Jihan Lekisha, seorang gadis cantik yang mempunyai rasa sosial tinggi terhadap anak-anak. Ia selalu membantu anak korban kekerasan dan membantu anak jalanan. Karena kesibukannya dirinya sebagai aktivis sosial , pekerja paruh waktu dan seorang mahasiswa ia tidak tahu kalau kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya. Hingga suatu hari ia melihat sang kekasih tidur dengan sahabatnya. Karena hal itu ia sampai jatuh sakit, lalu dirawat ibu bos tempatnya kerja. Tetapi ujian hidup tidak sampai disana. Siapa sangka anak bosnya maalah merusak kehormatannya dan lari dari tanggung jawab. Tidak ingin nama baik keluarganya jelek di mata tetangga, Rafan Yaslan sang kakak menggantikan adiknya menika dengan Jihan.
Mampukah Jihan bertahan dengan sikap dingin Rafan, lelaki yang menikahinya karena kesalahan adiknya?
Lalu apakah Jihan mau menerima bantuan Hary, lelaki yang menghamilinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Anak yang Ditolak
Jihan dan Hary masih duduk bersama di kost. Hary tadinya tidak ingin berduan dengan Jihan. Karena wanita hamil itu ketakutan akhirnya mengajak Jihan ke kamarnya. Jihan masih membahas dirinya yang mabuk saat itu.
“Kalau suka mabuk-mabukan apa itu disebut anak baik-baik?” tuduh Jihan lagi.
“Malam itu aku memang mabuk, tapi hanya satu malam itu saja, itu karena teman-teman mengadakan pesta peyambutan atas kepulanganku, mereka mentraktirku minum-minum dan aku mabuk dan terjadi begitu saja. Dengar ... Nona Jihan. Kalau malam itu kamu diam saja aku juga tidak akan bangun, aku sudah ingat semuanya Malam itu kamu memintaku mengambil selimut kamu mengeluh dingin. Aku sudah menyelimutimu dan kamu masih bilang kedinginan, aku memelukmu, sentuhan kulitmu membuatku hilang kontrol dan terjadi begitu saja,” jelas Hary secara terperinci.
“Sudah. Sudah jangan teruskan lagi . Itu membuatku semakin marah,” potong Jihan, tidak mau disalahkan dalam hal ini ia selalu mengangap dirinya pihak yang dirugikan.
“Jangan hanya menyalahkanku Jihan. Harusnya kamu juga menyalahkan dirimu, kenapa masuk ke kamar seorang pria,” balas Hary.
Hary tidak ingin terus menerus dipersalahkan sama Jihan.
“Aku sakit dan salah masuk kamar.”
“Berarti kita sama-sama salah. Sudah jangan menyalahku terus menerus kasihan dia kalau kamu seperti itu. Kamu sudah menikah dan belajarlah untuk melupakan masa lalu.”
“Kamu enak asal bicara. Tapi kamu tidak tahu apa yang sudah aku alami. Rasa sakit malam itu masih ….” Jihan mengantung kalimatnya dan mengalihkan wajahanya, tiba-tiba merasa malu saat Hary menatapnya dengan tatapan dalam.
“Aku sudah minta maaf. Aku sudah bilang aku tidak sadar melakukannya. Aku tahu itu yang pertama untukmu, karena itu aku meinta maaf telah merusak masa depanmu. Aku berjanji aku akan selalu membantumu.”
“Membantu kepalamu,” ujar Jihan.
“Jihan, Kamu kasar. Apa orang tuamu tidak mengajarimu sopan santun?” Hary terbawa emosi.
“Aku tidak punya orang tua! Kedua orang itu membuangku dan menolakku. Kalau aku punya orang tua aku juga tidak akan susah seperti ini,” ucap Jihan mengusap air matanya dengan kasar.
Hary mematung. “Maaf,” ucapnya lagi.
“Apa kamu juga ditolak orang tuamu? Kalau begitu nasip kita sama. Sama-sama ditolak keluarga. Jadi berhenti menyebutku anak berandalan,” ujar Hary.
“Jangan mengingatkanku pada kedua orang tua itu. Aku juga tidak diminta dilahirkan ke dua ini. Mereka berdua yang memintaku dilahirkan. Tapi mereka menolakku seperti sampah. Sekarang … kamu juga membuatku sama seperti Ibuku … sempat menolak anak yang aku kandung,” ujar Jihan mengusap air matanya dengan kasar.
“Jihan, tolong jangan menyalahkanku lagi. Aku sudah bilang aku tidak ada niat sedikitpun.”
“Tapi harusnya kamu yang menikahiku Hary. Jika kamu yang menikahiku mungkin aku tidak seburuk ini.”
“Jihan, jika aku yang menikahimu kamu akan semakin membenciku melihatku tiap hari, tiap malam akan mengigatkanmu akan malam itu. Aku tidak akan mampu mengadakan pesta resepsi seperti yang dilakukan Bang Rafan. Aku tidak akan bisa memberimu makan. Kamu beruntung Bang Rafan mau menikah denganmu percayalah dia orang baik," puji Hary.
“Beruntung? Aku tidak menganggapnya keberuntungan.” Jihan menyandarkan kepalanya di atas meja dan tertidur ia meraa lelah setelah menangis. Hary hanya diam manatap wajah wanita itu dengan tatapan dalam. Sering bertengkar dan sering saling adu argumen membuat keduanga saling memahami satu sama lain.
