Segalanya yang telah ia hasilkan dengan susah payah dan kerja keras. lenyap begitu saja. kerja keras dan masa muda yang ia tinggalkan dalam menghasilkan, harus berakhir sia-sia karena orang serakah.borang yang berada di dekatnya dan orang yang ia percayai, malah mengkhianatinya dan mengambil semua hasil jerih payahnya.
Ia pun mulai membentuk sebuah tim untuk menjalankan rencana. dan mengajak beberapa orang yang dipilihnya untuk menjalankan dengan menjanjikan beberapa hal pada mereka. Setelah itu, mengambil paksa harta yng dikumpulkan nya dari mereka.
"Aku akan mengambil semuanya dari mereka, tanpa menyisakan sedikitpun!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vandelist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Selamat membaca
“Kamu ngerti kan apa yang Abah bilang?”
“Baik Bah.”
Mereka pun melihat keadaan sekitar dengan tenang, suasana yang setiap harinya ramai serta sapaan dari para santri yang sedang membersihkan halaman. Terutama beberapa santriwati yang menyapu rumahnya. Keadaan yang selalu dirindukan setiap harinya ketika keluar jauh, keadaan yang selalu menjadi kekhawatiran pria paruh baya itu ketika sedang bertugas diluar kota.
Terutama ketika pelajaran kelasnya tidak ada yang menggantikannya. Kekhawatiran memang akan selalu mendera pria paruh baya itu. Sebab tanggung jawabnya seakan-akan dipertanyakan setiap kali dirinya sedang berada jauh dari lingkungan ini.
“Anak-anak sekarang memang rada susah kalau diatur Yan, mereka yang sebelumnya masuk ke pesantren sudah terbiasa dengan sosial media pastinya tidak terbiasa dengan lingkungan seperti ini. Apalagi beberapa santri baru, jika dinasihati akan memberontak, kamu harus sabar-sabar menghadapi mereka,”ucap Abah dengan pandangan yang tidak lepas pada di sekitarnya.
Deryan hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Sulit rasanya ketika ia menjalani kehidupan yang sama sekali bukan keinginannya, dan harus terpaksa menerima semua yang ada di sini. Rasanya ia benar-benar terperangkap ke dalam penjara yang dibuat oleh kedua orang tuanya. Hal yang sama sekali tidak di inginkannya, dengan mengikuti ekspetasi orang-orang sekitar, benar-benar membuatnya tersiksa.
Rasanya ia benar-benar ingin melawan mereka semua, hanya saja ia masih takut dengan kemarahan Abahnya yang sering kali membuat dirinya sakit di sekujur tubuh. Hanya ada cara kotor untuknya bisa keluar dari tempat ini, dan melakukan hal yang menyenangkan di luar sana. Ia benar-benar menantikan waktu itu.
“Yan kamu sudah memilih calon yang akan jadi pasanganmu nanti?”tanya Abah yang kini beralih menatap anaknya.
Deryan kini menatap Abahnya, untuk kesekian kalinya pertanyaan yang ingin sekali dihindarinya dan ingin sekali ia membantah ucapan orang tua itu. “Belum Bah, Deryan... belum ketemu yang cocok,”jawab Deryan dengan suara sopannya.
Abah menghela napas panjang. Sudah berkali-kali ia menunjukkan foto seorang calon pasangan yang menurutnya cocok untuk anaknya. Namun, sang anak belum juga menemukan pilihan yang tepat. Padahal, dari semua calon yang ia ajukan, hampir semuanya dinilai sangat sesuai, terutama dari segi bibit, bebet, dan bobotnya. Menurut Abah, mereka benar-benar pas untuk Deryan.
“Nak umurmu sudah waktunya untuk membina rumah tangga, dan sudah waktunya kamu menggantikan Abah untuk mengajar di sini. Umur Abah sudah terlalu tua untuk berjalan ke kelas yang atas, kamu tahu kan kaki Abah ini sering pegel linu kalau naik ke kelas atas itu,”tunjuk Abah pada gedung atas yang berada tidak jauh dari pandangannya. “Abah ingin kamu menyebarkan ilmu kamu yang telah dipelajari selama ini. Abah tidak ingin ilmu itu berhenti hanya di diri kamu, nanti kamu malah jadi egois karena tidak membagikan ilmu-mu.”
“Baik Bah, Deryan akan memikirkannya nanti,”jawab Deryan.
