Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesona Pria Matang
Ellia dan Ares terlihat sedang fokus berkutat dengan laptop, buku dan alat tulis masing-masing. Keduanya sama-sama fokus untuk belajar dan menyelesaikan tugas mereka. Walaupun, memang beberapa kali Ares akan melirik ke arah Ellia, tanpa gadis itu sadari.
"El, siang ini kita akan makan apa?" Tanya Ares santai. Sudah jadi kebiasaannya kalau sedang bermain ke rumah Ellia, ia akan ikut makan siang di sana.
"Aku belum memikirkannya. Sebentar, aku cek bahan-bahan di dapur dulu." Jawab Ellia, lalu dengan cepat ia segera melihat bahan-bahan yang ada.
Ternyata hampir tidak ada bahan masakan lagi, ia lupa belum belanja kemarin. Bahkan, pagi ini dia juga kesiangan setelah begadang untuk menyicil tugas kuliahnya yang sangat banyak.
"Res, sepertinya kita harus belanja dulu deh. Kamu tunggu di sini aku ke pasar dulu gimana?" Tawar Ellia sembari mengambil tas dan dompetnya di kamar.
"Akan aku antar. Ayoo." Ajak Ares yang lebih dulu keluar rumah. Ellia sampai geli dibuatnya.
Lalu, keduanya pun segera berjalan menyusuri jalan setapak sampai dimana Ares memakirkan sepeda motornya. Baru setelahnya, mereka segera berangkat ke pasar.
"Apa kita gak ke supermarket aja?" Tawar Ares, ketika melihat beberapa supermarket yang sudah mereka lewati di sepanjang jalan.
"Tidak. Boros tau. Harga barang di supermarket mahal dan hanya dapat dikit. Kalau di pasar, selain harga terjangkau, dapat banyak bisa dapat bonus lagi." Ucap Ellia menjelaskan dengan antusias.
"Haha. Baiklah."
Tak berapa lama kemudian, mereka berdua sampai di pasar. Setelah memarkirkan sepeda motor, Ellia segera berkeliling pasar berburu apa saja yang ingin ia beli. Tentu saja dengan Ares yang mengikutinya. Ares terus menerus merasa kagum melihat Ellia.
"Haduh-haduh, lihatlah pasutri muda ini. Lagi lengket-lengkatnya yaa." Tegur salah satu penjual di sana yang melihat interaksi Ellia dan Ares. Terlebih Ares yang terus menatap Ellia dengan tatapan hangat. Membuat siapa saja bisa salah paham.
"Kami bukan ..."
"Hahaha, terima kasih bibi." Seru Ares cepat saat Ellia ingin membantah ucapan penjual itu.
"Kamu sangat beruntung mendapatkan gadis cantik itu. Jaga dia baik-baik ya. Lengah sedikit saja, kamu bisa kehilangannya." Saran bibi penjual dan diangguki oleh Ares. Ellia, hanya bisa terdiam melihat itu. Kenapa pula Ares mengiyakan kesalah pahaman itu?
"Kalau begitu ini bibi kasih diskon ya. Itung-itung buat mendo'akan kalian berdua." Ucap penjual itu ramah. Seketika Ellia yang kebingungan jadi ikut antusias dengan kesalah pahaman itu. Ia segera merangkul lengan Ares dengan manja.
"Terima kasih banyak bibi. Saya dan suami akan menikmatinya." Ucap Ellia senang. Apalagi Ares yang terlihat terpaku dengan kata 'suami' dari Ellia.
Setelah di rasa semua keperluannya sudah selesai di beli. Mereka berdua segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Ares membantu Ellia merapikan belanjaan. Baru setelahnya Ellia mulai memasak di bantu Ares. Dan masakan pun jadi, bertepatan dengan kedatangan paman Yunus.
"Selamat datang paman. Ayo makan siang, makanannya sudah siap." Panggil Ellia senang.
"Selamat datang paman". Sapa Ares sopan.
"Kau ini ya, tiap main ke rumah pasti ujung-ujungnya numpang makan juga." Sindir Yunus saat duduk di samping Ares.
"Hehehe. Aku kan juga sudah seperti anak paman sendiri.* Jawab Ares menggoda Yunus. Paman Yunus tak menanggapi dan mulai makan.
Mereka makan bersama dengan hangat, sambil mengobrol dan beberapa kali melemparkan candaan. Memang benar paman Yunus sudah lebih akrab dengan Ares. Ia tahu, Ares adalah pemuda yang baik dan sangat memperhatikan Ellia. Cuman, ia masih tetap mengawasi Ares dengan ketat. Restunya tidak akan semudah itu ia dapatkan. Baik Ares atu pemuda lain yang ingin membangun hubungan romantis dengan Ellia.
