Baru sebulan terikat oleh tali kasih pertunangan dengan pria yang selalu Ayasha panggil Om Rafael, pupus seketika di saat tunangannya berbagi peluh dengan wanita lain. Hancur berkeping-keping hati Ayasha, kecewa dengan pria yang masih saudaranya, ternyata Om Rafael sudah menjalin hubungan spesial dengan sekretarisnya, Delia.
"Aku cinta dan benci dirimu, Om Rafael. I will FORGETTING YOU forever!" teriak Ayasha menahan gejolak emosinya.
"Begitu susahnya aku untuk meminta maaf padamu, Ayasha!" gumam Rafael menatap kepergian Ayasha.
Melupakan segalanya termasuk melupakan Om Rafael menjadi pilihan akhir Ayasha yang baru saja lulus SMU, disaat hatinya hancur gadis itu memilih pindah ke luar kota, dan menyelesaikan pendidikannya ke jenjang S1.
5 tahun Ayasha melupakan mantan tunangannya. Mungkinkah Allah mempertemukan mereka kembali? Jika di pertemukan kembali apa yang di rasakan oleh Om Rafael? Masihkah ada rasa di hati Ayasha untuk Om Rafael atau sudah ada pengganti Om Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ulah Rafael
Satya masih menanti pak bosnya di lobby sambil mengobrol ringan dengan staf resepsionis, sembari sesekali melirik ke arah coffe shop.
Derrt ... Derrt ... Derrt
Suara nada dering ponselnya membuat Satya mendesah, dan menyunggingkan salah satu sudut bibir tebalnya.
“Ck ... dia lagi yang telepon,” gumam Satya sendiri.
“Halo, ada apa lagi?” sapa Satya ketus.
“Mas Satya kok ketus banget sih. Jangan begitu dong, mana Mas Rafael ... aku ingin bicara, dari tadi aku hubungi ke ponselnya tidak di angkat juga?” tanya Delia dari sambungan teleponnya, yang ke sekian kalinya ke Satya.
Pak Bos lagi sibuk menguntiti mantan tunangannya jadi sampai lupa sama dirimu ... Batin Satya.
Pengen banget sang asisten pribadi Rafael bilang seperti itu, tapi sama saja penyakit baru buat Ayasha, karena Delia itu wanita yang menyebalkan dan berani berbuat apa saja jika ada wanita yang berani mendekati Rafael.
“Pak Rafael sedang meeting dengan karyawan di sini,” jawab dusta Satya, cari aman.
“Ck ... rapat terus, dia gak ingat apa ... Aku ditinggali sendiri di sini. Tapi ngomong-ngomong karyawan cewek di sana gak ada yang genit kan sama Mamasku tercinta?” selidik Delia.
Prett ... mamasku tercinta ... ejek batin Satya.
Satya jadi ngurut dada kalau sudah di tanya masalah seperti itu, bagaikan mata-mata buat Delia kalau menjawabnya. “Kalau Pak Rafael sangat mencintaimu, harusnya kamu tidak perlu khawatir, wanita secantik apapun Pak Rafael takkan tergoda,” ejek Satya, kemudian memutuskan sambungan teleponnya.
Di sebrang sana Delia terlihat mendengus kesal atas jawaban Satya, ditambah wanita itu menajamkan kedua netranya, menatap tangannya yang tengah menggenggam figura ukuran 3R yang baru saja ditemukannya di laci meja Rafael, foto Rafael dan Ayasha saat bertunangan, mereka terlihat tersenyum bersama dan saling menatap, itulah potret foto tersebut.
PRANG!
Delia melempar figuran foto tersebut ke lantai, hingga kaca figuran tersebut pecah. “Jahat kamu, Mas Rafael! Kenapa masih menyimpan fotomu dengan bocah itu! Selama ini sudah ada aku, wanita yang kamu cintai ... Mas Rafael!” teriak Delia menggebu-gebu.
...----------------...
Coffe Shop
Urusan kerja sama sudah selesai, agenda kerja Darial mesti kembali ke kantor.
“Ayasha boleh minta ponselmu, kayaknya saya tidak punya nomor ponselmu,” pinta Darial, karena selama ini mereka berkomunikasi melalui line telepon kantor.
“Buat apa Kak Darial?”
“Saya ingin kirim nomor ponsel pribadiku, bukankah kita sekarang sudah berteman?”
Refleks Ayasha memberikan ponselnya, dan Darial segera menyimpan nomor ponselnya lalu miss call ke ponselnya sendiri.
“Kapan-kapan saya mau ajak kamu makan malam, mau kan?” tanya Darial.
“Kalau saya tak sibuk ya Kak Darial.”
“Baiklah nanti saya hubungi kamu, jangan lupa di terima teleponnya. Dan terima kasih banyak untuk hari ini,” ucap Darial, penuh kepuasan.
