Pengorbanan seorang istri demi kebahagiaan sang suami, mengharuskan Hanum berbagi bukan cuma raga tapi juga hati. "Saya terima nikah dan kawinnya Amalia binti Ahmad dengan seperangkat alat sholat di bayar tunai."
"Sah.... sah"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🕊R⃟🥀Suzy.ೃ࿐, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Perkenalan
Deg
"Rrr … rio," lirih Amel yang masih mematung, melihat sang mantan kekasih tersenyum melihatnya.
Bukan mantan, tepatnya kekasih karena di antara mereka belum ada kata perpisahan yang terucap baik dari bibir Rio maupun dari Amel.
"Mel, kok bengong bawa masuk sini minumannya!" tegur Ilham.
Amel berjalan gontai, jantung nya berdegup kencang ada perasaan takut, yang tiba-tiba hinggap di hati Amel.
Amel meletakkan minuman yang ia bawa di atas meja, masih dengan memaksakan untuk tersenyum, Amel mempersilakan bos juga tamu dari bos nya, untuk meminum teh yang ia bawakan.
"Silahkan Pak dan saya pamit untuk kembali bekerja."
"Hmm."
"Tunggu," ucap Rio.
Amel berhenti seketika, saat Rio mencegahnya untuk keluar dan di saat yang bersamaan, Ilham menyerngit, menatap Rio bingung.
Amel berbalik menatap dan tersenyum canggung, "Bapak butuh yang lain lagi?" tanya Amel sopan.
"Oh, tidak cuma ingin tau saja siapa namamu? Soalnya aku punya kekasih yang wajahnya hampir mirip denganmu." kekeh Rio.
"Nama saya Amelia Pak, sekretarisnya Pak Ilham."
"Oh, kenalkan namaku Rio Dewanto, sahabat dari bos mu ini," ucap Rio dengan mengulurkan tangan tanda perkenalan.
Amel menyambut ragu uluran tangan Rio, sejenak ia menatap Ilham ragu.
Tanpa Amel dan Ilham sadari Rio memperhatikan sikap keduanya dan tersenyum miring, "Kena kau." ucap Rio dalam hati.
"Jadi nona sekretaris, apakah dirimu tidak mau berkenalan denganku?" tanya Rio memelas.
"Ah, iya Pak saya Amelia! Bapak boleh memanggil saya dengan panggilan Amel saja." ucap Amel sembari menerima uluran tangan Rio sebagai salam perkenalan.
"Ok, dan jangan panggil saya Bapak. Saya ini masih single belum menikah gak seperti Ilham yang sudah beristri, panggil aku Mas saja kalau tidak Abang juga boleh." kekeh Rio.
"Baik Pak, eh Mas kalau begitu saya pamit dulu."
"Ya terima kasih untuk teh nya."
Amel mengangguk dan berlalu meninggalkan ruangan dimana bos dan temannya itu tinggal.
"Hufft, sialan kenapa bisa ada Rio disini." umpat Amel setelah ia keluar dari ruangan bos nya.
***
"Bisnis apa yang ingin kau bicarakan denganku?"
Rio yang masih tersenyum menatap punggung gadisnya itu, tersentak saat Ilham bertanya padanya.
"Ehem, rencana nya aku ingin membuka usaha kosmetik kau tau lah gimana perusahaan keluarga ku bergerak di bidang ini!"
"Hmm," Ilham menganggukan kepala mendengar ucapan Rio, "Tapi kan gue gak bergerak di bidang kosmetik Rio, gue gak punya pengalaman di bidang ini."
Rio menepuk keningnya, "Gue tau Ilham, karena itu gue cuma menawarkan siapa tau dirimu mau ikut menanam saham di usaha baru gue?"
"Tapi pasti gak nih, jangan sampai rugi karena baru percobaan," ucap Ilham ragu.
"InsyaAllah gak akan soalnya gue juga punya investor lain," ucap Rio meyakinkan.
"Investor lain, siapa?"
"Kamu tau kan, nama Sakha Abimana pengusaha ternama yang bergerak di bidang perhotelan dan kuliner itu?" tanya Rio.
Sejenak Ilham berpikir, seakan ia pernah mendengar nama itu tapi belum pernah berjumpa sekali pun. Ilham hanya mengangkat bahu mendengar ucapan Rio.
"Astaga Ilham hidup lo kemana aja, nama pengusaha sekelas Sakha Abimana saja kamu tak tau, ck!" decak Rio.
Ilham hanya tersenyum seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Ck, ya sudah nanti kalau usaha ku ini jadi akan ku perkenalkan dirimu dengan Sakha, karena ia juga temanku." kekeh Rio.