Setelah makan siang selesai, paman Yunus pamit untuk kembali bekerja. Sedangkan Ellia dibantu oleh Ares membersihkan peralatan makan tadi.
"Oh ya El, kamu gak mendengar sama sekali kapan tuan muda Gavin akan kembali?" Tanya Ares tiba-tiba.
"Hmm, enggak tahu. Tak ada info atau rumor apapun terkait kepulangannya." Jawab Ellia mengingat-ingat.
Setelah sekian lama, Ellia mendengar nama itu lagi. Mungkin beberapa kali ia mendengar gosip dari kakak-kakak pelayan. Hanya saja semua kabar itu simpang siur. Sudah delapan tahun berlalu, semenjak terakhir kali ia bertemu dengan Gavin. Terlebih tiga tahun belakangan ini ia sudah tak berkirim pesan lagi dengan Gavin.
Sebelumnya, Ellia masih cukup sering berikirim pesan dengan Gavin untuk melaporkan pekerjaannya. Ataupun melakukan pekerjaan random yang Gavin berikan padanya. Namun, karena ponselnya rusak saat kelulusan sebelum masuk kuliah waktu itu. Semua komunikasi dengan Gavin jadi terputus. Ia juga tidak bisa dengan sengaja meminta nomor Gavin pada kepala pelayan ataupun nyonya Irene.
Akhirnya, perlahan selama tiga tahun belakangan ini Ellia semakin lupa dengan Gavin. Ia masih sesekali datang ke rumah pohon untuk membersihkannya, namun Gavin masih belum pulang juga. Yah, mungkin Gavin sudah betah dan memutuskan untuk tinggal di luar negeri saja pikirnya.
"Kenapa memangnya?" Tanya Ellia penasaran.
"Enggak. Hanya saja izin buat aku bermain kan saat beliau tak ada di sini. Aku takut saja, kalau dia tiba-tiba kembali dan mencabut izin itu. Aku kan tak bisa main ke sini lagi." Jelas Ares.
"Haha. Kamu mengkhawatirkan sesuatu yang gak perlu Res. Kalau kita tak bisa bertemu di rumahku. Aku yang bisa ke rumahmu, kalau kamu izinkan sih. Atau kita juga bisa ketemu di luar, lagian kita juga satu kampus." Tawa Ellia mendengar ketakutan Ares. Sedangkan, Ares hanya mengerucutkan bibirnya tanda kesal mendengar ejekan Ellia. Terdengar sepele memang. Tapi, bagi Ares itu sangat berarti.
...
Di sebuah apartement mewah di negera yang berbeda. Seorang pemuda dewasa sedang fokus menatap layar komputer di depannya. Kaca mata kerja yang bertengger di hidungnya terpasang dengan sempurna. Sesekali ia menyesap kopi yang ada di mejanya. Lengan baju yang ia gulung sampai siku menyibak otot lengannya yang indah dan maskulin. Garis rahangnya tajam dan alisnya juga tebal.
Pemuda itu adalah Gavin. Tuan muda Gavin Alvano Adhitama. Pesona Gavin yang memang sudah tampan dari usia remajanya, kini semakin terlihat mempesona. Pesona pria matang. Usianya kini 26 tahun.
Setelah menyelesaikan studynya tepat waktu, ia memang berencana untuk kembali. Namun, pembukaan perusahaan barunya ternyata cukup menyita waktu lebih lama dari prediksinya. Ia baru akan meninggalkan perusahaannya itu di bawah komando manager yang ia tunjuk dan ketika kondisinya sudah stabil. Seperti saat itu.
"Akhirnya, selesai ... Aku bisa pulang." Ucap pemuda itu puas setelah melihat diagram yang menunjukkan peningkatan pesat dari omset dan perkembangan perusahaannya.
Gavin menatap pemandangan lewat kaca di belakangnya. Banyaknya gedung-gedung tinggi dan lalu lalang kendaraan menghiasi kota itu. Pemandangan yang sudah ia lihat selama tujuh tahun belakangan. Dan kini ia sangat merindukan kampung halamannya. Rumahnya yang hangat dengan ibunya di sana, tamannya yang indah, hutannya yang rindang, dan rumah pohonnya yang nyaman. Sekilas ia mengingat seorang gadis kecil juga ada di rumah pohonnya itu.
"Bagaimana penampilannya sekarang ya?" Gumam Gavin dengan sudut bibirnya yang sedikit terangkat.
.
.
.
Bersambung ...