Menceritakan perjalanan raja iblis tak terkalahkan yang dulu pernah mengguncang kestabilan tiga alam serta membuat porak-poranda Kekaisaran Surgawi, namun setelah di segel oleh semesta dan mengetahui siapa dia sebenarnya perlahan sosoknya nya menjadi lebih baik. Setelah itu dia membuat Negara di mana semua ras dapat hidup berdampingan dan di cintai rakyat nya.
Selain raja iblis, cerita juga menceritakan perjuangan sosok Ethan Valkrey, pemuda 19 tahun sekaligus pangeran kerajaan Havana yang terlahir tanpa skill namun sangat bijaksana serta jenius, hidup dengan perlakukan berbeda dari ayahnya dan di anggap anak gagal. Meskipun begitu tekadnya untuk menjadi pahlawan terhebat sepanjang masa tak pernah hilang, hingga pada akhirnya dia berhasil membangkitkan skill nya, skill paling mengerikan yang pernah di miliki entitas langit dengan kultivasi tingkat tertinggi.
Keduanya lalu di pertemukan dan sejak saat itu hubungan antara bangsa iblis dan ras dunia semakin damai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAJIL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35
Di tengah-tengah kesunyian ruangan bos Dungeon, Brock mencoba mencairkan suasana dengan candaannya. "Mungkin pemimpin Dungeon ini takut pada keberadaan kita, Bos. Wha-ha-ha," katanya dengan tawa menggelegar, seperti biasa.
"Sepertinya begitu. Ha-ha-ha," jawab Enzo sambil tersenyum, meskipun matanya tetap siaga menyapu ruangan yang penuh tekanan.
Namun, Leo yang lebih serius tidak bisa menahan diri untuk mengingatkan. "Jika memang dia takut, mana mungkin tekanan energi sebesar ini masih terasa. Kita harus selalu berhati-hati." Suaranya penuh peringatan, sementara matanya terus mengamati setiap sudut ruangan dengan tajam.
Enzo hanya tertawa kecil mendengar peringatan itu. "Tenang saja, Leo. Jika dia berani keluar, kita hanya perlu menghajarnya saja, bukan? Bukankah begitu, Brock?" katanya dengan nada santai sambil melirik rekannya.
"Wha-ha-ha, benar sekali, Bos!" sahut Brock sambil mengepalkan tangannya dengan penuh semangat.
Leo mendesah pelan, jelas-jelas tidak puas dengan sikap santai mereka. "Terserah kalian berdua, tapi aku akan tetap waspada. Sekecil apa pun ancamannya, aku tidak akan lengah." Sorot matanya tetap terfokus, mengamati setiap bayangan dan pergerakan di ruangan itu.
Wusssssh!
Suasana santai mereka tidak bertahan lama. Tiba-tiba, sebuah angin kencang bercampur api hitam pekat muncul dari kegelapan, menghempas mereka bertiga tanpa ampun. Serangan itu begitu kuat, menghancurkan lantai di bawah mereka dan melempar tubuh mereka ke segala arah seperti daun yang tertiup badai.
Duaaaaaaaak!
Tubuh mereka terpental kesana kemari menghantam dinding ruangan dengan keras. Dinding itu retak, menciptakan suara gemuruh yang menggema di seluruh ruangan.
Leo, yang sudah bersiap sebelumnya, berhasil mengurangi dampak serangan itu dengan kuda-kuda yang ia persiapkan. Namun, saat ia melihat ke arah rekan-rekannya, sebuah pemandangan yang aneh membuatnya mengerutkan kening.
Enzo dan Brock tergeletak dalam posisi yang tidak masuk akal—Brock dengan tubuh terjepit di antara dua pilar ruangan, dan Enzo tergantung terbalik dengan ekspresi yang tampak lebih kesal pada keadaannya daripada serangannya.
"Kalian baik-baik saja?" tanya Leo dengan nada datar, meski sebenarnya ia menahan tawa.
Enzo berusaha melepaskan dirinya sambil menggerutu. "Ya, aku baik-baik saja... Hanya posisi ini yang sedikit... tidak nyaman."
