Cantik, cerdas dan mandiri. Itulah gambaran seorang Amara, gadis yang telah menjadi yatim piatu sejak kecil. Amara yang seorang perawat harus dihadapkan pada seorang pria tempramental dan gangguan kejiwaan akibat kecelakaan yang menimpanya.
Sanggupkah Amara menghadapi pria itu? Bagaimanakah cara Amara merawatnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHIRLI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jomblowati
Amara berdiri sembari menatap dirinya sendiri melalui pantulan cermin pada pintu lemari pakaian di kamarnya.
Ia sudah siap dengan pakaian dinas lengkap dengan jilbab. Diraihnya ponsel serta tas yang berada di nakas. Tersenyum mantap, Amarapun mengayunkan langkah keluar dari kamar.
Saat menutup pintu kamar, dilihatnya Diana tengah duduk di ruang makan bersama sang suami.
Melihat Amara muncul, Diana yang semula sedang mengobrol dengan suaminya--yang seorang polisi--itu langsung memanggil. "Mara."
Karena terkejut, Amara yang tengah mengendap-endap hendak keluar itu seketika menghentikan langkah. Aduh, ketahuan, keluhnya dalam hati sambil meringis dan menggigit bibir bawah. Sontak ia berbalik badan dan menyunggingkan senyum canggung pada pasangan suami istri itu.
"Sarapan bareng yuk?" ajak Diana kemudian.
"Iya Mbak, makasih. Tapi ini, aku lagi buru-buru banget. Soalnya--"
"Halah alasan," potong Diana.
Langsung diam, Amarapun segera menurunkan tangannya yang sudah terangkat dan menunjuk ke arah luar.
"Sepagi ini buru-buru mau kemana, heumm?" tanya Diana dengan mata menyipit seolah sedang menyelidik.
"Aku mau ke mini market dulu mbak, ada yang mau dibeli," jelas Amara kemudian.
"Hemmm?" Diana menautkan alisnya, sementara Amara langsung mengangguk cepat untuk meyakinkan.
"Padahal aku sudah memasak nasi goreng buat kamu, loh. Tuh," tutur Diana sambil melirik pada sepiring nasi goreng dengan asap yang masih mengepul. Nasi goreng itu tersaji di meja yang biasa Amara tempati, seolah memang sengaja dibuat khusus untuk dia.
Amara memasang wajah lemas. "Tapi Mbak--"
"Kalau kamu buru-buru pergi, lalu siapa yang makan nasi gorengnya? Kan, sayang ...," tutur Diana sambil menyebik dan memasang mimik sedih.
Plis, jangan pasang wajah sedih gitu, dong. Jangan karena aku nggak tegaan, malah bikin Mbak jadi tegaan gitu sama aku! Tapi kalau di tinggal pergi sayang juga sih. Nasi goreng buatan Mbak Diana, kan enak banget. Bagus juga buat kesehatan dompet aku yang sedang sekarat. Lumayan kan, bisa ngirit karena nggak perlu beli sarapan, pagi ini, he-he, batin Amara.
"Mar, lama amat mikirnya?"
Panggilan Diana mengejutkan Amara. Gadis berjilbab itu tersenyum kikuk. Sesaat kemudian ia menggeser pandangan dan menatap suami Diana yang rupanya tengah tersenyum ramah ke arahnya. "Hehe, Mas," sapanya sambil mengangguk sopan.
"Ayo dong. Rezeki nggak boleh ditolak, lho," goda Diana sambil mengedipkan sebelah mata.
"Kamu malu sama aku? Apa aku perlu pergi dulu?" sahut suami Diana dengan nada tak enak hati.
"Ah enggak kok, enggak!" Amara menyangkal cepat sambil mengibaskan tangannya. Kini justru dirinya yang merasa tidak enak hati.
"Terus?"
"He-he, aku cuma nggak mau ganggu kalian," jelas Amara sambil menggigit bibirnya.
"Ganggu apaan! Dah sini buruan!" tutur Diana kesal seolah tak ingin mendengar penolakan.
Memaksakan senyum, mau tak mau Amara menyanggupi. Gadis dengan pakaian dinas serba putih itu kemudian melangkah perlahan mendekati meja makan dan duduk mengambil posisi di seberang Diana.
"Nah, gitu dong. Kan aku jadi senang," ucap Diana dengan bibir tersenyum lebar. "Nih minumannya," imbuhnya sambil mengangsur gelas berisi jus jeruk yang baru saja ia tuang ke depan Amara. Tak lupa pula mengambilkan sendok serta garpu pada gadis yang baru seminggu dikenalnya.
"Terimakasih Mbak, Mas." Amara mengangguk sopan. Sedetik kemudian ia menatap Diana dengan bibir menyebik. "Maaf Mbak, aku jadi merepotkan."
Diana justru tertawa renyah menanggapi sikap tak enak hati Amara. "Merepotkan apa sih, enggak kok. Kita malah senang, lagi. Lebih rame aja sarapan bertiga. Iya kan, Sayang ,,,?" ucap Diana sambil menatap sang suami dengan mata berbinar senang. Tangannya pun bergerak menyentuh lengan suaminya penuh kelembutan. Amara melirik sekilas lalu segera membuang muka. Malu.