“Sama-sama Kak Darial, saya juga terima kasih karena Kak Darial sudah menyetujui dan sepakat dengan kerja sama ini.”
Pria itu tersenyum hangat, lalu bangkit dari duduknya. Begitu pula dengan pria yang ada di belakang Ayasha turut beranjak dari duduknya, kemudian memutar balik badannya agar bisa melihat jelas wajah Darial. Pria itu menajamkan matanya kepada pria yang baru saja selesai bicara dengan Ayasha.
Tak lama Ayasha bangkit dari duduknya, karena ingin mengantar Darial ke luar lobby, namun apa yang terjadi.
Rafael menyenggol bahu Ayasha dari belakang, agak mendorong ketika melewati gadis itu, tanpa di sadari Rafael, paha Ayasha menyenggol meja, hingga meja tersebut goyang dan cangkir yang masih ada sisanya jatuh mengenai rok sepan Ayasha dan meluncur bebas ke atas lantai.
PRANG!
Bunyi pecahan gelas itu sangatlah nyaring, membuat langkah Rafael berhenti dan memutar balik badannya.
Ayasha sendiri sedang terkejut dengan roknya yang sudah basah serta gelas yang sudah terjatuh, kemudian menegakkan wajahnya, ingin melihat siapa yang menyenggol bahunya dengan sengaja. Gadis itu tidak menyangka jika Rafael berada di coffe shop.
Pria itu menyeringai tipis ketika melihat Ayasha dari tempatnya berdiri, sedangkan Ayasha hanya bisa menahan kekesalannya setelah tahu siapa pelakunya.
Sejak kapan Om Rafael ada di coffe shop?
“Kamu baik-baik saja kan, siapa tadi yang sengaja menyenggol kamu?” tanya Darial cemas, dan mulai mencari pria yang dia lihat wajahnya tadi.
“Gak pa-pa kok Kak, mungkin orang itu tidak sengaja.”
“Tidak sengaja apanya, tadi terlihat jelas kalau dia menyenggol bahu kamu kok.”
Ayasha memberanikan diri untuk menahan lengan Darial, yang ingin menghampiri Rafael yang masih berdiri tak jauh dari keberadaan mereka berdua, karena Darial melihatnya dengan jelas. “Sudah Kak, saya tak mau ada keributan, ini hanya masalah kecil,” pinta Ayasha, menenangi Darial yang ikutan kesal.
“Kalau begitu kamu ikut saya, membeli baju ganti. Tidak mungkin kamu bekerja dengan pakaian yang basah dan kotor ini,” pinta Darial, menarik tangan Ayasha untuk pertama kalinya. Sosok Darial terlihat seperti penolongnya dari kekacauan yang terjadi, ulah Rafael.
Gadis itu kembali menahan lengan Darial. “Sebentar Kak.” Ayasha memanggil waiters untuk merapikan meja dan pecahan gelas, baru gadis itu mengikuti Darial.
Rafael mengetatkan rahangnya semakin tegas, denyut di sisi dahinya terlihat bergerak akibat menahan emosinya sendiri, gara-gara melihat Darial masih memegang pergelangan tangan Ayasha.
Di saat Ayasha dan Darial melewati Rafael, gadis itu menatap datar pria itu walau sebenarnya dia kesal.
“Di jam kerja tidak diperkenankan untuk keluar kantor kecuali dinas di luar kantor!” tegur Rafael ketika mereka lewat, ya ... Rafael mendengar dengan jelas jika Darial mengajak Ayasha untuk membeli baju ganti.
Ayasha tidak menggubrisnya, sedangkan Darial yang ingin menjawab Rafael, gadis itu menggelengkan kepalanya seolah meminta jangan di tanggapi pria itu, akhirnya Darial memilih keluar dari coffe shop dengan Ayasha, mereka tidak peduli dengan sorot mata Rafael yang begitu tajam.
Keterlaluan kamu, Ayasha! ... geram batin Rafael.
...----------------...
Baru kali ini Ayasha melanggar peraturan kantor, tapi ini juga karena keadaan yang mendadak, tidak mungkin dia bekerja dengan pakaian kotor. Mau tidak mau gadis itu mencari baju ganti di Mall Malioboro, ditemani oleh Darial, pria itu sangat perhatian dengan Ayasha walau mereka baru dekat.
Setelah mendapatkan baju yang pas dan sesuai, gadis itu langsung menggantinya dan Darial segera membayarkan tagihannya sebelum Ayasha membayarnya.
“Kak Darial, kok sudah di bayar tagihannya, saya kan gak enak jadinya," ujar Ayasha terlihat canggung.
“Jangan sungkan Ayasha, anggap aja ini baju hadiah dari saya untukmu, hadiah awal pertemanan kita,” jawab santai Darial.
“Terima kasih banyak, sebagai gantinya kapan-kapan saya traktir makan di angkringan,” balas Ayasha, tulus.