"Ya sudah nanti kamu kabarin aja gimana rencananya, kirim saja proposal nya kemari kalau cocok aku ikut." kata Ilham menyudahi pembicaraannya.
"Siap bos, kalau begitu aku pamit dulu masih ada hal yang harus aku lakukan."
"Hmm."
Rio berjalan meninggalkan ruangan kantor Ilham tak sengaja di pertengahan jalan ia berpapasan dengan Amel.
"Hallo sayang, kamu belum lupa kan sama aku?"
"Kamu ngapain disini Rio?" tanya Amel panik.
"Yang pastinya aku kesini untuk bekerja sama dengan Ilham dan juga untuk terus menempel padamu," bisik Rio di telinga Amel.
"Kamu jangan macam-macam, Rio!"
"Husttt, bukan macam-macam tepatnya satu macam saja dan akan ku pastikan kamu akan menikmati itu." desis Rio seraya meninggalkan Amel dengan perasaan kacau.
***
Di tempat lain, Hanum sudah rapi dan hanya tinggal menunggu sang adik datang menjemput.
Tak lama terdengar suara salam yang diucapkan dari luar, "Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam," gegas Hanum membuka pintu karena yang ditunggu sudah datang.
"Ayo Mbak keburu sore nih." ucap Ardi dari luar.
"Kamu gak mau masuk dulu Ar?" tanya Hanum dari dalam.
"Gak usah Mbak, Ardi buru-buru masih ada tugas yang belum selesai."
"Ya sudah Mbak ambil tas dulu ya?"
Hanum bergegas masuk kembali untuk mengambil tas dan juga mengunci pintu rumah.
"Udah yuk kita jalan," ajak Hanum.
"Siap jangan lupa pegangan Mbak, biar gak jatuh, karena jatuh di aspal itu tak seindah jatuh cinta." kelakar Ardi.
"Ish, kamu ini bercanda terus." ucap Hanum sembari mencubit pinggang adiknya.
"Aduh sakit mbak,"
Hanum yang mendengar adik nya mengeluh, hanya tertawa tanpa berniat ingin meminta maaf.
***
Tak terasa waktu berjalan sangat cepat, selesai Hanum membagikan semua baju dan makanan kecil untuk anak-anak, kini ia duduk bersandar di kursi taman, sambil menunggu Ardi menjemputnya kembali.
"Ehem,"
Hanum menoleh saat mendengar suara deheman di belakang punggungnya.
"Maaf saya mengganggu ya, Mbak?" tanyanya sambil tersenyum.
"Oh, tidak Pak silahkan duduk."
"Mbak menunggu siapa? kenapa tidak menunggu di dalam saja."
"Saya sedang menunggu adik yang akan datang menjemput Pak."
"Boleh tidak jangan memanggil saya dengan sebutan Bapak, saya belum menikah lho!" gurau nya.
"Oh, maaf." sesal Hanum.
"Tidak apa-apa, boleh kita kenalan biar enak menyapa kalau misalnya ketemu di jalan atau ketemu lagi disini.
"Saya Sakha Abimana, panggil saja Sakha kalau tidak Abang atau Mas juga boleh," kekehnya.
"Saya Hanum, Pak eh Bang maksudnya."
"Iya Mbak Hanum," ucapnya menggoda.
"Hanum saja Bang, saya rasa usia kita tidak terlalu jauh untuk di panggil Mbak," ucap Hanum.
"Baiklah saya akan memanggil nama saja ya, Hanum."
Hanum hanya mengangguk, mengiyakan ucapan orang yang baru saja ia kenal. Tak lama terdengar suara sepeda motor berhenti di pekarangan panti asuhan.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," ucap Hanum dan Sakha bersamaan.
"Maaf Mbak, udah nunggu lama ya? tadi motor Ardi mogok di jalan."
"Iya gak papa, Mbak juga baru selesai kok, ya sudah yuk kita pulang." ajak Hanum.
"Yuk, ibu sudah masak kesukaan Mbak Hanum, kata ibu sebelum antar Mbak pulang, Mbak harus mampir dulu untuk makan." ucap Ardi panjang lebar.
"Ya sudah kalau begitu Mbak mampir nanti."
Saat bersiap akan pulang Hanum menoleh sejenak dengan seseorang yang tadi juga duduk tak jauh darinya. "Saya pamit pulang dulu ya Bang dan terima kasih untuk yang kemarin."
"Iya Hanum, hati-hati di jalan."
Saat Hanum sudah menjauh pergi ia baru ingat, "Terima kasih untuk yang kemarin, apa maksudnya?" tanya Sakha dalam hati.
***
Nah lho Bang Sakha apa itu yang kemarin, hehehehe
itu anak siapa?