Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergulatan Batin
Ruby?.
"Benarkah?." Sean masih terpaku, bahkan saat tubuh wanita hamil itu sudah dimasukan ke dalam mobil salah seorang staf resto agar lebih cepat sampai ke rumah sakit. "Tapi mana mungkin, bukankah Ruby sudah..."
Ponsel pintarnya yang tersimpan di saku, bergetar. Ia lekas memeriksa dan mendapati nama sang ibu pada layar.
Sean menghela nafas, enggan untuk menjawabnya. Sementara itu Wira tergopoh menyambutnya diikuti oleh beberapa karyawan lain.
"Se-selamat datang, Tuan. Maaf atas kekacauan yang baru saja terjadi." Wajah Wira sudah pucat. Teringat akan peraturan resto yang tak mengizinkan wanita hamil untuk bekerja di tempat ini.
"Hem, memang kejadian apa yang baru saja terjadi?."
Wira terlihat menelan saliva berat, begitu pun wajahnya yang kian pucat.
"Ada seorang karyawan resto yang baru saja melahirkan," jawab Wira takut-takut.
"Di tempat ini?." Sesungguhnya Sean hanya sedang pura-pura bertanya. Apa yang ia lihat tadi tentu sudah menjadi jawaban atas pertanyaannya.
"Be-benar, Tuan."
"Ikut ke ruanganku," titah Sean yang langsung berjalan cepat menuju ruangannya.
Wira menghela nafas berulang. Sejujurnya dengan menerima Ruby berkerja justru menjadi resiko besar pada karirnya. Pekerjaanya kini bisa saja hilang dalam waktu sekejap andai Sean mengungkit tentang prosedur wajib perusahaan.
Wira mengikuti langkah Sean dengan gamang. Sementara Sean pun demikian. Sekilas bayangan seseorang yang mirip dengan Ruby, menghantui benak.
Ruby, mana mungkin? Bukankah dia sudah pergi bersama pria siialan itu? Dan lagi pula perempuan tadi sedang melahirkan, sedangkan Ruby?.
Sean meraup wajahnya kasar. Coba membuang bayang-bayang perempuan melahirkan mirip Ruby yang tak seharusnya ia ingat.
Sean menghempaskan bobot tubuh di kursi kebesaran. Sementara Wira berdiri tegap di depan meja kerjanya. Sejenak pandangan ke dua pria itu saling bertubrukan.
"Jelaskan padaku, apa kau mempekerjakan wanita hamil di resto ini?."
Wira memejamkan mata sesaat. Saat sepasang mata itu kembali terbuka, ia bisa melihat kobaran amarah dari ke dua mata pria yang kini duduk di hadapannya.
"Benar, Tuan." Jawaban Wira terhenti, namun Sean seolah masih ingin mendengar penjelasan lain. "Saya Iba padanya, hingga menerimanya bekerja meski dalam keadaan hamil besar. Awalnya saya menolak, hanya saja selepas dia menjajal kemampuan yang dimiliki, akhirnya saya menerima."
"Dan apa yang menjadi kekhawatiranku benar-benar terbukti 'kan?."
"Maafkan saya, Tuan." Wira menundukan kepala. Sesungguhnya prosedur perusahaan yang melarang perempuan hamil bekerja adalah untuk meminimalisir kejadian tak terduga seperti yang dialami Ruby. Melahirkan mendadak di tempat kerja yang memiliki lokasi cukup jauh dari pusat kesehatan. Tentu akan berbahaya andai tidak ditangani dengan cepat.
"Kau tau, kita bisa saja dituntut andaikata Ibu dan bayinya mengalami suatu kejadian fatal, hingga tidak dapat diselamatkan?."
Wira menghela nafas, ia kembali memejamkan mata. Bayangan Ruby yang digotong keluar dengan wajah meringis kesakitan muncul dipelupuk mata.
Semoga Ruby baik-baik saja.
"Setelah kejadian ini aku harap kau bisa bekerja dengan baik. Mematuhi prosedur yang ada dengan hanya menerima pekerja baru sesuai dengan kriteria."
"Baik, Tuan."
"Keluarlah," titah Sean pada Wira.
"Baik, saya akan segera meminta para pelayan untuk mempersiapkan makan siang anda." Tak menunggu persetujuan, Wira pun menundukan kepala dan berbalik badan. Ia akan memerintahkan kepada bebrapa pelayan untuk mempersiapkan makan siang Sean, tentunya dengan sajian yang sudah direkomendasikan sebelumnya.
💗💗💗💗💗
Sean menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Batinya masih sibuk berperang dengan akal fikiran.
Ruby, benarkah?.
Sampai Wira mengiring langkahnya kesebuah meja untuk menikmati santap siang, Sean masih tetap sibuk dengan fikirnya.
Menatap sajian pembuka yang dihidangkan, Sean tampak tak berminat. Ia hanya mencicipinya saja. Wira yang berdiri memperhatikan, dibuat bertanya-tanya. Pria itu fikir jika koki yang ditunjuk tak bekerja secara optimal hingga masakan yang disajikan sama sekali tak menggugah selera sang Tuan.
Saat disodori hidangan utama pun, Sean melakukan hal yang sama. Makan sekenanya. Dan tak terlihat menikmati.
Di tempatnya Wira menghela nafas berulang. Berbeda dari pertama kali Sean dantang, kali ini rupanya masakan para koki benar-benar mengecewakan.
Sampai pada sajian penutup. Sean mengerutkan kening begitu mendapati jika bukan Manggo regal dessert lah yang disajikan melainkan puding coklat yang terkemas apik dalam box.
"Manggo?." Tanya Sean pada Wira seraya menunjuk pada puding coklat. Tangannya bahkan sudah memegang sendok kecil untuk bisa menikmati makanan penutup kesukaannya, namun apa yang di dapat?.
"Maaf, Tuan. Asisten koki pembuat desert Manggo lah yang tadi melahirkan dan sayangnya ia belum sempat menyelesaikannya sebelum dilarikan ke rumah sakit."
Sendok di tangan Sean terjatuh. Tubuhnya seakan mematung begitu mendengar ucapan Wira jika perempuan melahirkan itulah yang pada saat itu membuatkan desert mangga untuknya.
"Desert Mangga, perempuan itu yang membuat? Bukankah kau bilang jika pembuatnya chef Mario?."
Wira mulai menarik nafas jengah. Otaknya tajam juga, begitu fikir Wira.
"Benar, dia Asisten koki Mario, dan di antara mereka berdua Ruby lah yang lebih pandai untuk membuat desert mangga."
"Apa, Ruby?."
"Asisten koki Mario bernama Ruby, Tuan." Wira menjelaskan.
"Ruby?." Sean kian tercengang. Berfikir lagi. Mungkinkah jika perempuan yang lihat tadi benar-benar Ruby mantan istrinyan?.
"Lebih tepatnya, Ruby Alexandara. Itu nama lengkapnya, Tuan."
Sean menelan ludahnya kasar sementara bibirnya merapalkan sebuah nama.
Ruby Alexandra. Kau bahkan sudah melahirkan setelah beberapa bulan berpisah dariku.
Tbc.
Dinikmati alurnya lebih dulu. Pelan-pelan😀 Karna sesuatu kebenaran akan terungkap di waktu yang tepat😊. Trims atas like komen dan dukungannya🙏🙏🙏
la ini malahan JD bencana gr2 percaya Sama mamaknya