangga, tidak baik juga terlalu lama berlarut-larut dalam kesedihan, kami sebagai orang tua juga memikirkan kamu dan cucu kami. Masa depanmu dan anak-anakmu masih panjang, kalian harus terus melanjutkan hidup dan bisa menerima kehadiran orang baru. Tapi jika akhirnya apa yang kami lakukan ini tetap tidak bisa kamu terima, kami bisa apa?" Mama Zana terlihat pasrah. Dia sangat kecewa namun tak dapat berbuat banyak selain mengakhiri apa yang sudah mereka mulai.
"Kami semua terutama Papa, sangat menyesali tindakan untuk menikahkan kalian berdua. Kami pikir, kalian berdua bisa benar-benar saling menerima tapi ternyata tidak. Jika kalian tidak bisa berbahagia dalam pernikahan kalian maka sebaiknya berpisah saja." Ucap papa Farhan dengan perasaan yang bergemuruh. Kedua matanya berkaca-kaca menatap putri bungsunya.
"Mas Digo, Mbak Sinta, kami memohon izin untuk membawa Putri kami pulang." Papa Farhan menatap kedua besannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Yang jelas, kecewa, amarah dan kesedihan berpadu menjadi satu dihatinya.
"Jujur, kami tidak ingin seperti ini," papa Digo menoleh menatap istrinya yang sudah tampak ingin menangis. Semalam, istrinya itu mengatakan tidak ingin kehilangan menantu untuk yang kedua kalinya. Seperti Fiona, mama Sinta juga sudah sangat menyayangi Flora. Tapi mereka bisa apa jika putra mereka sendiri yang tidak bisa menerima.
"Tapi jika memang itu jalan yang harus ditempuh, dengan berat hati kami harus mengizinkan. Bawalah Putri kalian pulang." Lanjut papa Digo dengan suara bergetar.
"Tapi bagaimana dengan Kia dan Azka kalau aku dan Kak Rangga berpisah?" Sejak tadi diam dengan perasaan yang berkecamuk, hanya dua keponakannya yang Flora pikirkan. Ia tidak bisa membayangkan hari-harinya ke depan tanpa Kiara dan Azka. Dirinya sudah sangat terikat dengan anak-anak sambungnya itu.
"Kamu tidak perlu memikirkan itu, Flo. Bukankah Rangga juga sudah bisa mengatasi dan mengurus anak-anaknya sendiri. Dan sekarang tugas kamu sudah selesai, Mama ucapkan terima kasih banyak karena kamu sudah merawat dua keponakanmu dengan sangat baik." Mama Sinta terbata-bata mengatakannya. Ia melihat sendiri bagaimana Flora mengasuh Azka dan Kiara, yang selalu diutamakan adalah anak-anak daripada dirinya sendiri. Tapi sayang, ketulusan Flora dalam mengasuh dua keponakannya itu ternyata hanya dianggap tidak lebih sebagai seorang pengasuh oleh Rangga.
"Dan kamu juga tidak perlu khawatir, meski Kamu bukanlah lagi istri Rangga, kamu tetap adalah Mamanya Azka dan Kia."