Ciara lemas setengah mati melihat garis dua pada alat tes kehamilan yang dipegangnya. Nasib begitu kejam, seolah perkosaan itu tak cukup baginya.
Ciara masih berharap Devano mau bertanggung jawab. Sialnya, Devano malah menyuruh Ciara menggugurkan kandungan dan menuduhnya wanita murahan.
Kelam terbayang jelas di mata Ciara. Kemarahan keluarga, rasa malu, kesendirian, dan hancurnya masa depan kini menjadi miliknya. Tak tahan dengan semua itu, Ciara memutuskan meninggalkan sekolah dan keluarganya, pergi jauh tanpa modal cukup untuk menanggung deritanya sendirian.
Di jalanan Ciara bertaruh hidup, hingga bertemu dengan orang-orang baik yang membantunya keluar dari keterpurukan.
Sedangkan Devano, hatinya dikejar-kejar rasa bersalah. Di dalam mimpi-mimpinya, dia didatangi sesosok anak kecil, darah daging yang pernah ditolaknya. Devano stres berat. Dia ingin mencari Ciara untuk memohon maafnya. Tapi, kemana Devano harus mencari? Akankah Ciara sudi menerimanya lagi atau malah akan meludahinya? Apakah Ciara benar membunuh anak mereka?
Apapun risikonya, Devano harus menerima, asalkan dia bisa memohon ampunan dari Ciara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni Erlinawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan Sifat
Devano masih termenung menatap langit-langit kamarnya. Meratapi nasib yang seakan-akan tengah mempermainkan dirinya karena selama 3 bulan belakangan ini ia terus mencari keberadaan Ciara dibantu dengan para anak buahnya. Seluruh kota di Indonesia bahkan sampai keluar negeri pun Devano sudah mencarinya namun yang ia dapatkan tetap nihil tak ada tanda-tanda sedikitpun tentang keberadaan Ciara dan itu berhasil membuat dirinya seperti orang gila akhir-akhir ini.
Tatapan matanya kini teralihkan oleh suara ketukan pintu kamarnya.
"Masuk!" perintah Devano sembari membenarkan posisi tubuhnya untuk duduk.
Tak berselang lama setelahnya, pintu kamar tersebut terbuka dan menunjukan tubuh kedua orangtuanya di sana. Devano mengkerutkan dahinya saat melihat kedua orangtuanya tersebut masuk kedalam kamarnya.
"Ada apa Mom, Dad?" tanya Devano saat orangtuanya kini sudah berada dihadapannya. Daddy Tian pun mendudukkan tubuhnya disamping Devano tak berbeda dengan Mommy Nina yang juga duduk disebelah Devano disisi yang lain.
"Dev, Mom dan Dad mau ngomong sama kamu," ucap Mommy Nina.
"Silahkan," tutur Devano.
"Kamu kan sekarang udah lulus S1 kan?" tanya Mommy Nina.
"Iya. Terus?"
"Dad dan Mom punya rencana untuk kamu melanjutkan pendidikanmu di Amerika sekaligus kamu hendel perusahaan Daddy yang disana." Devano tampak melongo mendengar ucapan dari Daddy Tian.
Saat Devano ingin membantah ucapan dari Daddy Tian, Mommy Nina lebih dulu berucap, "Gak ada bantahan Dev. Ini juga buat masa depan kamu dan juga perusahaan Dad yang disana tak ada yang mengurus. Apa kamu mau lihat perusahaan yang Daddymu bangun harus gulung tikar begitu saja. Ayolah Dev jangan egois." Devano menghela nafas. Masalahnya dengan Ciara saja belum selesai dan kini ia harus menanggung beban untuk perusahaan yang tengah mengalami penurunan yang drastis.
"Kenapa harus Dev? Kenapa gak Dad aja?"
"Daddy kamu juga lagi ngurus perusahaan yang disini Devano."
"Ya sudah Dev aja yang ngurus perusahaan disini dan Dad yang di Amerika."
"Gak bisa Dev. Sudahlah jangan bantah lagi. Ini perintah dari kita berdua. Minggu depan kamu udah harus berangkat kesana. Tiket sudah Mommy pesan. Tak ada penolakan dan kamu harus mau," final dari Mommy Nina yang sudah tak bisa diganggu gugat lagi.
Devano hanya bisa menghela nafas berat saat orangtuanya sudah pergi dari kamar pribadinya.
Devano mengusap wajahnya, beban pikirannya kini bertambah. Sebenarnya ia tak masalah jika harus ke Amerika meneruskan pendidikan dan juga memegang kendali perusahaan Daddy Tian disana namun yang menjadi masalahnya saat ini adalah ia belum mengetahui keberadaan Ciara saat ini yang membuat dirinya enggan untuk pergi dari Indonesia takutnya nanti saat dirinya pergi, Ciara akan kembali kerumahnya yang akan menyebabkan dirinya membuang waktu lagi untuk bertemu dengan Ciara yang sudah ia cari beberapa bulan belakangan ini. Dan sudah ia pastikan jika itu terjadi maka dirinya bisa gila beneran.
Tangan Devano kini tengah meraih ponsel yang ia taruh di samping tubuhnya dan menatap layar ponsel tersebut dengan tatapan sulit diartikan.