Hary mengetahui satu rahasia Jihan. Ia anak yang ditolak kedua orang tuanya. Itulah sebabnya selama ini ia selalu membela anak-anak korban kekerasan. Karena ia sendiri mengalaminya dari ibunya dan ibu tirinya.
“Maaf, Maaf membuatmu menderita. Aku janji akan meminta Bang Rafan menjagamu sepenuhnya,” ujar Hary, ia mengusap ujung matanya. Melihat Jihan tertidur seperti itu ia merasa sangat kasihan. "Gadis yang malang," ujar Hary menghela napas berat.
Hary mengetahui banyak dengan Jihan. Begitu juga dengan Jihan ia berpikir lelaki yang menghamilinya tidak sepenuhnya salah. Ia juga salah karena masuuk ke kamar pria.
*
Saat subuh, Jihan terbangun mendengar adzan subuh berkumandang suaranya tidak asing di telinganya . Terdengar syandu saat ia mengkumandangkan azdan subuh.
‘Apa itu Hary ? Tidak mungkin berandalan sepertinya tidak mungkin pernah masuk masjid dan tidak pernah sholat’ ucap Jihan memponis dan menilai seseorang hanya karena penampilannya. Ia menutup mata dan kembali tidur..
Saat Jihan bangun ia berada diatas tempat tidur, menyadari dirinya sudah berada di atas kasur ia marah, berpikir digendong sama pria yang bukan suaminya lalu kembali menuduh Hary.
“Kamu mengendongku ke atas ranjang?”
“Mulai lagi.” Hary hanya bisa menarik napas.
“Jawab, kamu lanca-”
“Sttt … jangan berisik, suara teriakanmu bisa didengar sama kamar sebelah karena kita satu dinding,” jelas Hary menempelakn satu jarinya di bibir sang kakak ipar, memaksanya untuk berhenti mengoceh. Lalu ia menjelaskan. Jihan ingin terjatuh saat ingin berjalan ke ranjang , ia hanya membantu berjalan.
“Bukan kamu yang mengendongku?” tanya Jihan dengan tatapan menyelidiki.
“Tidak, mari serapan, aku akan mengantarmu pulang ke rumah.”
“Tidak, aku tidak mau pulang aku akan mencari kerja.” Jihan menoleh ke kursi di sana ada sajadah dan sarung terlipat rapi.
'Apa yang tadi aku dengar Hary?' Ia meggelengkan kepala berpikir tidak mungkin.
“Jihan, jangan egois, kamu akan menyakiti bayimu kalau kamu akan tetap kerja.”
“Lalu siapa yang akan membayar kuliahku kalau aku tidak kerja. Rafan? Atau Keluargamu? Kamu tau tidak apa yang dikatakan Umimu padaku? Dia memintaku pergi dari rumahnya karena dia malu sama teman-temannya dia juga memintaku pergi selamanya.”
“Jihan, katakan itu sama Bang Rafan karena dia yang bertanggung jawab sekarang padamu.”
“Aku tidak mau.”
“Maaf, aku tidak menuruti keinginananmu kali ini. Aku tidak mau membuat kesalahan ,” ucap Hary, ternyata ia sudah menelepon Rafan sebelumnya.
Saat mereka sedang serapan di luar kamar , Rafan datang. Tidak banyak basah basih, setelah mengobrol dengan Hary sebentar ia mengajak Jihan pulang ke rumah.
“Selamat datang kembali di Jakarta Jihan. Bagaimana kabarmu?”
‘Selamat datang? Aku sudah tinggal di sini hampir dua bulan . Apa Hary berbohong padanya kalau aku baru datang? Jihan membatin.
“Aku baik Pak, maaf merepotkanmu.”
“Tidak apa-apa. Hary bilang kamu tidak punya ponsel.”
“Iya, ponselku rusak.”
Sepanjang perjalanan mereka hanya banyak diam. Jihan tidak tahu harus bicara apa setiap kali bersama Rafan. Ia selalu kehabisan tofik pembicaraan. Tapi kalau sama Hary ia bisa mengoceh panjang lebar seperti burung beo, dihadapan lelaki berwajah tampan bak model ini Jihan seakan-akan mati kutu.
“Pak Rafan, saya belum siap pulang ke rumah, bisakah aku dikasih waktu?”
“Lalu kamu mau kemana?” tanya Rafan menoleh sebentar lalu fokus ke arah jalan.
“Aku ingin cari tempat kost di dekat kampus saja. Nanti kalau aku sudah siap aku akan pulang dan bicara pada keluargamu.”
“Baiklah.”
Jihan ingin mengatakan tentang kehamilannya, tetapi setiap kali melihat wajah Rafan ia tidak berdaya. Tiba di sebuah kost Jihan meminta Rafan pulang dan ia akan mencari sendiri , lagi-lagi pria itu hanya menurt, tidak ada usaha menolak itulah yang membuat Jihan bigung. Di satu sisi Hary selallu mendukungnya dengan Rafan. Namun ia tidak bisa menebak isi kepala polisi tersebut. Jihan turun tanpa menoleh dan pergi begitu saja dari mobil Rafan.
Bersambung
Bantu like, komen dan Vote berikan juga hadia ya terimakasih