"Cih... ku rasa aku perlu menurunkan berat badan," ucap sedikit kesal Brock sambil berusaha membebaskan dirinya dari pilar yang menghimpit.
Leo menghela napas sambil memijat pelipisnya. "Kalian berdua... kadang aku heran kenapa aku bisa bertahan hidup dengan kalian sejauh ini."
Namun, sebelum mereka bisa benar-benar beradaptasi, hawa lebih berat mulai kembali terpancar dari kegelapan, menggetarkan ruangan. Aura hitam pekat mulai berkumpul, menandai kedatangan sesuatu yang jauh lebih berbahaya daripada serangan barusan.
"Berani-beraninya kau melakukan ini pada kami! Cepat keluar, atau kami yang akan memaksamu!" teriak Enzo, suaranya menggema di ruangan penuh kegelapan. Ia bangkit dengan cepat, meskipun debu masih melayang di sekelilingnya. Senyumnya tetap terukir, penuh kepercayaan diri yang tak tergoyahkan.
Brock, yang berhasil membebaskan dirinya dari pilar, mengangguk setuju sambil meregangkan bahunya. "Tampaknya kita harus memberikan pelajaran, Bos," ucapnya, wajahnya kembali dihiasi tawa kecil yang khas.
Leo, di sisi lain, hanya menghela napas berat sambil menggelengkan kepalanya. "Sudah ku bilang, tapi kalian tidak mendengarkan. Tetap saja ceroboh," gumamnya, matanya tetap waspada mengamati setiap sudut ruangan.
Enzo menoleh ke arahnya dengan senyum yang tidak pernah luntur. "Tenang saja, Leo. Dia akan segera menyesal melakukan serangan kejutan tadi," katanya santai, meski situasi mereka sama sekali tidak berada di pihak yang menguntungkan.
Brock menambahkan dengan nada menggelegar. "Cepat keluar! Jangan paksa kami memporak-porandakan tempat ini!" Seruannya penuh semangat, seperti seorang prajurit yang tidak takut pada apa pun.
Namun, hanya gema suara mereka yang menjawab. Udara semakin tebal dengan aura kegelapan semakin terasa lebih mengerikan lagi, seakan-akan sesuatu sedang mengintai mereka. Menunggu momen yang tepat untuk menyerang.
Leo merapatkan genggamannya pada pedang, mengingatkan lagi dengan nada dingin, "Ini bukan waktunya untuk bersantai. Kalian berdua... selalu seperti ini, tapi ingat, kita hanya dapat satu kesempatan melawan ancaman seperti ini."
Enzo tertawa kecil sambil menatap ke arah bayangan gelap di depannya. "Baiklah, baiklah. Kalau begitu, mari kita beri dia sambutan yang pantas." Suaranya penuh keyakinan, meskipun suasana semakin mencekam. Brock dan Leo menyiapkan posisi mereka, tahu bahwa apa pun yang menunggu di balik kegelapan itu bukan musuh yang mudah dihadapi.
Saat itu, sebuah suara dalam yang menggetarkan jiwa akhirnya terdengar, mengisi ruangan dengan intensitas yang menekan. "Kalian benar-benar terlalu meremehkan Dungeon hitam... Tapi aku suka keberanian kalian." Aura energi mengerikan dan api hitam mulai berkumpul, membentuk sosok besar dan mengerikan di depan mereka.
Sosok itu kini muncul sepenuhnya, menampilkan tubuh yang dilapisi sisik hitam pekat seperti baja, dengan api hitam yang berkobar di seluruh tubuhnya. Sayap besar dari api hitam terbentang di punggungnya, memancarkan aura intimidasi yang begitu kuat. Wajahnya menampilkan rahang dengan gigi tajam yang berkilauan, menambah kesan mengerikan pada sosok tersebut.
"Mampu mengalahkan seluruh pasukanku dengan mudah... Itu cukup mengesankan," ucapnya dengan suara rendah yang menggema, penuh tekanan yang menusuk. "Jarang ada makhluk yang bisa melangkah sejauh ini. Aku ucapkan selamat."