“Boleh, bagaimana kalau besok. Pulang kerja saya jemput?”
“Oke ... Boleh,” jawab cepat Ayasha, tanpa banyak berpikir lagi.
Setelah selesai berbelanja Darial dan Ayasha berpisah di depan Mall, gadis itu tidak enak kalau Darial kembali mengantarnya ke hotel, padahal dengan senang hati pria itu mengantarnya kembali.
Lima belas menit kemudian Ayasha kembali ke hotel, di lobby terlihat Lena mondar-mandir seperti menunggu seseorang.
“Oh Ayasha, dari mana saja kamu?” tanya Lena di saat melihat kedatangan Ayasha, orang yang di tunggunya.
“Ada apa memangnya?”
“Ponsel kamu kok gak bisa di hubungi sih, udah berapa kali di coba gak aktif terus.”
“Ponsel aku wess mati, kena tumpahan air di coffe shop waktu ketemu Pak Darial.”
“Astaga, pantas saja. Ya udah sekarang mending kamu sekarang ke ruang GM deh, dari tadi kamu di cariin sama Pak Rafael. Makanya aku cari-cari kamu dari tadi!” pinta Lena.
Sejenak Ayasha menarik napasnya dalam-dalam dan menghembusnya kasar.
“Ada apa Pak Rafael mencariku?” tanya Ayasha pura-pura tidak tahu, padahal tahu penyebabnya.
“Justru itu aku gak tahu, dan aku pengen tahu ... kenapa bisa tiba-tiba kamu di panggil dan minta menghadap beliau.”
“Ya udah aku titip ini, baju aku kena tumpahan kopi, dan tolong cek ponselku ya," pinta Ayasha, sambil menyodorkan paper bag.
“Pantas aja baju kamu beda, ternyata habis beli baju baru toh.”
“Mmm....” gumam Ayasha, gadis itu pun berlalu, kemudian menuju ruang GM yang ada di lantai 1.
Mau apalagi Om Rafael panggil, bukankah sudah cukup dengan pembicaraan tadi pagi!
...----------------...
Ruang General Manager.
Tok ... Tok ... Tok!!
“Masuk!” sahut seseorang dari dalam ruangan.
Ayasha yang masih berdiri di luar ruangan, mengatur napas nya sejenak, baru buka pintu dan masuk ke dalam ruangan.
Rafael yang duduk di kursi tampak menajamkan matanya ke arah pintu, menanti sosok gadis yang di panggilnya.
“Permisi,” ucap Ayasha ketika masuk ke ruangan.
“Harus berapa lama aku menunggu kamu datang menghadapku!” sentak Rafael dengan wajah tanpa bersalah, dan tatapan menyalang.
Ayasha belum mendekati Rafael, namun sudah di kena bentak. “Maaf Pak Rafael, aku tidak tahu jika Bapak memanggil, lagi pula Bapak kan tahu kenapa bisa menunggu lama! Bukankah ini ulah Bapak sendiri!”
Pria itu berdecih dan menatap kesal gadis itu, Rafael bisa melihat baju kerja Ayasha sudah berbeda dengan sebelumnya, berarti gadis itu benar-benar pergi dengan pria itu.
“Jangan asal menuduh, Ayasha!”
“Aku tidak asal menuduh, lagi pula space jalan antar meja di coffe shop itu cukup untuk tiga orang, dan tak mungkin saling menyenggol seperti masuk ke gang sempit. Sudah bisa dipastikan jika Bapaklah yang sengaja menyenggol saya!” balas Ayasha.
Pria itu beranjak dari duduknya, lalu melangkahkan kakinya agar lebih dekat dengan Ayasha. “Sekarang sepertinya kamu sudah pandai berdebat, sudah pandai berbicara dengan laki-laki, dan ternyata pandai juga merayu. Aku tak menyangka,” sindir Rafael, tatapan matanya terlihat seperti merendahkan dirinya.
Ayasha mendesah dan memutar malas kedua bola matanya. “Terima kasih atas pujiannya Pak Rafael! Ya aku memang pandai berbicara dengan laki-laki dan juga pandai merayunya, bukankah sebagian tugas karyawan marketing harus bisa bernegosiasi, demi keuntungan perusahaan! Kalau orang marketing tidak pandai merayu dan bernegosiasi dengan costumernya, lalu apa yang akan di dapatkan oleh Perusahaan? ... Bukankah tugasku menjual fasilitas di hotel ini hingga hotel ini dapat pemasukan!” jawab Ayasha lugas.
Pria itu tampak kesal dengan sanggahan Ayasha, namun memang benar apa yang di jabarkan oleh Ayasha, tak berkutik lah Rafael. Gadis itu menyeringai tipis dan menantang tatapan mantan tunangannya.
bersambung ....
ayat yg lebih sesuai.