"Lagi pula Mbak sengaja masak banyak biar cukup untuk kita bertiga," lanjut Diana lagi. Ia tersenyum lalu menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulut dan mengunyahnya penuh perasaan. Menatap Amara yang masih bengong dan memalingkan wajah, ia kemudian berucap, dengan mimik wajah kesal. "Ayo dong di makan. Kok malah di anggurin aja kaya pacar yang diselingkuhin," candanya kemudian sambil tersenyum lebar.
Keceriaan Diana itu menular pada Amara dan suaminya. Dua orang itu spontan tertawa, entah karena lucu atau untuk menghargai wanita periang itu.
"Iya mbak, aku makan kok. Makasih ya."
"Iya, iya."
Amara lantas memegang sendok dan garpunya, lantas dengan canggung menyuapkan sesendok ke mulutnya.
Diana terdiam sejenak sambil mengamati gerak-gerik Anara. "Nggak perlu sungkan," sindirnya pada Amara yang masih terlihat kikuk.
Mendengar itu Amara hanya meringis sambil mengunyah nasi gorengnya dengan gaya cantik.
"Bagaimana, enak tidak?" Tanya Diana meminta pendapat.
Amara langsung mengangguk dan mengacaukan jempolnya. Sebab ia tak bisa menjawab dengan mulut terisi makanan. Cepat-cepat menelan makanannya, ia kemudian berucap, "Enak kok mbak. Enak banget, malah."
Mata Diana melebar dengan binar senang. "Yang benar?"
"Hu'um." Amara mengangguk mantap.
"Aaa ,,, terima kasih," ucap Diana sambil tersenyum penuh haru, lantas mengalihkan pandangannya pada sang suami yang lebih banyak diam sejak Amara gabung. Bukannya tak mau bicara, ia hanya sedang memberi kesempatan pada dua wanita ini untuk saling bercanda. "Sayang habiskan makanannya ya, mau aku suapi?"
Pria bernama Bagaskara itu tersenyum manis. "Tentu saja aku mau Sayang," jawabnya sambil memandangi istrinya dengan penuh cinta. Ia membuka mulutnya menyambut suapan Diana. "Terima kasih, Cintaku," ucapnya sambil membelai pipi sang istri dengan lembut.
Lagi-lagi Amara hanya bisa mengalihkan pandangan demi menghindari adegan romantis pasangan kasmaran ini. Ia kemudian menunduk dalam, menatap nanar butir-butir nasi goreng yang masih bersemayam di piring makannya. Hai nasi, kapan kau akan habis, hah? Haruskah aku menyaksikan semua ini hingga kalian semua masuk ke dalam perutku?
Segera menyuap, Amara berusaha menghabiskan nasi goreng di hadapan nya ini dengan cepat. Tentu saja agar ia bisa secepatnya pergi meninggalkan pasangan yang sedang kasmaran ini.
"Amara, kapan kamu akan menikah?" tanya Diana tiba-tiba dan membuat Amara yang sesang tertunduk itu sontak mengangkat pandangannya dengan ekspresi terkejut.
Nikah? Pacar aja aku nggak punya, lalu mau nikah sama siapa? batin Amara dalam hati nya. Ia lantas menelan makanan yang masih tertahan di mulut sambil memikirkan jawaban yang tepat, dan tentunya tidak membuatnya kehilangan muka akibat menjomblo terlalu lama.
"Belum pengen nikah mbak dulu, Mbak," Jawabnya kemudian. "Masih mau mikirin karir dulu. Kerja disini aja baru seminggu." Benar-benar alasan yang selalu tepat di pakai untuk para jomblowati. Karir. Amara pun terkekeh usai mengatakannya.
"Jangan lama-lama mikirin karirnya. Nikah tuh enak loh, Mara."
"Uhuk-uhuk!" Entah apa yang salah dari ucapan Diana hingga membuat Amara tersedak makanan di mulutnya.
"Mara, pelan-pelan dong makanannya.Jadi tersedak, kan," Diana yang terkejut segera bangkit dan mengambilkan segelas air putih untuk Amara yang langsung ditenggak habis oleh gadis itu. Diana kembali duduk dan saling pandang dengan suaminya dengan ekspresi keheranan.
Amara menaruh gelas kosongnya kembali ke meja. Sementara tangannya bergerak mengusap bibirnya yang basah oleh air minum. Entah mengapa sekelebat suara rintihan semalam kembali terngiang di kepalanya. Dan itu mendadak membuatnya pening.
"Enaknya, ada suami yang nemenin saat suka dan duka kita," lanjut Diana seolah meralat ucapannya yang barangkali diartikan lain oleh Amara. Sebab terlihat sekali pipi gadis itu mendadak tampak merona karena malu.
"Iya mbak, mudahan aku bisa segera nyusul, ya, " Amara hanya tersenyum, lantas meneguk segelas jus jeruk miliknya demi untuk mengusir canggung.
"Amin ...," ucap Diana sambil meraup telapak tangan ke wajahnya. Doanya pun tampak sangat tulus dari hati, sementara Amara hanya tersenyum kecut menanggapi.
"Mbak, aku duluan ke rumah sakit ya," ucap Amara sambil bangkit dari kursi. "Makasih untuk nasi goreng nya loh," lanjutnya dengan senyum tersenyum manis.
"Eh, kok buru-buru?"
"Aku udah selesai, kok. Selamat bersenang-senang ya," ucapnya sambil meraih tas, lalu beranjak pergi meninggalkan keduanya dengan tergesa.
Bersambung
kasih bonus dong 😘😘😘
😨😨