Abah tersenyum samar dan menepuk pundak anaknya dengan penuh kasih. Anak yang telah ia besarkan sejak kecil itu kini telah tumbuh menjadi seorang pria dewasa yang siap membina rumah tangga. Ia merasa bangga atas didikannya yang berhasil membimbing sang anak untuk menjaga pergaulan dengan baik. Terlebih, ia selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kesucian dan tidak pernah terjerumus dalam hubungan yang diharamkan sebelum menikah. Sungguh, kebahagiaan tiada tara bagi seorang orangtua ketika berhasil mengantarkan anaknya untuk senantiasa menapaki jalan yang lurus dan penuh kebaikan.
“Ternyata anak Abah sudah sangat dewasa, Abah harap setelah kamu menikah nanti kamu harus menjadi imam yang baik untuk keluargamu ya nak,”titah Abah pada anaknya.
Hal yang ingin sekali ia lawan Abahnya ketika berucap seperti itu. Telinganya seakan dipaksa untuk mendengarkan siraman rohani setiap harinya ketika ia tak benar-benar ingin mendengarkannya. Ia hanya berharap hari harus cepat malam, agar dirinya bisa melakukan hal yang sangat disukainya. Setelah itu melepaskan sejenak pikiran buntu yang menderanya seharian.
“Semoga waktu malam semakin cepat,”batin Deryan.
µµ
“Mari pak,” sapa Deryan pada tetangga sekitar.
Malam yang lama dinantikannya akhirnya tiba. Untuk kesekian kalinya, ia keluar dengan pakaian yang sama seperti saat mengajar, dan kembali merasakan kebahagiaan saat bertemu sang kekasih.
Ya, malam yang begitu dinantikannya dengan wajah sumringah ini, ia bisa melakukan kebebasan untuk kesekian kalinya. Tak perduli dengan apa yang dipelajarinya selama ini, selagi ia merasakan kesenangan dan membuatnya bahagia ia akan melakukan itu. Dosa yang melekat padanya tak ia pedulikan sekarang, karena ia sedang bahagia dalam melakukannya.
Hal haram yang membuatnya senang, dan hal haram yang tak pernah dilakukannya selama ini. Ia tahu bahwa kenikmatan hanyalah sesaat dan tak akan abadi. Namun ia merasa kenikmatan sesaat ini harus ia lakukan setiap malam dan harus selalu ia rindukan agar bisa abadi. Meskipun hanya sesaat.
Sudah cukup dirinya terkekang dengan cekokan pendalaman keyakinan yang hanya membuatnya tersiksa hingga ia tidak bisa menyalurkan kreativitas, dan meraih cita-citanya. Ia hanya ingin menikmati hidup yang tak pernah dilakukannya selama ini. Serta menghindari beberapa jam dari orang tuanya yang selalu membuatnya menderita.
“Datang-datang langsung sumringah aja,”ucap seseorang yang menungguinya sedari tadi.
Deryan yang melihat hal itu pun mematikan montor nya dan berjalan ke arah orang itu. Lalu duduk di sebelah kursinya dan menyalakan rokok untuk menikmati nikotin yang terkandung. Benar-benar menyenangkan dan membahagiakan.
“Gimana hari ini, masih tersiksa dengan kehidupanmu itu?”tanya orang itu padanya.
Deryan mengebulkan rokoknya. “Seperti biasa nggak ada yang membuatku tenang selain berada di sini. hidupku di rumah itu sangat menyiksaku setiap saat. Apalagi peraturan yang selalu diucapkan orang tuaku benar-benar menyiksaku.”
Deryan mengepulkan asap rokoknya. “Sepertinya tidak ada yang membuatku tenang selain nongkrong di sini. Hidup di rumah itu benar-benar ngeselin, apalagi aturan-aturan dari orang tua yang membuatku makin sesak. Rasanya seperti di penjara dan disiksa secara perlahan.”
“Sama lah kalau begitu, nggak ada yang benar-benar istimewa selama di sini. Semua selalu belajar tentang keyakinan setiap saatnya, hal yang sangat memuakkan dan membuatku ingin bunuh diri.”
“Daripada bunuh diri lebih kita melakukan sesuatu hal menyenangkan malam ini.”
Mereka saling tatap dengan pemikiran yang sama. Hal yang menyenangkan untuk dilakukan, dan Deryan sangat ingin melakukan hal itu bersama dengan kekasihnya itu. Seorang pemuka agama dari keyakinan yang berbeda yang sama-sama tersiksa dengan kehidupan sehari-hari.
“Aku sudah sangat ingin merasakan batangmu bergerilya di dalam mulutku.”
narasi nya panjang banget thor.. salut/Rose/
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