"Cia, kamu dimana? please pulang," gumamnya tanpa mengalihkan pandangannya dari foto Ciara yang berada di layar ponsel Devano.
"Maafin aku Ci. Aku benar-benar minta maaf sama kamu karena ucapanku dulu. Aku nyesel, aku sadar sekarang atas perbuatanku dulu. Pulang lah Ci, aku mohon jangan hukum aku seperti ini," sambung Devano dengan air mata yang tiba-tiba luruh begitu saja.
Devano terus menatap layar ponselnya, hingga layar ponsel tersebut berubah menjadi tampilan telefon dari Vino. Dengan malas Devano mengangkat panggilan dari sahabatnya tersebut.
"To the point!" ucap Devano dengan dingin.
📞 : "Anjim, baru juga diangkat udah nyuruh to the point aja. Basa-basi dulu kek atau seenggaknya ngucapin salam gitu," protes Vino dari sebrang.
"Gue matiin kalau gak ada yang penting."
📞 : "Eh eh eh jangan dong. Gitu aja ngambek kayak anak perawan." Devano menghela nafas harus ekstra sabar menghadapi sahabatnya yang satu ini.
"Buruan!'
📞 : "Ck. Lo mau ikut kumpul gak sama temen-temen nanti?" tanya Vino.
"Gak ada waktu."
📞 : "Ada si Gebi lho Vin disana."
"Gak peduli."
📞 : "Ada si Oki juga. Dia tambah wow lho bodynya, yakin lo gak mau enak-enak sama dia?"
"Gak," jawab Devano singkat.
📞 : "Disana nanti juga ada...." belum juga Vino menuntaskan perkataannya, Devano lebih dulu memotong ucapannya.
"Gue gak peduli mau ada siapa saja wanita penggoda di sana, berapapun jumlahnya, bodynya seperti apapun gue gak peduli, Vin!" geram Devano.
📞 : "Ck kenapa sih lo akhir-akhir ini susah banget kalau diajak ngumpul? Padahal dulu lo paling seneng kalau diajak maksiat. Lah sekarang kumpul jarang banget bahkan kehadiran lo bisa kita hitung itu pun kalau ngumpulnya dirumah gak di club. Kalau pulang kuliah juga udah ngibrit duluan gitu aja. Bahkan para wanita lo udah lo cuekin semua mana pada nerornya ke gue lagi. Pada minta penjelasan dimana lo berada, rindu sentuhan Lo katanya. Cih menjijikan!" umpat Vino sembari bergidik ngeri dengan para wanita koleksi Devano itu. Dia akuin kalau dirinya juga nakal seperti Devano tapi nakalnya masih di batas wajar hanya minum-minuman beralkohol saja. Kalau masalah wanita ia hanya menemani mereka sekedar makan malam, jalan-jalan dan lain sebagainya tanpa skinship pastinya.
"Mereka semua buat lo sekarang. Gue udah gak butuh lagi. Gue tutup dulu."
Tut Tut Tut
Sambungan telepon mereka berdua pun akhirnya usai.
"Dasar temen gak punya akhlak. Gue doain lo jadi bapak dadakan biar tau rasa," geram Vino dengan segala sumpah serapah yang keluar dari mulutnya begitu saja tanpa difilter sedikitpun.
...*****...
Sedangkan disisi lain Ciara tengah membaringkan tubuhnya setelah semua aktivitas hari ini selesai. Perut buncitnya yang sudah memasuki usia 7 bulan pun membuat dirinya tak sabar lagi menunggu sang baby keluar dari perutnya.
"Minum susu udah, sekarang mari kita tidur sayang," ucap Ciara sembari mengelus perutnya dan pada saat itu pula terjadi pergerakan dari baby di dalam seakan-akan menjawab ucapan dari Ciara.
Ciara tersenyum, "Kita tidur dulu ya, mainnya besok lagi oke." Perut yang tadinya penuh gerakan dari sang buah hati pun kini menjadi lebih tenang.
"Anak baik. Sehat-sehat di dalam ya sayang. 2 bulan lagi kita akan ketemu. Good night baby," ucap Ciara sembari mencari posisi ternyamannya sebelum menjelajahi alam mimpi nantinya.
Kini malam telah berganti menjadi pagi. Suara kicau burung terdengar begitu merdu ditelinga Ciara yang baru saja bangun dari tidur yang tak terlalu nyenyaknya. Memang selama perutnya tambah besar, posisi tidur yang dulunya sangatlah nyaman kini berubah menjadi posisi yang tak ia sukai. Bahkan semua posisi tidur telah ia lakukan namun tetap saja tidurnya tak senyenyak dulu saat perutnya masih rata. Tapi mau bagaimana lagi, ia hanya bisa menikmati itu semua saat ini dengan lapang dada.
Setelah semua nyawanya terkumpul, Ciara bergegas mencuci mukanya terlebih dahulu dan setelah itu ia akan melakukan aktivitas paginya yaitu jalan santai di sekitar rumahnya sembari mencari tukang sayur yang biasanya akan mangkal di gang kompleks perumahan tak jauh dari kediaman Ciara saat ini.
love you sekebon /Heart//Heart//Heart//Heart//Heart/
kayak mo nggruduk apa gitu serombongan si berat /Smirk//Smirk/