Setelah itu, dia melanjutkan dengan nada dingin namun penuh makna. "Keturunan Yagasril... He-he-he."
Mendengar nama ayahnya disebut, Brock terlihat terkejut. Matanya membulat, dan ekspresinya berubah serius. Dalam hatinya, dia tahu sosok di depannya pasti sangat berbahaya. Fakta bahwa dia dapat menyebut nama Yagasril tanpa efek apa pun membuktikan levelnya jauh di atas makhluk biasa atau yang lebih mengerikan sosok di depannya setara dengan ayahnya.
"Sepertinya kau mengenal ayahku," ucap Brock tegas, nadanya berubah menjadi lebih serius. "Dan fakta bahwa kau bisa menyebut namanya tanpa terkena efek dominasi menandakan kau bukanlah makhluk sembarangan."
Enzo, yang sedari tadi tampak santai, akhirnya angkat bicara. "Apa maksudmu, Brock? Ada sesuatu yang belum aku ketahui?" tanyanya dengan nada penuh rasa ingin tahu.
Brock menghela napas panjang sebelum menjelaskan. "Di dunia ini, setiap makhluk yang menyebut nama ayahku tanpa rasa hormat atau penghormatan khusus akan terkena efek dominasi tekanan. Namun, dia..." Brock menatap tajam ke sosok di depan mereka. "Dia menyebut nama ayahku dengan mudah tanpa efek apa pun. Itu artinya dia berada di level yang benar-benar berbeda."
Leo, yang berdiri di samping mereka, tetap siaga. Tatapannya tajam, dan genggamannya pada pedang semakin erat. "Kalau begitu, ini bukan ancaman biasa. Kita tidak bisa lengah sedikit pun," katanya dengan suara rendah, namun penuh tekad.
Sosok itu hanya tersenyum tipis, api di tubuhnya semakin berkobar. "Efek kecil seperti itu tidak berlaku padaku. Aku telah melihat dan melewati hal yang jauh lebih besar dari itu," ucapnya, suaranya semakin berat.
"Oh, jadi begitu... Sepertinya kau bukan musuh yang bisa diremehkan," Brock menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya meskipun tekanan dari sosok itu terasa luar biasa berat sembari sedikit canggung.
Namun, Enzo, seperti biasa, tidak menunjukkan sedikit pun rasa gentar. "Santai saja... Kita hanya perlu menghajarnya seperti musuh-musuh sebelumnya. Tidak perlu takut apalagi berpikir negatif. Kita pasti menang. Lagipula, dia seorang diri, sementara kita bertiga," ucapnya, senyum khasnya masih menghiasi wajahnya.
Brock, yang tadinya canggung, perlahan mulai tersenyum legah kembali. "Aman, Bos. Wha-ha-ha," katanya sambil tertawa, mencoba mencairkan suasana tegang yang menyelimuti mereka.
Enzo mengangguk puas mendengar jawaban itu, lalu mengalihkan pandangannya ke Leo. "Baguslah, bagaimana denganmu, Leo? Apa kau siap?"
Leo menarik napas dalam, matanya menatap tajam ke arah musuh mereka. Meskipun aura intimidasi dari sosok itu membuat tubuhnya sedikit bergetar, ia tidak mundur. "Woke, Bos. Meskipun jiwaku bergetar, aku selalu siap kapan pun," jawabnya tegas, menyiratkan tekadnya untuk bertarung hingga akhir.
"Baguslah," ucap Enzo dengan senyum yang semakin lebar. Lalu, dia melangkah maju dan menunjuk langsung ke arah musuh. "Hei, kau, monster jelek! Bersiaplah, kami akan menghajar mu tanpa ampun!" teriaknya, suaranya menggema di seluruh ruangan bos Dungeon.
__________________
Nama : Ifrit sang raja api.
Status : Bangsa roh magis, salah satu dari empat roh jahat ultra superior (setingkat dengan empat tetua naga) Salah satu dari 6 penyeimbang alam dunia.
Ultimate : - (belum di sebutkan).
__________________